Bebaskan Penyihir Itu

Ashes (Bagian I)



Ashes (Bagian I)

1Orang-orang yang datang itu semuanya penyihir. Theo ternyata tidak berbohong. Ashes bisa merasakan kekuatan sihir yang mengalir di dalam tubuh mereka dan bahkan bisa secara kasar membedakan mana penyihir yang kuat dan mana penyihir yang lebih lemah — terutama pemimpin yang berjalan di depannya. Kekuatan sihir Nightingale seperti sebuah pisau tajam yang memotong tubuhnya ketika ia mencoba merasakan kekuatannya.     
1

"Namaku Ashes. Senang bertemu denganmu, saudariku dari Asosiasi Persatuan Penyihir." Ashes meletakkan pedang besarnya di samping dan maju untuk memeluk keempat penyihir itu … tidak, Ashes mengetahui ada lima orang dari mereka. Ashes memandang titik gelap yang berputar-putar di langit. "Apakah ia tidak bergabung dengan kita di bawah?"     

"Gadis itu yang menunjukkan jalan kepada kita," sahut Nightingale sambil tersenyum. "Namaku Nightingale." Nightingale kemudian menunjuk ke tiga penyihir lainnya. "Ini Gulir, Daun, dan Gema." Nightingale mengerucutkan bibirnya ke atas dan berkata, "Gadis kecil itu bernama Kilat."     

Ketika Ashes menatap Gulir, ia tertegun. Kekuatan sihir di tubuh Gulir cukup lemah, seperti awan yang berserakkan di seluruh tubuhnya. Hal ini membuat Ashes terkejut dan ia bertanya, "Apakah kamu seorang penyihir luar biasa?"     

Nightingale juga tampak terkejut. "Kamu bisa melihat aliran kekuatan sihir juga?"     

"Tidak, tetapi aku bisa merasakannya," Ashes menjelaskan. "Penyihir yang luar biasa dapat merasakan bentuk dan aliran kekuatan sihir karena semua bagian tubuhnya telah diubah. Aku pikir Gulir memiliki perasaan yang sama denganku."     

Gulir tersenyum dan menganggukkan kepala. "Kamu benar. Kemampuanku ini telah membantu aku menemukan sejumlah saudari-saudari kita di tengah-tengah kumpulan orang biasa."     

"Apakah penyihir yang luar biasa itu cukup langka?" tanya Nightingale.     

Nightingale berpikir mengenai berapa banyak jumlah penyihir yang luar biasa daripada artinya … Ashes bertanya-tanya apakah mereka belum pernah mendengar istilah itu di Asosiasi Persatuan Penyihir. Itu adalah sebuah rahasia yang dijaga ketat oleh gereja. Hal itu karena penyihir yang luar biasa mampu menggunakan kekuatannya langsung pada dirinya sendiri dan tidak terpengaruh oleh Liontin Penghukuman Tuhan. Penyihir luar biasa mana pun yang diketahui oleh gereja akan langsung menjadi target utama gereja.     

"Dalam seribu penyihir, mungkin hanya ada satu penyihir luar biasa." Terlepas dari pemikirannya, Ashes tetap tenang ketika ia menjawab, "Aku hanya bertemu tiga orang penyihir luar biasa termasuk Gulir dalam hidupku." Ashes berhenti sejenak. "Benar. Aku ingat Cara adalah pemimpin Asosiasi Persatuan Penyihir. Bagaimana kabar Cara?"     

"Cara sudah meninggal." Nightingale menggelengkan kepalanya. "Cara meninggal dalam perjalanan untuk menemukan Gunung Suci."     

"… Sayang sekali," kata Ashes, suaranya melembut. Yang membuat Ashes khawatir adalah tidak ada rona kesedihan dalam ekspresi Nightingale ketika ia berbicara tentang kematian Cara. "Siapa pemimpin baru kalian?"     

"Mari kita bicarakan hal itu ketika kita kembali ke Kota Perbatasan." sahut Nightingale tersenyum. "Kamu bisa bertemu dengannya segera."     

…     

Ketika mereka memasuki kota, Ashes merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Para penyihir ini benar-benar berani berjalan di jalanan sambil memegang obor. Selain itu, kota ini tidak sunyi meskipun hari sudah gelap. Ashes bisa melihat api redup dari jendela kertas di rumah-rumah dan ia mendengar suara anak-anak yang sedang membaca.     

