Bebaskan Penyihir Itu

Bintang Panggung (Bagian I)



Bintang Panggung (Bagian I)

1Kapal bernama Angsa berlayar di Sungai Air Merah menuju ke barat. May berdiri di haluan kapal, sambil menatap lurus ke depan. May bukan sedang menikmati pemandangan, tetapi ia hanya ingin cepat-cepat melihat dermaga Kota Perbatasan.     
1

"Berapa lama lagi kita sampai di tujuan?" May bertanya dengan nada tidak sabar.     

"Sebentar lagi, Nona May. Mataharinya panas sekali, kamu harus kembali ke kabin untuk beristirahat," kata Gait, yang berdiri di belakang May. May bahkan tidak perlu melihat untuk mengetahui bahwa Gait sedang berusaha menyenangkan perasaannya.     

Sambil berbalik, May berkata, "Kamu mengatakan hal ini padaku sebelumnya, dan sekarang kamu mengatakan hal yang sama lagi? Apakah kamu benar-benar pernah ke Kota Perbatasan sebelumnya?"     

"Uh …" Karena malu, Gait menggaruk kepalanya dan berkata, "Sudah sepuluh tahun yang lalu sejak aku datang ke Kota Perbatasan terakhir kali."     

"Satu tahun saja sudah cukup bagi Benteng Longsong untuk berganti penguasa, apakah kamu bisa bayangkan waktu sepuluh tahun lalu?" May berkata dengan kesal, "Kamu selalu saja beralasan. Lihat dirimu, dalam sepuluh tahun, kamu tidak pernah tampil di atas panggung meski hanya satu kali."     

Melihat senyum Gait yang memudar sambil melangkah mundur, suasana hati May berangsur-angsur membaik. Jika bukan karena surat dari Irene, May tidak akan pernah pergi dengan kelompok payah ini ke Kota Perbatasan.     

Sebagai bintang panggung di Benteng Longsong, May memiliki reputasi yang cukup baik di Wilayah Barat. Kali ini May telah menerima undangan dari Teater Menara untuk pergi ke Kota Raja dan melakukan drama "Pangeran Mencari Cinta". Pertunjukan itu sukses besar, dan bahkan ahli drama, yang bernama Tuan Kajen Fels, memuji penampilan May dalam peran sang putri yang mati karena cintanya. Meskipun May tidak memainkan peran utama, ia masih meninggalkan kesan mendalam bagi para penonton.     

Ketika May dengan penuh semangat kembali pulang ke Benteng Longsong, ia baru mengetahui bahwa benteng tersebut telah mengalami perubahan besar. Adipati Ryan telah dikalahkan dan mati, dan Benteng Longsong jatuh ke tangan Pangeran Roland Wimbledon, yang sementara menunjuk Petrov Hull dari Keluarga Penghisap Madu untuk menjalankan pemerintahan di benteng … May telah pergi dari Benteng Longsong selama kurang dari satu tahun, tetapi Wilayah Barat telah menjadi sangat asing baginya.     

Untungnya, kekacauan politik di kalangan atas tidak berpengaruh pada komunitas teater. Politik adalah topik yang May dan saudara-saudaranya bicarakan setelah usai makan malam, dan hatinya berdegup kencang ketika mendengar berita bahwa Kesatria Cahaya Pagi, Kesatria Utama di Wilayah Barat, telah ditangkap.     

May bergegas ke teater, hendak mencari Irene untuk mengetahui berita mengenai Ferlin lebih lanjut, dan May mengetahui bahwa Irene juga sudah mengikuti Ferlin ke Kota Perbatasan sekitar setengah bulan yang lalu, mungkin untuk bersatu kembali dengan suaminya. Berita ini membuat May sedikit kecewa, dan juga membuatnya merasa iri.     

May dan Irene bekerja di teater yang sama di mana May adalah orang yang lebih pantas mendapatkan peran utama, sementara Irene hanyalah orang baru di atas panggung. Sebuah drama berjudul Bunga Untuk Esok, diberikan kepada Irene oleh aktor-aktor payah yang saling memuji satu dengan yang lain sepanjang waktu. Dalam hal penampilan, May tidak kalah dari Irene; dan mengenai latar belakang keluarga, meskipun May adalah seorang warga sipil biasa, tetapi Irene hanyalah anak yatim yang diadopsi oleh teater. Jadi tidak peduli bagaimana, May pasti lebih baik daripada Irene.     

Tetapi yang sulit diterima May adalah bahwa Ferlin Eltek, Kesatria Cahaya Pagi, jatuh cinta pada Irene yang naif itu, bahkan Ferlin meninggalkan warisan keluarganya hanya untuk menikahi Irene.     

"Lihat, ada tanah pertanian," terdengar seseorang berteriak, "Kota Perbatasan pasti tidak jauh lagi."     

May memandangi sisi kirinya, untuk melihat barisan gandum yang bergoyang tertiup angin. Para petani yang memakai topi jerami sedang menyibukkan diri di ladang seolah-olah mereka berdiri di lautan yang berwarna hijau. Ladang gandum membentang luas ke barat di sepanjang sungai yang memantulkan sinar matahari.     

"Pemandangan yang sangat indah, May," kata Rosia sambil berjalan ke depan dan mengangguk. "Aku tidak pernah menyangka bahwa tempat terpencil seperti ini memiliki tanah pertanian yang luas, bahkan dapat dibandingkan dengan tanah pertanian di Benteng Longsong."     

