Bebaskan Penyihir Itu

Sebuah Hadiah Dari Sang Pembalas (Bagian I)



Sebuah Hadiah Dari Sang Pembalas (Bagian I)

1Matahari terbenam perlahan-lahan di balik pegunungan, dan malam telah tiba di Wilayah Barat.     
0

Utusan delegasi gereja memutuskan untuk berkemah di sebuah area terbuka tidak jauh dari jalan utama.     

Setelah mereka mendirikan tenda, mereka menyalakan api unggun di tengah. Para prajurit melepaskan baju zirah mereka dan duduk mengelilingi api unggun. Para prajurit meregangkan tubuh untuk bersantai dan menunggu air mendidih di atas api unggun untuk memasak bubur.     

Alicia membawa sebuah baskom berisi air hangat ke dalam tenda dan berkata, "Pendeta Mira, silahkan membasuh wajah Anda."     

"Terima kasih," Mira mengangguk pada Alicia sambil tersenyum kemudian mencelupkan handuk ke dalam air hangat. "Kita akan tiba di Kota Perbatasan esok hari. Terima kasih atas kerja kerasmu selama perjalanan ini."     

"Kerja keras ini bukan apa-apa, dibandingkan dengan bertarung melawan binatang iblis. Dalam perjalanan ini, kamu yang paling membuat aku terkesan. Kamu pengendara kuda yang sangat handal. Dulu aku berpikir para pendeta bukan orang-orang yang bisa melakukan perjalanan jarak jauh," kata Alicia.     

"Hahaha, aku tidak terlahir sebagai seorang pendeta. Aku sering bepergian dengan menunggang kuda ketika aku masih berdagang." jawab Mira sambil menyeka debu dan keringat di wajahnya dengan handuk kemudian memberikan baskom itu kepada Alicia. "Kamu bisa membasuh wajahmu sekarang. Bagaimana? Apakah kamu merasa lebih baik sekarang?"     

"Mengenai apa?" tanya Alicia sambil meringis.     

"Mengenai Pasukan Penghukuman Tuhan." sahut Mira sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Kamu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Apakah itu karena perkataan Abraham?"     

"…" Alicia mengambil baskom itu tanpa mengucapkan sepatah kata.     

"Kita semua akan menghadapi kesulitan dan tantangan. Jika kita tidak bisa mengatasinya, seluruh dunia akan menderita, apalagi bagi gereja. Untuk menghentikan musuh-musuh yang mengerikan itu, kadang kita harus rela berkorban. Masalah ini mungkin membuat kamu mengalami dilema, tetapi jangan lupakan moto gereja kita," kata Mira.     

"Dari dua macam kejahatan, pilihlah yang tidak terlalu jahat," kata Alicia dengan perlahan.     

"Tepat sekali, tujuan dari pengorbanan menentukan apakah pengorbanan itu layak untuk dikorbankan. Yang paling penting, partisipasi dalam upacara inkarnasi[1] Pasukan Penghukuman Tuhan sepenuhnya bersifat sukarela. Ketika saudara Abraham memutuskan untuk menjadi Pasukan Penghukuman Tuhan, berarti ia siap untuk mengorbankan dirinya untuk gereja. Itu adalah perbuatan yang mulia, dan nama saudaranya akan terukir di Monumen Kemuliaan dan diwariskan dari generasi ke generasi bersama dengan kemuliaan gereja."     

"Terima kasih, Pendeta Mira. Sekarang aku merasa jauh lebih baik," kata Alicia, sambil menaruh tangan kanannya di dada.     

Alicia sudah tidak murung lagi setelah mendengar apa yang dikatakan Pendeta Mira. Alicia berpikir setidaknya, Pasukan Penghukuman Tuhan menaati iman mereka dan mengorbankan diri bagi kemuliaan Tuhan.     

"Dengan senang hati," kata Mira sambil tersenyum, "Mari kita keluar untuk makan malam. Makanannya pasti sudah siap sekarang. Aku tidak bercanda, sekarang lidahku bahkan tidak bisa merasakan apa-apa setelah makan bubur selama berhari-hari."     

