Bebaskan Penyihir Itu

Sebuah Hadiah Dari Sang Pembalas (Bagian II)



Sebuah Hadiah Dari Sang Pembalas (Bagian II)

0"Dasar Iblis!" Alicia mengambil pedangnya dan berdiri melindungi Mira.      1

"… aku Iblis?" Si penyihir berbicara dengan nada mengejek, dan tidak menunjukkan emosi. "Bagaimana dengan kalian, pengikut gereja? Kalian mengirim anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar ke biara dan menyalahkan para penyihir? Kalian lebih pantas disebut apa?"     

"Omong kosong!" Alicia membalas Ashes. "Gereja mengadopsi dan membesarkan anak-anak sebagai bentuk kemurahan hati Tuhan. Jika bukan karena diasuh oleh biara, berapa banyak dari mereka yang bisa bertahan hidup sampai dewasa? Iblis-iblis merusak anak-anak yang berpikiran lemah dan menyebabkan mereka menjadi sesat, tetapi gereja bisa menyelesaikan masalah ini ketika gereja menemukan salah satu penyihir yang bersembunyi di dalam diri anak-anak itu. Kamu memutarbalikkan kenyataan."     

Mendengar kata "menyelesaikan", Mata berwarna emas milik si penyihir itu tiba-tiba redup. Ashes mengangkat pedang raksasanya hanya dengan satu tangan dan berkata, "Aku tidak tertarik untuk berdebat dengan wanita yang sudah mati, jadi sudah cukup."     

Sebelum Ashes selesai berbicara, burung hantu yang bertengger di bahunya telah terbang, dan Ashes sudah bergerak mendekati Alicia, membangkitkan ingatan Alicia akan rekan-rekannya yang tewas dan terbelah menjadi dua. Alicia malah bergerak maju ke depan si penyihir, membidik bagian di bawah lengan kanannya. Alicia telah berulang kali mendengar selama berlatih pedang bahwa bagian ini adalah titik terlemah jika lawannya menggunakan tangan kanan untuk mengangkat pedang. Jika Alicia menyerang titik ini, lawannya akan membutuhkan beberapa detik untuk memutar arah pedangnya.     

Alicia menyergap Ashes seperti seekor macan tutul, ia menghindari serangan pedangnya. Ketika Alicia melewati Ashes, ia memegang pedang dengan kedua tangannya secara horizontal, dan mencoba mengenai titik terlemah di sisi kanan tubuh Ashes, tetapi Ashes bereaksi dengan kecepatan yang menakjubkan. Hanya dengan satu lompatan, Ashes dengan mudah lolos dari serangan Alicia dan dengan cepat berbalik, sambil mengangkat pedang raksasanya.     

Namun, Alicia belum mendaratkan kakinya di tanah.     

Semua terjadi dalam hitungan sepersekian detik. Alicia melihat separuh betisnya melayang ke udara disertai dengan darah yang menyembur ke mana-mana. Rasa sakit di kakinya membuat Alicia hampir pingsan. Alicia secara naluriah menggertakkan giginya untuk menahan tangisnya.     

Kesenjangan kekuatan antara Alicia dan Si Luar Biasa terlalu besar.     

Alicia akhirnya menyadari betapa hebatnya Abraham, yang telah bertempur melawan Si Luar Biasa, dan berusaha memberikan waktu bagi Alicia untuk melarikan diri.     

Alicia berjuang untuk berbalik dan melihat Mira mengambil sebuah busur panah dari kantungnya, mengarahkan anak panahnya kepada Ashes ketika penyihir itu sedang berkonsentrasi kepada Alicia.     

Ini adalah kesempatan terakhir mereka. Alicia berpikir bahwa ia harus berhasil menarik perhatian Ashes agar tertuju pada dirinya sendiri.     

