Bebaskan Penyihir Itu

Ashes (Bagian II)



Ashes (Bagian II)

2Ashes menjelaskan kepada Wendy, "Pasukan Penghukuman Tuhan adalah pasukan terkuat di gereja dan juga merupakan senjata rahasia gereja untuk menghancurkan para penyihir 'luar biasa'. Mereka benar-benar dapat bersaing denganku dalam kekuatan dan kecepatan. Terlebih lagi …" Ashes nampak ragu sejenak kemudian melanjutkan, "Mereka tampak seperti orang yang kerasukan. Pernah dalam suatu pertempuran, aku memotong tangan kanan salah satu Pasukan Penghukuman Tuhan, tetapi ia segera mengangkat tangan kirinya dan mencoba untuk mencungkil mataku tanpa ragu. Ketika aku berbalik untuk melarikan diri, ia tidak kehilangan keseimbangan sama sekali. Ini tidak sama dengan orang yang bertekad baja. Jika kehilangan lengan, seorang pejuang yang tangguh dapat terus bertarung tetapi pasti gerakannya tidak akan bisa leluasa seperti orang normal dalam waktu singkat."     
1

"Aku hanya pernah mendengar tentang Pasukan Penghakiman Gereja. Mengingat bahwa orang-orang gereja memiliki prajurit yang sangat kuat, mengapa mereka tidak menggunakannya ketika melawan penyihir di masa lalu?" gumam Wendy.     

"Aku tidak tahu," kata Ashes perlahan, "dan ketika aku kembali ke Kota Suci yang lama, aku mendengar nama "Pasukan Penghukuman Tuhan" dari beberapa orang."     

"Kamu kembali ke kota itu?" tanya Wendy terkejut.     

"Uhm, bagaimana aku bisa melupakan kenangan buruk itu dengan mudah." Ashes berdiri dan berjalan ke jendela. "Aku menyerang beberapa ruang doa dan pos perkemahan Pasukan Penghukuman Tuhan di mana ada seorang Hakim Agung di sana. Aku rasa mereka bukan orang yang tidak takut mati." Faktanya, Hakim Agung bersikap sama seperti orang biasa yang takut menghadapi kematian dan siksaan yang menyakitkan. Hakim itu takut dan memohon ampun kepada Ashes. "Dari informasi yang diberikan Hakim Agung, aku mengetahui nama Pasukan Hukuman Tuhan dan fakta bahwa mereka berubah dari Pasukan Penghakiman menjadi Pasukan Penghukuman Tuhan melalui sebuah upacara. Menurutnya, hanya prajurit terbaik yang diberkati dengan kehormatan seperti itu dan mereka harus secara sukarela menerima perubahan itu. Tampaknya perubahan yang baik berhubungan erat dengan tekad kuat mereka. Dengan kata lain, tidak seperti penyihir, Pasukan Penghukuman Tuhan bukanlah orang-orang yang berbakat. Perubahan dalam diri mereka diciptakan dengan sengaja."     

"…" Wendy tercengang dengan penjelasan yang disampaikan Ashes.     

"Kurasa itulah alasannya mengapa mereka tidak bisa menempatkan Pasukan Penghukuman Tuhan ke dalam pertempuran seperti yang mereka lakukan dengan Pasukan Penghakiman adalah karena perubahan itu memiliki efek samping. Prajurit yang kerasukan, tidak berbeda dari monster." Ashes menghela nafas dan melanjutkan, "Selama itu, aku bersembunyi di saluran air atau sumur dalam di siang hari dan menyerang jemaat gereja pada malam hari. Aku tidak mengungsi dari Kota Suci Lama sampai gereja mengumumkan ke seluruh kota untuk mencari keberadaanku. Pada hari aku meninggalkan kota itu, pakaianku penuh dengan darah yang lengket. Di mata orang lain, aku tampak seperti binatang buas yang sedang kerasukan."     

