Bebaskan Penyihir Itu

Penyergapan di Sungai Air Merah(Bagian II)



Penyergapan di Sungai Air Merah(Bagian II)

0Dibandingkan dengan Lotus yang hanya bisa menonton dari kejauhan, Sylvie bisa melihat semua kejadian itu dengan lebih jelas.     
3

Melalui dinding benteng tanah, Sylvie bisa melihat para prajurit Yang Mulia sedang sibuk mengulangi setiap langkah prosedur untuk menyerang secara teratur. Ketika satu tim yang berisi tujuh atau delapan orang itu bekerja bersama, mereka membentuk suatu kesatuan yang baik. Kantung-kantung amunisi dan peluru besi yang ditumpuk di belakang bilik dimasukkan ke dalam pipa besi tebal kemudian peluru itu dimuntahkan disertai dengan suara yang bergemuruh seperti suara guntur menggelegar.     

Sambil menyaksikan para prajurit Yang Mulia dengan cermat, Sylvie memperhatikan bahwa para prajurit itu pertama-tama menyalakan sumbu tali yang melekat pada ujung laras besi kemudian percikan api muncul dan masuk ke dalam pipa dan menyalakan laras meriamnya. Selanjutnya ada kilatan cahaya api yang membuat Sylvie memicingkan matanya. Api kemudian langsung meluas dan membakar seluruh bagian dalam laras meriam. Cahaya api itu meluas dan bersama-sama dengan peluru besi, peluru itu terlempar keluar seolah-olah peluru itu terlempar oleh sebuah kekuatan maha dahsyat.     

Dalam sekejap saja, peluru besi itu melesat bagai bayangan hitam dan terbang langsung menuju kapal musuh di sungai. Kekuatan peluru besi itu begitu kuat sehingga membuat lubang sebesar kepalan tangan di sisi badan kapal. Meskipun kecepatan peluru besi itu sedikit melambat saat menembus badan kapal, kekuatannya tidak melemah. Seorang musuh yang sedang merangkak keluar dari kabin, terkena peluru di pinggangnya dan tubuh prajurit itu langsung terkoyak menjadi dua.     

Ini adalah pertama kalinya Sylvie melihat pemandangan mengerikan seperti itu. Tanpa menggunakan pisau atau pedang yang tajam, tubuh seseorang dapat terkoyak menjadi dua hanya karena terkena beberapa bola besi bulat yang kecil.     

Karena Sylvie bisa melihat pemandangan menjijikan itu dengan sangat jelas, ia bahkan bisa merasakan cipratan darah dan organ-organ tubuh yang terburai keluar dari tubuh para prajurit malang itu. Banyak prajurit musuh yang tubuhnya hancur atau kepala mereka hancur. Kabin kapal musuh dipenuhi darah dan organ-organ tubuh yang berhamburan di mana-mana.     

Tiba-tiba Sylvie merasa mual dan ia ingin muntah.     

Adegan-adegan mengerikan di dalam kabin menghilang ketika Sylvie menutup Mata Kebenaran miliknya karena konsentrasinya mulai terganggu dan ia kehilangan kekuatannya … kemudian Sylvie muntah.     

"Ada apa?" Lotus terkejut dan ia menopang tubuh Sylvie. "Apakah kamu baik-baik saja?"     

Yang Mulia juga menyadari apa yang dirasakan oleh Sylvie dan ia menyerahkan sehelai saputangan kepada Sylvie. "Jika kamu tidak bisa menyaksikan pemandangan seperti itu, sebaiknya kamu berhenti melihat atau sebaiknya kamu tidak menggunakan kemampuanmu untuk menyaksikan peperangan itu. Beristirahatlah sejenak."     

"Terima kasih, Yang Mulia …" Sylvie mengambil saputangan itu untuk menyeka mulutnya dan berkata, "Aku baik-baik saja."     

Ini mungkin 'penemuan luar biasa' yang pernah disebutkan Maggie dan Kilat, tetapi pada saat itu tidak ada orang yang benar-benar memperhatikan perkataan mereka atau menganggap ucapan mereka serius. Lagi pula, jika Sylvie tidak melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, pasti sangat sulit untuk membayangkan sebuah senjata yang begitu kuat seperti ini.     