Ketika Alicia hendak mengatakan sesuatu, pedang raksasa itu menebas dirinya. Tiba-tiba Alicia merasa tenggorokannya tercekat kemudian ia melihat segala sesuatunya jadi terbalik … Bukan, Alicia pikir ia pasti sedang terbang, karena ia bisa melihat tubuhnya roboh ke tanah dan burung hantu itu melesat ke arah Mira. Burung hantu itu berubah menjadi seorang gadis dan merobohkan Pendeta Mira … mata Alicia mengeluarkan darah kemudian yang bisa dilihatnya hanyalah kegelapan pekat, dan kepalanya akhirnya jatuh ke tanah.     

…     

"Batu sialan!" Maggie menyentuh kepalanya yang benjol, sambil mengeluh. "Kamu sangat ceroboh. Jika bukan karena aku, kamu pasti sudah terkena anak panah itu!"     

"Tenang, aku melihat anak panah itu. Aku hanya ingin mengakhiri ini secepat mungkin," kata Ashes. Ashes menggali dua lubang dangkal di tanah, menyeret mayat Alicia dan Mira ke dalam lubang dan menguburnya, ia juga telah mengambil semua Liontin Penghukuman Tuhan milik mereka dan juga emasnya. Dengan melakukan penjarahan itu, Ashes akan memiliki uang untuk melakukan perjalanan ke Pelabuhan Air Jernih. Selain itu, Ashes juga menemukan surat yang dibawa Pendeta Mira. Ashes membaca suratnya sekilas. Di dalam surat itu ditulis bahwa jika Roland Wimbledon, Penguasa Wilayah Barat, terbukti tidak beraliansi dengan para penyihir, Mira harus meminta kepada Roland Wimbledon untuk membeli bayi-bayi perempuan dan anak yatim dengan harga pasar. Semua gadis yang masih di bawah umur dapat ditukar dengan emas atau pil, seperti yang telah gereja lakukan untuk Adipati Ryan sebelumnya.     

Setelah membaca surat itu, Ashes mencibir dan membakar suratnya dengan obor.     

"Ayo kita pergi. Kita masih punya banyak mayat untuk dikubur."     

"Baiklah." Maggie berubah menjadi burung hantu dan memimpin Ashes kembali ke tempat perkemahan Sang Utusan Delegasi.     

Karena Maggie pusing melihat bagian tubuh manusia yang berserakkan dan mencium bau darah yang anyir, Maggie bertengger di atas dahan dan menyaksikan Ashes menggali lubang, menyeret dan mengubur mayat-mayat itu sendirian.     

"Mengapa kamu melakukan pembantaian ini? Akan sangat mengerikan jika gereja mengetahui kejadian ini."     

"Hanya dalam beberapa bulan lagi, gereja akan menyadari bahwa utusan delegasi mereka telah hilang. Gereja biasanya mengharapkan utusan delegasi untuk kembali sekitar dua hingga tiga bulan kemudian, jika si penguasa wilayah bisa bekerja sama selama penyelidikan itu," kata Ashes sambil terus menggali lubang.     

"Tetapi Yang Mulia tidak akan senang jika mengetahui hal ini!"     

"Tolong bicaralah kepadaku dalam wujud manusia." Ashes menghela nafas dan menjelaskan, "Begitu utusan delegasi ini diizinkan memasuki kota, penyihir di Asosiasi Persatuan Penyihir akan terekspos. Mereka bahkan tidak perlu meminta izin kepada pangeran Roland. Yang perlu mereka lakukan hanyalah menginterogasi beberapa orang penduduk. Pada saat itu, Roland hanya akan memiliki dua pilihan. Yang pertama Roland harus berbohong untuk menutupi keberadaan para penyihir. Roland akan berusaha meyakinkan gereja bahwa ia tidak terlibat dengan para penyihir. Yang kedua adalah Roland akan bekerja sama dengan gereja dan menangkap semua penyihir. Untuk utusan yang sudah dipersiapkan dengan baik seperti ini, jika salah satu dari mereka melarikan diri, Hermes akan segera menerima berita itu. Mereka akan mengirimkan burung merpati pengirim surat ke seluruh penjuru. kamu sudah bertemu dengan burung-burung merpati itu, bukan?"     

