Bebaskan Penyihir Itu

Janji Cinta



Janji Cinta

3…     2

"Pakaian, sepatu, gelas, sendok, dan garpu." May memeriksa setiap barang itu sambil menghitung dengan jarinya. "Apakah ada hal lain lagi yang harus aku bawa?"     

Lantai kamar May dipenuhi bermacam perlengkapan rumah tangga, mulai dari ketel hingga mangkuk kayu.     

"Tempat tidur yang paling penting," pikir Irene kemudian ia berkata, "Sebaiknya kamu membawa 1 set bantal, seprai, dan selimut."     

Mendengar kata-kata Irene, Rosia dan Gait keduanya terkikik, tetapi mereka segera berhenti cekikikan ketika May menatap mereka berdua dengan pandangan dingin. "Itu tidak perlu. Carter mengatakan ia akan membeli 1 set perlengkapan tempat tidur baru dari pasar. Konon perlengkapan tidur itu dulunya milik salah satu dari keempat keluarga bangsawan yang memberontak dan barang-barang itu diambil dari ruang bawah tanah di kediaman mereka."     

"Wow, kalau begitu bahannya pasti terbuat dari sutra berkualitas tinggi," komentar Irene dengan iri. "Aku pernah mendengar ada penjahit di Kota Raja yang menjual kain dan pakaian yang terbuat dari sutra murni. Sayang sekali hanya bangsawan besar dan para pedagang kaya yang mampu membeli sutra semacam itu. Namun jika barang-barang itu berasal dari keempat keluarga bangsawan Longsong, barang-barang itu pasti berkualitas tinggi juga."     

"Ya, kurang lebih begitu," jawab May dengan santai. "Aku ingat Carter pernah mengatakan 1 set perlengkapan tempat tidur itu bernilai 5 keping emas."     

"Wow …" ketiga gadis itu langsung terkesiap.     

"Lima … 5 keping emas! Ya Tuhan!" Rosia berdecak kagum. "Aku membutuhkan waktu hampir 2 tahun untuk menghasilkan uang sebanyak itu."     

"Bagaimana kamu bisa membandingkan dirimu dengan sang Bintang di Wilayah Barat?" Gait berkata dengan nada menyindir sambil menepuk kepala Rosia. "Nona May adalah seorang selebriti yang pernah tampil di panggung Kota Raja! Sedangkan Tuan Carter, ia adalah seorang Pemimpin Kesatria di pasukan Yang Mulia. Kamu tidak mungkin dapat menyaingi mereka berdua!"     

"Itu benar-benar luar biasa, May," kata Irene, ia menatap May dengan mata yang berbinar-binar. "Aku sangat iri kepadamu."     

May tahu hanya Irene yang benar-benar tulus merasa bahagia untuknya, dan ketulusan itulah yang membuat Ferlin Eltek tertarik padanya. May juga bertanya-tanya bagaimana seorang gadis seperti Irene, yang tumbuh di teater, bisa tahan terhadap godaan duniawi dan tetap bisa mempertahankan kepolosan dan ketulusan hatinya seperti seorang anak kecil. Meskipun May telah menghilangkan bayangan Ferlin Eltek dari benaknya, May masih merasa senang melihat Irene sedikit iri padanya. "Ketika kamu mulai terkenal nanti, kamu dapat membeli 1 set untuk dirimu sendiri … kamu akan dibayar beberapa keping emas untuk membintangi sebuah drama di panggung Kota Raja meski hanya 1 kali tampil, belum lagi tip yang akan kamu dapatkan dari para bangsawan setelah pertunjukanmu berakhir."     

"Tetapi butuh waktu berapa lama agar aku bisa terkenal seperti dirimu?" Irene bertanya dengan nada frustrasi.     

"Sepertinya kamu sedang cukup sibuk di sini. Apakah kamu sedang berlatih?" Saat itu pintu kamar May tiba-tiba terbuka. Seorang pria muda yang tampan menjulurkan kepalanya ke dalam ruangan dan bertanya, "Apakah aku sudah mengganggu kalian?"     

"Tu … Tuan Carter!" Gait dan Rosia segera membungkuk memberi hormat kepada Carter.     

"Selamat pagi, Tuan Kesatria." Irene berbalik dan tersenyum ke arah Carter. "Kami sedang mendiskusikan barang apa yang harus dibawa May ke tempatmu dan kami baru saja sedang membicarakan kamu."     

"Sungguh? Apa yang kamu katakan tentang aku?" Carter bertanya kepada May dengan penasaran sambil menggaruk belakang kepalanya.     

"Bukan apa-apa!" May menatap Carter dan berpikir dalam hati bahwa pria ini akan tampak sempurna jika mulutnya dalam keadaan tertutup, tetapi bayangan akan ketampanan Carter langsung hancur begitu pria ini mulai berbicara. "Kenapa kamu datang ke sini hari ini? Hari ini bukan hari liburmu, bukan?" tanya May.     

"Hmm … jangan khawatir. Yang Mulia memberi aku waktu istirahat hari ini. Jadi … aku membawakan sebuah hadiah untukmu."     

"Hadiah?" tanya May.     

May melirik ke sekeliling ruangan. Gait segera memahami isyarat itu dan berkata, "Oh, Nona May. Aku baru ingat, aku harus mengurus sesuatu. Jangan sungkan untuk memberitahu aku jika kamu sudah selesai berkemas."     

"Aku juga. Aku harus mencuci baju. Cucianku sudah menumpuk selama beberapa hari." Rosia juga ikut pamit dan ia menarik Irene bersamanya saat dirinya berjalan keluar dari kamar.     