Sambil melihat ke medan pertempuran lagi, Sylvie melihat kapal-kapal yang dipimpin oleh Timothy berbaris dan mendekati kedua tepi sungai. Musuh-musuh kini menyadari bahwa serangan intensif yang mematikan itu berasal dari area belakang yang berada di tepi sungai. Namun, musuh tidak mengetahui bahwa Yang Mulia telah mendirikan lebih dari satu benteng tanah.     

Jauh dari garis pertahanan yang berbentuk huruf V, tersembunyi bunker yang tertutup ilalang dan tanaman rambat yang lebat. Jarak antara musuh dan pasukan Yang Mulia setara dengan panjang seluruh armada kapal musuh yang berderet. Artinya, di mana pun kapal musuh berhenti, mereka bisa diserang dari depan ataupun dari belakang.     

Tentara di bunker memegang senapan panjang yang bisa mengeluarkan peluru dan pelurunya bukan berbentuk bola besi. Meskipun peluru itu tidak sekuat bola besi, pelurunya bisa melumpuhkan prajurit yang tidak bersenjata dan itulah yang menjadi sasaran empuk bagi pasukan Yang Mulia.     

Sylvie menduga musuh akan melakukan serangan balik setelah mereka mendarat, tetapi para prajurit Yang Mulia di dalam bunker tidak akan memberi mereka kesempatan untuk mendarat. Sama seperti rencana penyerangan sebelumnya yang sudah disusun oleh Yang Mulia, para prajurit Yang Mulia bahkan tidak perlu menampakkan diri mereka ke hadapan musuh, mereka hanya perlu menargetkan musuh lalu menarik pelatuk senapannya, dan musuh akan langsung dihujani dengan peluru.     

Senjata-senjata itu dapat ditembakkan dengan cepat dan sama sekali tidak merepotkan. Setelah beberapa saat, kapal musuh yang kedua sudah dihancurkan. Prajurit yang sudah terjun ke sungai ingin kembali naik ke kapal mereka, sedangkan sisanya masih berada di atas kapal dan tampak ingin melarikan diri dengan cara terjun ke sungai, atau ingin melarikan diri ke mana saja yang mereka bisa. Lambung kapal musuh sudah hancur dan air sungai mulai masuk ke dalam kapal. Saat kapal itu terbalik, sebagian besar prajurit yang masih berada di dalam air tertimpa badan kapal saat ketika mereka hendak berenang ke tepian. Keadaan musuh sungguh kacau!     

Sambil menyaksikan kejadian itu berlangsung, Roland meletakkan teleskopnya dan memberi perintah kepada Si Kapak Besi, "Sudah waktunya bagi pasukanmu untuk turun ke medan pertempuran. Jika para pemimpin mereka tidak mati di medan pertempuran, tangkap mereka hidup-hidup jika memungkinkan, karena aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada mereka."     

"Baik, Yang Mulia." Si Kapak Besi memberi hormat kepada Roland lalu pergi.     

Roland memandang ke arah Sylvie dan berkata, "Kamu ikutlah pergi bersama Si Kapak Besi untuk memastikan tidak ada satu musuh pun yang lolos."     

Sylvie menganggukkan kepala dan mengikuti Si Kapak Besi lalu keluar dari menara pengawas. Tiba-tiba, Sylvie paham mengapa Pangeran Roland berani melindungi para penyihir di wilayah kekuasaannya … dengan senjata yang begitu kuat, Pasukan Penghukuman Tuhan tidak akan bisa mengalahkan pasukan Pangeran Roland dengan mudah. Jika Lady Tilly juga memiliki senjata-senjata seperti itu, suatu hari nanti para penyihir benar-benar dapat kembali ke rumah mereka masing-masing tanpa rasa takut.     

***************     

Melihat kapal musuh yang sudah hancur berantakan di sungai, Roland merasa sedikit lega.     

Roland memastikan musuh juga akan mati jika mereka berhasil mendarat, memutar haluan kapal dengan menggunakan dayung pasti sangat membutuhkan tenaga dan waktu, mungkin itulah sebabnya musuh tidak bisa melarikan diri saat diserang oleh meriam. Roland pikir musuh akan segera menepi dan mengatur prajurit mereka untuk melakukan serangan balik daripada hancur sia-sia tanpa perlawanan.     

