Bebaskan Penyihir Itu

Aliansi



Aliansi

3Cuaca di Fjords sangat aneh. Kemarin harinya sangat cerah dan tidak berawan di langit yang biru, sementara hari ini langitnya mendung disertai angin kencang dan guntur. Sepertinya akan ada badai.      0

Ashes berjalan ke istana Tilly dengan rambut yang berantakan karena tertiup angin kencang. Sekilas, Ashes melihat ada seekor merpati gemuk yang sedang bertengger di bahu Tilly.     

"Maggie?"     

Merpati itu melihat ke arah Ashes dan matanya menjadi berbinar-binar. Merpati itu membentangkan sayapnya dan langsung terbang ke pintu untuk menyambut Ashes, tetapi ia langsung dihentikan oleh Ashes. "Berubahlah menjadi manusia sebelum kita bicara."     

"Baiklah." Maggie mengepakkan sayapnya dan mendarat di tanah, ia menggugurkan bulunya dan memperlihatkan bentuk aslinya. Kemudian Maggie mengerutkan bibirnya dan bertanya, "Apakah kamu tidak menyukai burung merpati?"     

"Aku selalu merasa aneh kalau berbicara dengan seekor burung," kata Ashes sambil tersenyum dan ia membantu Maggie berdiri, "Kapan kamu kembali ke sini?"     

"Aku baru kembali beberapa saat yang lalu. Aku khawatir akan terjebak dalam badai, dan sayapku hampir saja patah," Maggie menepuk dadanya dan berkata, "Untungnya, aku bisa tiba di Pulau Tidur sebelum hujan."     

"Kamu terbang ke sini … dalam wujud burung merpati?" Ashes meletakkan tangannya di keningnya dan bertanya, "Mengapa kamu tidak berubah menjadi elang laut? Kamu bisa terbang jauh lebih cepat."     

"Oh …" Maggie mengerjapkan matanya dan tiba-tiba ia tampak memahami sesuatu. "Aku lupa, haha."     

Tilly tidak bisa menahan tawanya, ia meletakkan surat yang ada di tangannya. "Bagus sekali. Aku sudah mendengar kabar dari Roland. Kamu bisa pergi dan bermain dengan Lotus dan Molly, dan aku akan memanggilmu ketika aku sudah selesai menuliskan surat balasan kepada Roland."     

"Baiklah!" Maggie memberi hormat dan ia melompat ke luar ruangan.     

"Apa yang dikatakan Roland Wimbledon dalam suratnya?" Kini hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Ashes melangkah menuju Tilly dan duduk di sampingnya. Di depan Tilly ada sebuah peta, ketika Ashes melihat lebih dekat, ia melihat peta wilayah di sekitar Kota Perbatasan.     

"Ini adalah isi surat balasan Roland." Tilly menyerahkan selembar kertas kepada Ashes. "Harus aku akui, para penyihir yang Roland pilih benar-benar … istimewa."     

Ashes dengan cepat membaca surat itu dan ia langsung merengut. "Roland benar-benar memilih Sylvie? Apakah Roland tidak takut ketahuan oleh gereja?"     

"Aku tidak tahu," kata Tilly, ia tidak mengungkapkan pendapat apa pun, "Mungkin catatanku tentang kemampuan para penyihir kita kurang jelas sehingga ia tidak memahaminya lebih dalam. Atau Roland tidak keberatan menunjukkan siapa dirinya di depan kita untuk menunjukkan ketulusannya dalam kerja sama kita? Tentu saja, masih ada kemungkinan lain lagi …. "     

"Roland benar-benar kakak laki-lakimu," lanjut Ashes, "Jadi Roland tidak peduli dengan kemampuan yang dimiliki Sylvie."     

"Tetapi kemungkinan itu kecil." kata Tilly sambil tertawa. "Apakah ada orang yang mengenal Roland lebih baik daripada aku? Jika ia adalah Roland Wimbledon yang asli, ia tidak akan pernah memilih untuk melindungi para penyihir dan menentang gereja. Baik ketika masih kecil maupun sekarang, Roland adalah orang yang pandai melarikan diri, baik dalam menghadapi tantangan atau pun kesulitan … bahkan ketika Roland dikirim ke Kota Perbatasan di bawah Keputusan Kerajaan mengenai seleksi calon Putra Mahkota, ia tidak pernah mengajukan protes kepada ayah kami."     

Ashes mengangkat alisnya. "Singkatnya, bagus bagi kita jika ia memilih Sylvie. Jadi kamu tidak perlu alasan untuk mengirim Sylvie ke sana, tetapi untuk penyihir lainnya … apakah kamu benar-benar setuju dengan pilihan Roland?"     

"Kenapa tidak?"     

"Lotus adalah salah satu penyihir terpenting di Pulau Tidur. Jika Lotus pergi, siapa yang akan memperbaiki rumah lumpur[1]? Jika kamu ingin membangun sesuatu atau mengubah medan pulau, itu akan sangat merepotkan tanpa kemampuan Sylvie untuk membentuk tanah. Lagi pula, kita baru menggunakan kurang dari tiga puluh persen bagian Pulau Tidur, dan masih ada banyak tempat lagi untuk dibentuk." Ashes memberi isyarat dengan jari-jarinya. "Begitu juga dengan Honey. Honey bisa mengendalikan Elang Tiram untuk menangkap ikan untuk kita, dan semua sup ikan lezat yang kita nikmati setiap hari adalah hasil pekerjaannya juga. Sedangkan Candle dan Evelyn, tidak terlalu banyak kerugian jika mereka pergi … apakah kamu tidak bisa menolak permintaan Roland dan menukar dua penyihir lain yang tidak begitu bermanfaat bagi kita?"     