"Ladang ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan tanah pertanian di Kota Raja," bantah May. "Di sana, ladang gandumnya sangat luas sehingga bisa menghubungkan dua kota. Kamu bisa melihat gandum terhampar di mana-mana, sampai kamu muak melihatnya."     

"Benarkah itu?" Rosia tersenyum canggung. "Aku belum pernah pergi ke Kota Raja."     

[Yah, reaksi Rosia masih cukup normal,] pikir May, tetapi jika itu Irene, ia akan menunjukkan ekspresi iri dan akan meminta May untuk menjelaskan lebih banyak. "Percayalah, suatu hari nanti kamu akan memiliki kesempatan untuk pergi ke Kota Raja."     

"Aku harap begitu." Rosia menepuk dadanya sendiri. "Terima kasih untuk semangatnya, May."     

[Maksudku jika kamu memiliki beberapa keping perak, kamu bisa menemukan iring-iringan untuk membawamu ke Kota Raja, bukan berarti kamu akan memiliki kesempatan untuk pergi ke Kota Raja untuk tampil di panggung.] pikir May sambil memutar bola matanya diam-diam. Tetapi karena Rosia adalah sahabat Irene, May tidak mau repot-repot mengatakan hal ini secara terang-terangan.     

Rosia telah bergabung dengan teater ini sebelum May bergabung, mereka memiliki usia yang hampir sama, tetapi karena penampilan Rosia yang sederhana dan ingatannya yang buruk, ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk tampil sebagai bintang utama di atas panggung. Kecuali Irene, tidak banyak orang di teater yang mau berbicara dengan Rosia.     

"Apakah Irene tahu bahwa kita akan tiba hari ini?" tanya May.     

"Aku sudah memberitahu Irene mengenai tanggal kedatangan kita dalam surat balasanku, seharusnya Irene sudah menunggu kita di dermaga."     

"Bagus." jawab May sambil mengangguk. "Aku tidak ingin mencari penginapan di kota yang asing untukku."     

"Bolehkah aku bertanya sesuatu, May?" Rosia bertanya dengan ragu, "Mengapa kamu mau ikut dengan kami ke kota kecil ini? Lagi pula, mengapa kamu tidak memberitahukan kepergianmu kepada pemilik teater? Irene menulis dalam suratnya bahwa mungkin ada kesempatan untuk tampil di Kota Perbatasan, tetapi kamu tidak membutuhkan peluang kecil semacam ini."     

"Jika aku mengatakan yang sebenarnya kepada pemilik teater, apakah menurutmu ia akan membiarkan aku datang ke tempat seperti ini?" jawab May sambil mengerucutkan bibirnya. "Alasan kepergianku ke kota ini … Aku hanya ingin melihat apakah kawan teaterku memiliki kehidupan yang baik di kota ini."     

Sebenarnya, May juga tidak tahu mengapa ia membuat keputusan seperti ini. Teater Longsong akan mementaskan sebuah drama penting selama dua hari dan dengan kepergian May ke Kota Perbatasan, pemilik Teater Longsong akan menghadapi masalah besar. Meskipun ada beberapa orang aktris cadangan, tanpa penampilan May, kemungkinan para bangsawan tidak akan menerima pementasan mereka dan bahkan mungkin akan memprotes Teater Longsong.     

Sejujurnya, May tahu bahwa keputusannya ini bukan pilihan yang bijak. Tidak peduli seberapa besar reputasi May di Teater Longsong, ia masih bergantung pada Teater Longsong. Jika May membuat pemilik Teater Longsong marah, karirnya bisa diberhentikan dan pemilik teater akan mempromosikan aktris yang baru. Selain meminta maaf, satu-satunya pilihan yang tersisa bagi May adalah meninggalkan Teater Longsong dan bersaing dengan bintang-bintang dari teater lainnya.     

"Atau … aku bisa mengambil kapal yang berikutnya dan kembali ke benteng, segera setelah aku bertemu dengan Ferlin?" Pikir May.     

"Aku mengerti." sahut Rosia sambil mengangguk. "Irene pasti akan sangat terkejut melihat kamu."     

Pemandangan di sepanjang tepi sungai berangsur-angsur menjadi lebih hidup. Banyak tenda dan rumah kayu yang terlihat di dekat Pegunungan Tak Terjangkau. Saat itu hari sudah siang dan para wanita petani sibuk memasak bubur dan sup, May melihat gumpalan asap naik terus-menerus dari cerobong asap di pedesaan, dan ia bahkan bisa mencium aroma gandum. Banyak anak-anak yang berkumpul untuk bermain di tepi sungai, dan anak-anak yang pandai berenang akan menanggalkan pakaian mereka dan melompat ke sungai sambil bersorak-sorai kemudian naik kembali ke tepi sungai.     

Akhirnya, May melihat sebuah dermaga.     

Setelah kapalnya merapat, Gait dan Sam menjadi sukarelawan untuk mengangkut semua koper-koper para wanita. Ketika mereka sedang berjalan di jembatan, Rosia berseru dengan gembira, "Irene!"     

Melihat ke arah Rosia berseru, May melihat seorang wanita yang mengenakan gaun berwarna putih sedang berdiri di dermaga, sambil melambai-lambai ke arah mereka. Di samping Irene, berdiri seorang pria yang tinggi. Bahkan dari jarak jauh, perawakan pria itu dapat dilihat dari bahu dan dadanya yang bidang bahwa pria itu luar biasa tampan.     

Pria itu Sang Kesatria Cahaya Pagi, Ferlin Eltek.     

Sosok Ferlin dalam ingatan May terbayang sekali lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.