"Untungnya, hari ini adalah hari terakhir kita makan bubur," sahut Alicia sambil tersenyum dan berkata, "Besok, kita akan bertemu dengan penguasa di Kota Perbatasan dan kita akan menikmati jamuan makan mewah."     

Hakim Agung memilih seorang pengawas di malam hari setelah makan malam berakhir. Prajurit Pasukan Penghakiman yang tidak ditugaskan bisa kembali ke tenda mereka untuk tidur. Alicia juga kembali ke tenda bersama Pendeta Mira, ia mematikan lampu minyak dan masuk ke selimut.     

Alicia tidak yakin berapa lama ia sudah tertidur ketika ia mendengar bunyi berdebam. Bunyinya terdengar seperti sesuatu yang menghantam tanah. Segera setelah mendengar bunyi itu, Alicia juga mendengar suara berdebum lagi.     

Dalam kebisingan itu, Alicia mendengar samar-samar suara baju zirah yang jatuh ke tanah.     

Alicia langsung membuka kedua matanya.     

Alicia dengan cepat keluar dari selimutnya untuk mengambil pedang dan perlahan-lahan berjalan ke pintu masuk tenda. Ketika Alicia sedang mengintip untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar, ia mendengar Hakim Agung berteriak, "Musuh menyerang! Para prajurit, bangun dan bertarunglah!" Teriakan Hakim Agung memecah keheningan malam dan membangunkan semua orang.     

Setelah mendengar suara Hakim Agung, Alicia mendengar suara hantaman yang sangat keras!     

Tiba-tiba suara teriakan Sang Hakim Agung tidak terdengar lagi.     

Alicia tidak ragu lagi dan segera keluar dari tendanya. Alicia melihat pedang milik Hakim Agung terbelah menjadi dua, bukan … bukan hanya pedangnya yang terbelah, tetapi tubuh Sang Hakim Agung juga terbelah menjadi dua, darahnya menyembur di udara. Dalam cahaya api unggun, tubuh Sang Hakim Agung jatuh tersungkur dan mayatnya ambruk di depan kaki seorang wanita.     

Wanita yang memegang pedang raksasa ini adalah si penyerang perkemahan. Wanita ini mengenakan jubah berwarna hitam dan menutupi wajahnya dengan kerudung. Dalam bayang-bayang kerudungnya, Alicia dapat dengan jelas melihat dua bola mata wanita itu yang bersinar berwarna keemasan.     

Dua orang Pasukan Penghakiman lainnya menyerbu si penyerang itu bersama-sama, tetapi tidak ada yang bisa menahan pedang raksasa mengerikan yang dipegang wanita itu. Wanita itu membunuh setiap prajurit hanya dengan satu serangan, membelah tubuh kedua prajurit itu menjadi dua bagian. Pertama, pedang mereka saling beradu, membuat suara yang keras dan memercikkan bunga api. Setelah itu terdengar suara daging dan tulang yang terpotong oleh pedang raksasa milik wanita itu. Suara mengerikan itu terdengar seperti mimpi buruk yang membuat darah Alicia membeku.     

"Itu seorang penyihir!" terdengar seseorang berteriak.     

[Hanya ada satu penyerang … dan wanita ini berani menyerang Pasukan Penghakiman sendirian. Wanita ini pasti si 'Luar Biasa' yang memiliki kekuatan iblis!]     

Ketika Alicia masih tercengang melihat semua pemandangan itu, ia mendengar suara seseorang yang berbicara dengan tegas kepadanya. "Bawa Pendeta Mira pergi dari sini!"     

Alicia berbalik dan melihat Abraham.     

"Apakah kamu memintaku untuk meninggalkan semua rekan-rekanku di medan perang?" jawab Alicia sambil membelalakkan matanya.     

"Kalau tidak, kamu akan mati sia-sia di sini. Apa kamu tidak mengerti?!" Abraham berteriak. "Penyihir itu tidak takut dengan Liontin Penghukuman Tuhan. Penyihir itu pasti si 'luar biasa'. Aku akan mencoba sebisaku untuk menghentikannya. Kamu bawalah Pendeta Mira ke itu ke Benteng Longsong! Ingatlah untuk selalu mengambil jalan utama. Jika kamu bertemu dengan orang lain di jalan, mintalah bantuan mereka!" Setelah berkata demikian, Abraham berlari ke arah si penyerang sambil menggenggam pedangnya.     