"Apanya yang berguna, dan apanya yang tidak berguna? Dengan mengirim para penyihir ke Kota Perbatasan, aku berharap kita bisa membentuk aliansi dengan Roland, daripada mengabaikan mereka." Tilly tampak serius. "Kemampuan apa pun yang penyihir miliki, dan siapa pun penyihir yang memilih untuk datang ke pulau ini adalah saudari-saudari kita. Jika kita ingin membangun Pulau Tidur menjadi rumah bagi seluruh penyihir, mengapa kita membeda-bedakan mereka berdasarkan kemampuan mereka, apakah bermanfaat atau tidak?"     

Ashes pernah melihat ekspresi wajah Tilly yang seperti itu ketika masih di istana — ini adalah ekspresi ketika Putri Tilly benar-benar marah, jadi Ashes langsung mengubah kalimatnya. "Maafkan aku … Yang Mulia. Aku hanya …."     

Tilly menghela nafas dan berkata perlahan, "Selain itu, sulit untuk mengukur kemampuan setiap orang dengan standar tertentu. Roland memilih lima orang penyihir dari lebih dari seratus orang penyihir, termasuk Candle dan Evelyn, yang kamu bilang tidak berguna. Apakah mereka benar-benar tidak berguna? Mungkin melalui aliansi ini, kita dapat mengetahui apakah Roland memilih mereka berdua secara kebetulan, atau ia telah melihat sesuatu yang istimewa dari mereka yang belum kita sadari." Tilly berhenti sejenak. "Ngomong-ngomong, kita para penyihir adalah kaum minoritas, jadi setiap penyihir pantas untuk diperjuangkan. Mereka bukanlah alat untuk membangun rumah, tetapi rekan kita yang memiliki tujuan yang sama. Jadi kamu jangan pernah mengatakan hal seperti itu lagi."     

"Baik, Yang Mulia," kata Ashes dengan suara pelan.     

Saat itu, kilat menerjang awan, tepat di atas lautan. Seolah-olah para dewa memerintahkan kilat untuk turun ke bumi, disusul bunyi guntur yang memekakkan telinga yang meraung keras di Pulau Tidur. Kemudian hujan mulai turun. Pada awalnya, hujannya kecil, tetapi kemudian hujannya langsung lebat.     

Ashes bangkit berdiri dan menutup jendela agar air hujan tidak terciprat masuk ke kamar. Ketika Ashes berbalik, ia melihat Tilly terhuyung sedikit dengan ekspresi wajah kuyu.     

"Apakah kamu tidak tidur semalaman?"     

"Benar." jawab Tilly sambil menguap. "Buku-buku yang dibawa dari reruntuhan semuanya ditulis dalam bahasa yang sama, dan aku telah menemukan satu persamaan. Selama aku punya cukup waktu, aku yakin aku bisa menerjemahkan semua buku itu."     

"Ya, selama kamu punya waktu luang … karena kita sudah menyingkirkan gereja dan tidak sedang terburu-buru, kamu tidak perlu mempelajari buku itu sepanjang malam." sahut Ashes sambil mengerutkan kening. "Begadang tidak baik untuk kesehatanmu."     

"Jangan khawatir, aku ini Penyihir Luar Biasa, tubuhku tidak akan mudah sakit." jawab Tilly sambil menarik nafas dalam-dalam. "Tetapi aku punya firasat yang aneh — aku merasa terganggu oleh pemandangan di dalam reruntuhan itu, jadi sebaiknya kita segera menerjemahkan buku-buku ini secepat mungkin … oh ya, ketika para penyihir pergi ke Kota Perbatasan, suruh mereka untuk membawa sebuah buku kuno ke sana."     

"Jika kamu tidak bisa memahami isi buku itu, maka para penyihir dari Asosiasi Persatuan Penyihir juga pasti tidak akan mengerti."     

"Kita coba saja dulu," kata Tilly, "Aku dengar ada peninggalan kuno di hutan di sebelah timur Kota Raja, dan asal usul Asosiasi Persatuan Penyihir berasal dari Wilayah Angin Laut, hampir di sebelah hutan itu. Mungkin salah satu dari penyihir di Asosiasi Persatuan Penyihir ada yang pernah melihat bahasa ini. Jika kita dapat membuktikan kedua bahasa itu sama, maka itu berarti peninggalan di reruntuhan dan di hutan itu berasal dari sekelompok orang yang sama."     

"Baik, aku mengerti," jawab Ashes.     

"Selain itu, aku tidak menyalahkanmu, apa yang kamu katakan tadi memang tidak sepenuhnya salah — tetapi tidak mengenai pentingnya kemampuan yang dimiliki setiap penyihir." Tilly mengulurkan tangannya untuk menghentikan protes dari Ashes. "Aku telah membuat kesepakatan dengan Serikat Dagang Teluk Bulan Sabit dan mereka akan mengirimkan beberapa orang biasa ke Pulau Tidur di musim semi berikutnya. Jika Lotus pergi terlalu lama, itu pasti akan mempengaruhi pembangunan pulau kita, jadi aku akan meminta mereka kembali ke Fjords sebelum musim dingin tiba."     

Ashes menghela nafas lega. "Baguslah kalau begitu."     

"Namun, untuk menghindari kesalahpahaman dengan Roland, aku akan mengajak beberapa penyihir yang bisa bertempur ke Kota Perbatasan untuk membantu Asosiasi Persatuan Penyihir melewati Bulan Iblis." kata Tilly sambil tersenyum nakal. "Lalu, apakah kamu masih bersedia untuk pergi denganku?"     

Ashes terpaku sesaat, dan akhirnya ia tidak punya pilihan selain menjawab, "Tentu saja, Yang Mulia."     

[1] Rumah yang terbuat dari lumpur yang dikeringkan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.