Ketika Ashes berbicara, Wendy meletakkan tangannya di bahu Ashes. "Semua kejadian itu sudah berlalu. Di sini, kamu bisa hidup seperti orang normal dan Pangeran Roland memperlakukan kita dengan sangat baik. Setelah mengalami serangan Bulan Iblis dan menghadapi penyerangan Adipati Benteng Longsong bersama-sama, kita para penyihir sudah dapat diterima oleh sebagian besar penduduk di sini. Oleh karena itu, kota kecil ini merupakan Gunung Suci yang telah kami cari selama ini."     

Ashes menatap Wendy yang sekarang berdiri di sampingnya. Seingat Ashes, anak-anak di biara semuanya terlihat kurus dan lemah dengan mata yang sayu, tetapi sekarang Wendy tampak sangat berbeda. Sulit membayangkan penampilan masa kecil Wendy jika melihat penampilannya saat ini. Dengan demikian, Ashes merasa damai dan tenang mendengar suara Wendy yang lemah lembut dan menenangkan.     

Namun, ada beberapa hal yang harus Ashes sampaikan kepada Wendy. "Aku tidak akan menetap di kota ini. Ini bukan alasanku untuk datang ke sini." Ashes berhenti bicara sejenak. "Aku datang untuk mengajak kalian semua ke tempat yang benar-benar aman, karena Kota Perbatasan bukan tempat tinggal permanen bagi kita, para penyihir."     

"Kamu tidak akan tinggal di sini …" Wendy merasa terkejut dan ia terdiam sesaat. "Mengapa kamu tidak ingin tinggal di sini?"     

"Selama kita tinggal di benua ini, kita akan terus terancam oleh kedatangan gereja sewaktu-waktu. Tilly mengumpulkan sebagian besar penyihir di Kerajaan Graycastle ke Fjords, yaitu sebuah negara yang penuh dengan para penyihir yang hendak didirikan."     

"Tetapi Fjords juga berada di bawah pengaruh gereja, bukan?"     

"Karena Fjords adalah negara kepulauan, pulau-pulau terbagi satu dengan yang lain sehingga gereja hanya memberikan pengaruhnya di pulau tertentu. Selain itu …" Ashes mengerutkan bibirnya. "Tidak ada Pasukan Penghukuman Tuhan di Fjords."     

Ini adalah saat-saat di mana gereja berusaha memancing kemarahan para penyihir. Gereja berencana untuk menghapuskan gereja-gereja lokal di Fjords satu per satu dengan cara yang sama seperti gereja membasmi para penyihir.     

Ashes kembali membujuk Wendy. "Kamu dan saudari-saudarimu harus pergi dari kota ini. Kalian telah keliru karena telah menyebarkan rumor untuk memanggil saudari-saudari kita yang lain karena gereja juga akan mendengar rumor ini. Gereja tidak akan pernah membiarkan organisasi penyihir berkembang semakin besar. Setelah beberapa saat, pasukan gereja akan menemukan Kerajaan Graycastle untuk menghancurkan kalian yang ada di sini. Jika kalian berhadapan dengan Pasukan Penghukuman Tuhan yang tak terkalahkan itu, apakah kamu pikir Pangeran Roland masih akan melindungi kalian? Tidak ada penguasa di dunia ini yang ingin hidup berdampingan dan selaras dengan para penyihir. Pangeran Roland mungkin baik kepada kalian sekarang, tetapi ia akan meninggalkan kalian jika situasinya sangat genting."     

Setelah terdiam beberapa saat, Wendy berkata, "Aku tidak tahu dengan pendapat saudari-saudari yang lain, tetapi aku tidak akan meninggalkan Kota Perbatasan."     

Ashes memasang wajah muram. "Kalian sudah berada di ujung tanduk. Semakin lama kalian tinggal di sini, situasinya akan semakin berbahaya."     

