Bebaskan Penyihir Itu

Menang Atau Kalah



Menang Atau Kalah

3Duel antara Ashes dan Carter diselenggarakan di bawah tembok kota di Wilayah Barat.      3

Selain Roland, yang turut serta menyaksikan duel ini adalah Si Kapak Besi, Tigui Pine, Brian, dan para anggota Asosiasi Persatuan Penyihir.     

Dan seekor burung merpati juga ikut bertengger di atas menara pengawas.     

Semua orang harus memanjat tembok kota untuk menyaksikan duel itu agar tidak terkena peluru nyasar. Kedua peserta duel, yaitu Carter Lannis dan Ashes si penyihir 'luar biasa', akan berduel satu lawan satu di area dekat tembok kota.     

Carter mengenakan baju berbahan kulit yang ringan dengan sabuk di pinggangnya daripada mengenakan baju zirah kesatria yang berat. Carter memiliki dua buah revolver yang ditempatkan di pinggangnya di kiri dan kanan, dan belati kecil di belakang pinggangnya untuk digunakan pada saat-saat darurat. Tetapi Roland mengetahui bahwa jika Carter sampai terpaksa menggunakan belati untuk bertarung melawan Ashes, itu berarti ia sudah menyerah.     

Ashes mengenakan pakaiannya yang biasa, sebuah jubah berwarna gelap panjang yang menutupi seluruh tubuhnya. Ashes mengikat rambut hitam panjangnya menjadi ikatan ekor kuda, tidak memikirkan rambutnya bisa menjadi titik kelemahan untuk dirinya sendiri. Satu-satunya perbedaan pada Ashes adalah kain yang digunakan untuk membungkus pedang raksasanya kini sudah dibuka. Pedang berwarna coklat gelap itu tampak usang dan tidak terlalu bersinar. Seperti yang sudah Roland duga, permukaan pedang Ashes tampak tumpul. Pedangnya bukan senjata yang berkualitas tinggi. Karena kurangnya perawatan pada pedang Ashes, karat mulai terlihat pada retakan-retakan pedangnya.     

Ashes dan Carter berjalan ke medan pertempuran. Carter mencoba menyesuaikan posisi sampai ia berada lima belas meter jauhnya dari Ashes. Carter berpeluang delapan puluh persen untuk menembak dengan akurat pada jarak sejauh ini. Carter mengeluarkan dua revolver dan memeriksa peluru dan laras revolvernya.     

Roland menyuruh Gema untuk meniru dan mengeraskan suaranya. "Peraturannya sangat sederhana. Jangan membunuh dan kalian diizinkan untuk menyerah! Selama kalian tidak mati, Nana bisa menyembuhkan luka kalian. Apakah ada yang mau ditanyakan?" Ketika Roland tidak mendengar ada yang keberatan tentang peraturan itu, ia berkata, "Ketika jam sudah berdentang, kalian boleh mulai!"     

Ashes mengamati Carter yang menjadi lawannya. Sebagai penyihir 'luar biasa', ia bertarung dengan mengandalkan nalurinya. Ashes telah belajar bertarung dari seorang ahli pedang di istana saat ia sudah direkrut oleh Tilly. Namun, Ashes merasa keterampilan yang diajarkan kepadanya masih terlalu mudah. Lawan Ashes adalah seorang Pemimpin Kesatria milik Pangeran Roland, tetapi ia tidak membawa pedang atau tombak, dan bahkan tidak mengenakan baju zirah. Senjata di tangan Carter juga tampak aneh. Berdasarkan bentuknya, senjata itu tidak bisa menjadi senjata jarak dekat seperti belati. Mungkin itu adalah senjata untuk serangan jarak jauh, seperti busur panah.     

Busur panah bukan ancaman bagi Ashes. Ashes sudah melalui banyak pertarungan. Jika senjata Carter berupa busur panah, Ashes bahkan bisa menangkap anak panah itu dengan tangan kosong. Namun, Ashes menyadari bahwa Roland terlihat sangat percaya diri, ia yakin bahwa senjata di tangan Carter tidak mungkin sesederhana busur panah.     

Naluri Ashes menyuruhnya agar mendekati Carter dengan cepat, daripada menunggu Carter untuk menyerang terlebih dulu. Sebelum duel dimulai, Ashes menancapkan ujung pedang raksasanya ke tanah. Postur tubuh Ashes tampak tidak mengancam, tetapi itu adalah strategi terbaik untuk menghadapi seorang pemanah.     

Bunyi lonceng berdentang dari tembok kota.     

Ashes bergerak pada waktu yang hampir bersamaan dengan bunyi lonceng itu. Ashes mencengkeram gagang pedangnya dan mengayunkan pedangnya ke arah Carter dengan cepat. Tanah, rumput, dan bebatuan berhamburan ke arah Carter, membentuk kepulan debu tanah.     

Carter bereaksi dengan cepat. Sebuah percikan meledak dari senjatanya diikuti dengan bunyi yang memekakkan telinga. Tetapi Ashes tidak melihat apa-apa. Entah Carter tidak memiliki peluru di dalam senjatanya atau pelurunya bergerak sangat cepat sehingga ia bahkan tidak bisa melihatnya. Dibandingkan dengan dugaan pertama yang terdengar tidak masuk akal, Ashes cenderung memilih dugaan yang terakhir.     