Akan sulit untuk menenggelamkan kapal kayu musuh sepenuhnya dengan hanya menggunakan meriam seberat enam kilogram. Meskipun badan kapal musuh sudah rusak parah, kapal itu masih bisa mengapung di atas air. Dengan demikian, jika musuh berbalik arah, kapalnya akan semakin hancur, tetapi satu atau dua kapal mungkin masih bisa melarikan diri. Namun, begitu musuh memilih untuk mendarat, mereka semua akan tetap mati.     

Dibandingkan dengan pertempuran di Benteng Longsong dan pertempuran di Kota Perbatasan sebelumnya, musuh kali ini bahkan tidak meluncurkan serangan sama sekali. Mungkin pil gereja itu dibatasi pemakaiannya dan musuh hanya akan menyerahkan pil itu kepada para prajurit mereka sebelum pertempuran dimulai, karena itu begitu ada serangan mendadak dari pasukan Roland, musuh tidak bisa merespons secara spontan.     

Si Kapak Besi turun ke medan pertempuran dan bertempur sampai malam tiba.     

Si Kapak Besi dan para penjaga mengawal dua orang tawanan ke dalam perkemahan mereka.     

Sebelum Roland berbicara, salah satu dari kedua tawanan itu sudah mulai berteriak. "Yang Mulia, namaku Sznak. Tolong izinkan aku menulis surat kepada keluargaku, mereka pasti akan membayar uang tebusan dengan harga yang tinggi."     

Tawanan yang satu lagi juga berkata, "Yang Mulia, namaku Elvin Shad, aku putra kedua dari Keluarga Perisai dari Wilayah Utara, keluargaku juga bersedia membayar uang tebusan."     

"Jadi … kalian berdua yang memimpin serangan ini?" tanya Roland sambil menaikkan alisnya.     

"Eh, tidak, kapten kami adalah Tuan Vincent. Sayangnya, Tuan Vincent sudah mati." Sznak menggeliat-geliat sambil terus berbicara, "Yang Mulia, bisakah Anda melepaskan ikatanku? Aku ingin diperlakukan secara terhormat sambil menunggu uang tebusan dari keluargaku."     

Roland menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku tidak menginginkan uang tebusan. Ceritakan saja padaku semua tentang tujuan serta rencana Timothy di Wilayah Barat kemudian aku akan memberikan apa yang pantas untuk kalian sebagai balasannya."     

Sznak ragu-ragu sejenak dan akhirnya berkata, "Mengenai Yang Mulia Timothy, aku rasa aku tidak bisa memberikan Anda informasi apa pun."     

Kesatria dari Keluarga Perisai juga menolak membocorkan informasi dan berkata, "Aku telah memberikan kesetiaanku kepada Yang Mulia Raja Timothy, aku tidak akan melanggar sumpah setiaku."     

Roland menjawab tanpa basa-basi, "Baiklah, bawa mereka pergi dari sini."     

Setelah penjaga pergi, Roland melirik ke arah Si Kapak Besi. "Aku dengar kamu ditunjuk sebagai pemimpin pasukan pengawal dan kamu sangat pandai dalam urusan menginterogasi orang di Kota Pasir Besi? Apakah rumor itu benar?"     

"Benar, Yang Mulia," Si Kapak Besi menjawab dengan penuh percaya diri, "Hanya sedikit orang yang bisa menyembunyikan informasi di hadapanku."     

Roland berbalik dan berkata, "Bagus sekali, tidak peduli metode dan keterampilan apa yang akan kamu gunakan nanti, interogasilah kedua tawanan itu dan dapatkan informasi sebanyak mungkin dari mereka berdua."     

Si Kapak Besi tertegun dan bertanya kepada Roland, "Bagaimana dengan uang tebusan yang ditawarkan oleh mereka, Yang Mulia?"     

"Aku sudah bilang sejak awal, aku tidak menginginkan uang tebusan," kata Roland dengan nada dingin, "Setelah kamu selesai menginterogasi kedua tawanan itu, bunuh mereka."     

[Ini adalah hukuman yang pantas bagi siapa pun yang berani menindas warga sipil dan menyerang Wilayah Barat,] pikir Roland dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.