"Hah? Aku tidak ada keperluan apa-apa. Tunggu … aku ingin melihat hadiah May juga …" Ketika suara Irene berangsur-angsur menghilang, May menghela napas lega dan ia mengunci pintunya. May menoleh ke arah Carter dan bertanya, "Jadi, apa hadiahnya? Kuharap itu bukan sebuah penemuan baru dari Yang Mulia lagi."     

Carter melihat ke sekeliling ruangan sebelum akhirnya berkata. "Ayahmu …. "     

"Ayahku sedang sibuk. Apa kamu pikir semua orang punya bisa punya 'waktu luang' seperti kamu?" kata May dengan tidak sabar. May mengira ayahnya akan membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru setelah ayahnya pindah dari Benteng Longsong ke Kota Perbatasan. Namun, yang membuat May terkejut, ayahnya berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai pegawai administrasi di Balai Kota hanya dalam 1 minggu, dan May tidak bisa melarang ayahnya bekerja. Sekarang ayah May adalah seorang pegawai tetap di Kementerian Pembangunan.     

"Aku juga sibuk." sahut Carter sambil mengangkat tangannya untuk membela diri. "Yang Mulia memindahkan salah satu pegawai yang paling bagus kinerjanya dari Kementerian Kehakiman ke Benteng Longsong. Sekarang aku harus menangani semua jenis pekerjaan. Selain menginterogasi mata-mata dan memverifikasi status pendatang baru, aku juga harus menangkap para penjahat. Aku bahkan tidak punya waktu untuk makan belakangan ini. Kamu tidak tahu betapa berbahayanya para penjahat ini. Tidak seperti penduduk lokal di Wilayah Barat, para penjahat ini adalah gangster, mereka awalnya bersembunyi di antara para pengungsi. Sekarang keadaan baru sedikit lebih baik, mereka sudah mulai membuat masalah. Tetapi jangan khawatir, mereka hanya beraksi di pinggir kota di area perkemahan sementara dan mereka tidak akan bisa masuk ke pusat kota dengan mudah. Dan aku akan menangkap para penjahat itu jika mereka berani macam-macam di sini."     

Melihat Carter menjabarkan masalah itu dengan penuh semangat, May tertawa terbahak-bahak. "Baiklah, aku mengerti. Jadi, Tuan Kesatria, karena kamu sangat berdedikasi untuk menjaga kedamaian dan ketertiban di kota ini, apakah kamu ingin makan siang dan minum-minum di rumahku sebelum kembali bekerja?"     

"Aku ingin sekali, tetapi aku khawatir waktu istirahatku sudah hampir berakhir." Carter meletakkan sebuah bingkisan yang dipegangnya. "Cobalah ini, agar kamu bisa mengetahui apakah gaunnya sudah pas. Aku meminta Yang Mulia untuk mendesain gaun ini."     

"Yang Mulia yang mendesainnya?" May terkejut mendengarnya.     

"Benar. Ketika aku memberi tahu Yang Mulia tentang tanggal pernikahan kita, ia menyebutkan ada 1 jenis gaun yang khusus dipakai untuk pernikahan. Masalahnya adalah perlu banyak upaya untuk membuat gaun ini. Aku memohon kepada Yang Mulia untuk mendesain gaun ini, dan bahkan aku juga menyuap Nona Soraya dengan roti es krim sebelum akhirnya aku berhasil mendapatkan gaun ini."     

Ketika May membuka bungkusannya, ia melihat sebuah gaun berwarna putih salju di dalam bungkusan itu.     

Hati May tersentak ketika Carter membentangkan gaunnya. Gaun itu adalah sebuah gaun sederhana dengan detail yang rumit dan indah. Gaun itu termasuk sederhana karena gaunnya tidak dihiasi dengan perhiasan apa pun, dan juga tidak dihiasi dengan sepuhan emas. Sebaliknya, gaun itu murni berlapis kain katun putih. Namun, potongan di bagian dada gaun itu memang agak mencolok. Gaunnya dilengkapi dengan korset dari dalam untuk membentuk pinggang dengan sempurna dan bagian bawah gaunnya melebar. Lipatan-lipatan di bagian rok gaun itu tampak seperti ombak yang bergulung, dan menampilkan sebuah hasil kerajinan tangan yang terampil.     

May tahu gadis mana pun yang melihat gaun ini, baik gadis bangsawan atau orang biasa sekali pun, pasti akan terpesona dan menginginkan gaun seperti ini hanya saat melihatnya.     

May dengan lembut membelai gaun putih yang sangat ringan itu dan ia permisi ke kamarnya untuk mencoba gaunnya.     

Ketika May kembali ke ruang tamu, Carter ternganga dengan lebar, ia terpesona dengan keindahan yang dilihatnya. "Ya Tuhan, kamu … sangat mempesona."     

"Benarkah?" May bisa merasakan pipinya memerah. May bisa membayangkan seperti apa penampilannya saat ini tanpa perlu melihat ke cermin. Ekspresi Carter yang masih menganga sudah menjelaskan segalanya.     

May menghampiri Carter dan dengan lembut ia mencium pipi pria itu. "Terima kasih atas hadiahmu. Aku benar-benar menyukainya."     

Carter melingkarkan lengannya di pinggang May sebagai tanggapannya.     

Melihat wajah Carter yang perlahan-lahan mendekati wajahnya, May menutup matanya.     

"Kedengarannya nama May Lannis tidak buruk juga," pikir May.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.