Alicia tersentak. [Wanita itu Si Luar Biasa. Hanya Pasukan Penghukuman Tuhan yang bisa menyaingi Si Luar Biasa. Aku harus segera meminta bantuan gereja lokal. Abraham benar. Jika aku tetap tinggal di sini, pengorbanan para prajurit akan sia-sia.]     

Melihat lima Prajurit Pasukan Penghakiman yang sudah mati, para prajurit yang tersisa mengubah taktik penyerangan mereka. Mereka mengambil keuntungan dari posisi tenda dan medan untuk bertempur melawan penyihir ini untuk mengulur waktu. Namun, Alicia tahu bahwa cepat atau lambat, para prajurit ini juga akan mati di tangan si penyihir yang jauh lebih kuat dan lebih cepat.     

Alicia bergegas kembali ke tendanya. Pendeta Mira sudah memakai sepatunya, dan menunggu Alicia. Alicia meraih tangan Mira, dan membawanya ke luar di mana kuda ditambatkan.     

"Apa yang sedang terjadi?" tanya Mira dengan suara parau.     

"Penyihir Luar Biasa telah menyerang batalion! Tolong ikut denganku sekarang!" Alicia menaiki kudanya dan mendesak Mira untuk mengikutinya. "Ayo, cepat!"     

Menyadari bahwa Alicia hampir tidak bisa melihat jalanan di malam hari, ia takut kuda-kuda itu akan tersandung jika mereka berderap di jalan utama. Memperlambat kecepatan kuda untuk memastikan jalanannya aman juga bukan sebuah pilihan yang baik. Penyihir itu bisa dengan mudah menyusul mereka karena mereka tidak bisa melarikan diri terlalu jauh.     

Akhirnya, Alicia memutuskan untuk melepaskan kuda-kuda itu di jalan utama sementara dirinya dan pendeta itu bersembunyi di dalam hutan di pinggir jalan. Dengan cara ini, sulit menemukan mereka jika tidak menggunakan obor.     

Alicia meraih tangan Mira, dan berjalan menjauh dari jalan utama. Perlahan-lahan, Alicia sudah tidak mendengar huru hara pertempuran lagi. Di bawah sinar bulan yang redup, Alicia tetap waspada dengan sekelilingnya. Jauh di dalam hutan, mereka mungkin akan bertemu binatang buas atau beresiko digigit ular berbisa, tetapi setidaknya itu lebih baik daripada bertemu dengan si penyihir.     

Alicia bisa bernafas lega ketika mereka sudah menembus kegelapan dan mendekati wilayah Pegunungan Tak Terjangkau. Tampaknya mereka tidak diikuti oleh si penyihir. Suasananya sangat sunyi kecuali kicauan burung hantu yang terdengar di atas mereka.     

"Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" Mira bertanya.     

Pendeta itu tampak tidak panik melewati keadaan kritis seperti tadi, dan membuat Alicia semakin terkesan. "Pendeta Mira, lebih baik kita menemukan tempat untuk menginap. Ketika fajar menyingsing, kita akan pergi ke Benteng Longsong untuk meminta bantuan."     

"Bukankah kita harus pergi ke Kota Perbatasan? Setidaknya perlu satu hari satu malam untuk pergi ke Benteng Longsong."     

"Tidak." Alicia menggelengkan kepalanya dan menjelaskan, "Aku rasa bukan kebetulan bahwa kita diserang oleh seorang Penyihir Luar Biasa. Penguasa Kota Perbatasan mungkin sudah beraliansi dengan para penyihir. Jika itu benar, terlalu berbahaya bagi kita untuk pergi ke sana."     

"Aku mengerti maksudmu …" Mira tiba-tiba tidak dapat menyelesaikan kalimatnya dan ia terperanjat. Mira tampak sedang menatap sesuatu di belakang Alicia.     

Jantung Alicia berdebar dengan kencang. Alicia berbalik dan melihat wanita berjubah hitam itu sedang melangkah keluar dari bayang-bayang. Mata si penyihir bersinar seperti bintang. Seekor burung hantu turun dan mendarat di bahunya.     

[1] Perubahan roh dalam wujud manusia     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.