"Aku sudah menangkap semua burung merpati itu. Mereka tidak bisa terbang dengan baik di malam hari." jawab Maggie sambil menepuk-nepuk kantungnya yang besar. "Ayo kita panggang burung-burung ini besok. Satu untukmu, dan satu untukku."     

Ashes belum pernah melihat Maggie makan burung sebelumnya. Ashes menghela nafas diam-diam, ia berpikir bagaimana mungkin gadis itu begitu tertarik pada daging burung panggang setelah ia tinggal di Kota Perbatasan dalam beberapa hari. "Jika gereja menerima laporan mengenai apa yang terjadi di kota dan memutuskan untuk mengirim pasukannya ke Kota Perbatasan, Roland hanya memiliki waktu satu bulan untuk mempersiapkan diri. Tetapi sekarang, Roland memiliki setidaknya tiga bulan lagi sebelum gereja bereaksi, itu pun jika Roland beruntung … ini adalah hadiah yang aku berikan kepada Roland sebagai ucapan terima kasih atas pedang pemberiannya dan juga sebagai pembalasan dendamku terhadap gereja."     

"Aku mengerti. Ashes, kamu memang orang yang penuh perhatian." kata Maggie memuji Ashes.     

Sebenarnya, Ashes punya alasan lain untuk melakukan pembantaian ini, yang tidak ia katakan pada Maggie. Dengan membunuh seluruh utusan delegasi, Ashes juga mendorong Roland Wimbledon ke titik di mana ia tidak bisa kembali. Ketika gereja gagal menghubungi utusan delegasi, kecurigaan gereja akan mengarah kepada Roland Wimbledon. Pada saat itu, Roland tidak akan memiliki kesempatan untuk mengkhianati para penyihir bahkan jika ia terpaksa melakukannya.     

Hari sudah hampir fajar ketika Ashes selesai menguburkan mayat-mayat itu.     

"Sudah selesai. Sekarang, saatnya untuk mengucapkan selamat tinggal," kata Ashes kepada Maggie.     

"…" Maggie terkejut. "Apa katamu?"     

Ashes menyentuh kepala kecil Maggie dengan lembut dan berjongkok untuk berbicara dengannya. "Bukankah kamu benar-benar menyukai tinggal di Kota Perbatasan? Kamu akan bersenang-senang di sana bersama Kilat dan Wendy."     

"Tetapi …" Maggie menunduk dan merasa ragu. "Aku juga menyukai kamu dan Lady Tilly."     

"Aku tidak menyuruh kamu untuk tinggal di Kota Perbatasan selamanya." Ashes tersenyum. "Roland Wimbledon tidak seperti Tilly. Lagi pula, Roland juga hanya bangsawan biasa. Kita tidak bisa memastikan bahwa Roland akan tetap berada di pihak kita sepanjang waktu. Karena itu, aku menugaskan kamu sebuah tugas. Kamu harus terbang kembali ke Pulau Tidur setiap bulan untuk memberi tahu kami situasi terkini di Kota Perbatasan dan menyampaikan informasi kami kepada para penyihir di sana. Dengan cara ini, kita akan tetap berhubungan dengan Asosiasi Persatuan Penyihir dan kamu dapat membimbing mereka ke Fjords ketika Kota Perbatasan dan Kerajaan Graycastle tidak lagi menjadi tempat yang aman bagi mereka."     

"Benarkah itu?" tanya Maggie sambil mengerjapkan kedua matanya.     

"Tentu saja benar, ingatlah kamu harus menyelesaikan tugasmu. Aku percaya kepadamu," sahut Ashes sambil menganggukkan kepala.     

Setelah pembicaraan itu berakhir, Maggie berubah menjadi seekor burung merpati dan perlahan menghilang ke langit. Ashes menaiki kudanya, dan berderap menuju Pelabuhan Air Jernih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.