Di bawah debu yang beterbangan, Ashes menyerang dari samping. Jarak mereka hampir mendekat menjadi tujuh meter dan debu yang beterbangan masih berputar di udara. Biasanya seseorang akan berusaha menghindari debu dan tanah yang beterbangan menutupi pandangan. Jika Ashes dapat mengacaukan tembakan Carter, Ashes kemungkinan besar akan memenangkan duel ini.     

Tetapi Carter tidak bergeming dan tampak tidak mempedulikan debu yang mengotori wajahnya. Carter menyipitkan matanya, menargetkan senjata ke arah Ashes, dan menarik pelatuknya. Percikan menyala bersama dengan bunyi yang memekakkan telinga. Ashes mengelak secara naluri, tetapi ia masih tidak bisa melihat pelurunya. Ashes juga tidak melihat Carter menarik tali busur apa pun.     

Senjata baru ini bisa menembak secara berurutan. Namun, karena suasana duel yang menegangkan ini, Carter sudah melewatkan dua tembakan, dan hasilnya sudah bisa ditebak.     

Jarak sejauh sepuluh langkah langsung berlalu dalam sekejap. Ashes mengangkat pedang raksasa di tangannya dan melompat ke atas tinggi-tinggi, dan menyerang Carter. Tabrakan seperti itu tidak akan menyebabkan kematian, tetapi hantamannya cukup untuk membuat Carter pingsan. Bahkan jika Carter masih bisa berdiri, patah tulang di bagian dada akan membuat Carter kehilangan kemampuan untuk bertarung. Di menit-menit terakhir, serangan Carter yang ketiga meledak di depan tubuh Ashes. Ashes merasa pedang raksasa yang dipegangnya bergetar dan mengeluarkan suara bergemerisik. Sisi kanan perut Ashes tiba-tiba terasa kebas seolah-olah perutnya tergores sesuatu.     

Di saat yang bersamaan, Ashes menabrak Carter dan meninjunya, sampai Carter terpental ke udara sebelum akhirnya jatuh ke tanah.     

Saat itu Ashes sempat memeriksa luka yang ada di perutnya. Saat Ashes menundukkan kepalanya, ia merasa sangat pusing. Ashes tersungkur dan hampir jatuh. Kekuatan sihirnya terasa mengalir keluar meninggalkan tubuhnya. Seluruh tubuhnya terasa sangat berat.     

Ashes menggunakan pedangnya untuk bertumpu. Rasa kebas pada lukanya mulai terasa sakit seperti terbakar. Ashes merasa seperti kehilangan daging dari pinggangnya. Ashes bahkan bisa melihat hatinya yang berwarna merah terang. Ashes hanya bisa menggertakkan giginya untuk menjaga agar ia tidak pingsan.     

…     

Dari yang Roland saksikan, duel itu berakhir hanya dalam lima detik. Roland melihat sabetan pedang Ashes dan juga serangannya dari samping ke arah Carter pada saat yang bersamaan. Ashes mengubah arah serangannya satu kali dan menabrak tubuh Carter. Kemudian Carter menembakkan tiga buah tembakan sebelum ia terpental ke atas. Pertarungan ini tampaknya agak di luar dugaan Roland.     

Menghadapi Ashes yang bergerak amat cepat, Roland kesulitan untuk melacak gerakannya dengan mata telanjang. Namun, Carter masih mampu membidik dan menembak Ashes, itu membuktikan bahwa ia memang pantas mendapatkan gelar Pemimpin Kesatria. Itu sebuah hal yang normal ketika ia meleset pada dua tembakan pertama. Bahkan, jika Ashes terus berpindah arah dengan kecepatannya, Carter tidak akan bisa menembaknya sama sekali. Kuncinya ada pada tembakan yang ketiga. Ashes membuat serangan secara frontal dengan pedang yang menutupi bagian dadanya dalam jarak sekitar enam meter.     

Jika yang digunakan Carter adalah anak panah, panahnya bisa ditangkis dengan pedang dan tidak akan mengenai Ashes. Namun, peluru dengan diameter dua belas milimeter membuat dampak yang mengerikan pada jarak sejauh itu. Pada saat itu, Roland hanya bisa melihat debu beterbangan dan sisi tubuh Ashes berlumuran darah. Ketika Ashes berdiri dan tidak bergerak, Roland bisa melihat setengah dari pinggangnya hancur, seolah-olah Ashes digigit binatang iblis. Ususnya terburai keluar dan menggantung ke samping tubuhnya. Ada lubang seukuran mangkuk di pedangnya. Peluru itu mungkin menembus pedang Ashes, dan masuk ke perutnya, menimbulkan luka besar yang menganga.     

Meskipun Ashes terluka parah, ia tidak pingsan dan masih berdiri dengan kokoh. Kekuatan fisik Ashes sangat mencengangkan. Jika mereka menggunakan peluru berbahan timah atau peluru yang lebih kecil, kemungkinan besar Ashes akan selamat. Maggie berlari ke arah Ashes dan mencoba untuk memeluknya. Namun, tubuh Maggie kecil dan pendek sehingga ia hanya bisa memegangi kaki Ashes, Maggie tampak sangat panik.     

Nana bergegas menyembuhkan Carter, sementara Roland bergegas menuju Ashes.     

Momen kehadiran Roland sepertinya sudah ditunggu oleh Ashes.     

"Aku menang …" Ashes jatuh ke pelukan Roland begitu ia selesai mengucapkan kalimat itu, tanpa memberi Roland kesempatan untuk bereaksi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.