"Bagiku, sungguh kejam meninggalkan Pangeran Roland hanya demi menghindari ancaman gereja dan mengantisipasi diri kita sendiri agar tidak terlantar. Aku tidak ingin menjadi orang seperti itu. Selain itu …" Wendy berhenti dan mengambil napas dalam-dalam. "Aku rasa Pangeran Roland tidak akan tunduk kepada gereja. Nightingale pernah menanyakan pertanyaan yang sama dan Roland menjawab bahwa bahkan jika dirinya harus berperang melawan gereja, ia akan memastikan bahwa setiap penyihir di wilayahnya dapat hidup seperti orang normal."     

"…" Ashes terdiam saat ini, karena ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Ashes telah melihat banyak janji yang tidak bisa ditepati. Selain itu, apa keuntungan Pangeran Roland melindungi para penyihir? Hal itu sama dengan mengorbankan para penyihir ke tangan Pasukan Penghakiman Tuhan.     

Sekarang, Ashes sudah mengetahui kondisi Asosiasi Persatuan Penyihir. Setelah Cara meninggal, anggota asosiasi yang tersisa diterima oleh Pangeran Roland. Ashes menebak bahwa Theo yang menyebarkan rumor di Kota Perak bukanlah seorang pria biasa yang kebetulan menyelamatkan para penyihir, tetapi ia merupakan seorang yang diutus Pangeran Roland. Meskipun Ashes tidak tahu tindakan licik apa yang telah diperbuat Pangeran Roland untuk membuat para penyihir ini mempercayainya, Ashes yakin bahwa penyamaran yang sempurna sekalipun akan terkuak di hadapan pedang besar miliknya.     

"Aku ingin bertemu dengan pemimpin kalian, Roland Wimbledon," Ashes berkata dengan perlahan.     

…     

Keesokan harinya, Ashes bertemu dengan Pangeran Roland.     

Ashes diantar oleh Nightingale ke kantor Roland, dan ia bertemu dengan pria menjijikkan ini sekali lagi.     

Ashes mengerti bahwa Roland adalah saudara kandung Tilly, tetapi ia enggan untuk mengakui hal itu. Rambut panjang Roland yang berwarna abu-abu diikat ke belakang dan berkilau keperakan terkena sinar matahari pagi, warna rambut ini adalah ciri khas anggota keluarga kerajaan Graycastle. Kening dan hidung Roland mirip dengan Tilly, tetapi semakin mirip mereka berdua, Ashes merasa semakin muak. Berbeda dari penampilan Roland di istana Kota Raja dahulu, kini Roland berpakaian dengan rapi tanpa embel-embel perhiasan — tanpa anting-anting, kalung, cincin, atau gelang. Roland hanya duduk di kursi dan menatap Ashes yang baru menyadari bahwa Roland sedang mengawasi dirinya saat ini.     

Tatapan seorang penguasa.     

Istilah ini langsung terlintas di benak Ashes dan membuat dirinya sendiri terkejut.     

[Yah, kamu sudah banyak berubah dalam berpenampilan, tetapi berapa lama kamu bisa tetap berpura-pura seperti itu?] Ashes mengejek Roland dengan sinis di dalam hatinya.     

"Selamat datang. Namamu adalah Ashes, seorang utusan yang dikirim oleh adik perempuanku, bukan?" Roland mengambil inisiatif untuk berbicara terlebih dulu.     

"Bukan, ini adalah keputusanku secara pribadi untuk datang ke kota ini."     

"Meskipun demikian, kamu masih tetap seorang utusan, bukan?"     

"…" Ashes mengerutkan kening dan bertanya-tanya apa gunanya Roland menekankan kata utusan itu? Ashes tidak ingin bermain-main dengan Roland dan ia berkata, "Semacam itulah."     

"Baiklah, Ashes." sahut Roland sambil menyeringai. "Aku dengar kamu ingin mengajak para penyihirku untuk meninggalkan kota ini?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.