Meskipun lilin bukanlah barang mahal, rakyat jelata mungkin tidak akan menyalakan lilin kecuali dalam keadaan darurat karena keuangan mereka yang terbatas. Tetapi ada banyak rumah di Kota Perbatasan yang mampu membeli lilin. Itu sungguh luar biasa. Selain itu, anak-anak sedang membaca kata demi kata. Apakah orang tua mereka mengajarkan mereka membaca?     

Tetapi hal ini tidak menjelaskan apa pun dan Ashes juga tidak mau bertanya. Bagaimanapun, ini bukan tempat tinggal permanen bagi mereka. Yang perlu Ashes lakukan adalah mengajak para penyihir pergi dari kota ini secepat mungkin.     

Sambil berjalan, mereka semakin dekat ke istana. Ashes bisa melihat dinding dan penjaga yang berjaga dalam kegelapan. "Ke mana kita akan pergi?" Ashes bertanya.     

"Kita akan ke istana Kota Perbatasan. Kita sudah hampir sampai," jawab Nightingale.     

"Tunggu dulu." langkah Ashes melambat. "Di situlah Sang Penguasa itu tinggal."     

"Benar. Tetapi itu juga merupakan rumah bagi kami, para penyihir."     

"Apakah kalian membuat kesepakatan dengan penguasa itu?" Ashes mengerutkan keningnya. Meskipun Asosiasi Persatuan Penyihir memiliki pengaruh yang besar di antara penduduk setempat, hal ini sama dengan berani menentang gereja dan para penguasa yang memiliki Liontin Penghukuman Tuhan. Asosiasi ini dipaksa bekerja dengan mereka. Itu pilihan yang diambil oleh beberapa orang penyihir. Tetapi, umumnya kaum bangsawan enggan untuk membahas kebutuhan penyihir dan terus-menerus menindas dan mengeksploitasi para penyihir yang kurang beruntung. Kolaborasi semacam itu tidak akan berlangsung lama.     

"Semacam itu." Nightingale tidak terdengar tertekan, tetapi terkesan senang. "Kami semua menandatangani sebuah kontrak dengan Yang Mulia."     

Ashes merasa kasihan kepada mereka. Perjanjian secara tertulis memiliki efek yang mengikat. Begitu penguasa mereka tidak ingin melindungi penyihir atau ingin mengakhiri hubungan kerja mereka, si penguasa hanya perlu membuang kontrak itu dan melemparkannya ke perapian. Tidak ada penyihir yang berhak marah. Para penyihir seperti kapal yang terombang-ambing di lautan yang luas, dan berisiko terbalik atau karam setiap saat.     

Untungnya, Ashes ada di sini sekarang. Ashes ingin membawa mereka pergi ke seberang lautan. Ada habitat di sana yang dibangun oleh para penyihir. Mereka dapat menjauhkan diri dari ancaman gereja dan dunia sekuler.     

Setelah melewati gerbang kastil, para penjaga tampak benar-benar terbiasa dengan para penyihir. Mereka bahkan saling mengucapkan salam.     

Dibandingkan dengan istana di Kota Raja, kastil ini tidak begitu luas. Hanya ada beberapa obor digantung di dinding di sepanjang lorong dan cahaya lilinnya tidak bisa menerangi seluruh tempat. Berjalan melalui lorong yang suram membuat Ashes merasa sedikit gelisah. Suasananya menjadi lebih cerah ketika mereka memasuki ruang tamu.     

Di aula, Ashes melihat lebih banyak penyihir yang tampak telah menunggu untuk waktu yang lama. Ketika mereka melihat Ashes, mereka semua bertepuk tangan untuk menyambut kedatangannya. Ketika Nightingale melangkah untuk memperkenalkan Ashes secara singkat, seorang penyihir bergegas mendekati Ashes.     

"Wendy!" terdengar seseorang berteriak.     

Ashes menyadari perilaku penyihir ini dan ia tidak melakukan gerakan defensif. Ashes bisa merasakan kejutan menyenangkan yang dirasakan gadis itu, dan tidak ada perasaan bermusuhan. Ashes dipeluk dengan hangat oleh gadis itu.     

"Kamu benar-benar selamat." kata Wendy dengan penuh kegembiraan. "Terima kasih karena telah menyelamatkan aku pada saat itu."     

Ashes tampak tercengang. "Kamu adalah …."     

"Namaku Wendy." sahut Wendy sambil melepaskan pelukannya dan menatap Ashes. "Aku gadis kecil dari kelas paduan suara. Apakah kamu ingat kepadaku?"     

…     

Di kamar tidur di lantai dua, hanya Ashes dan Wendy yang masih terjaga.     

Ashes tidak pernah berpikir bahwa ia akan bertemu dengan seseorang yang ia kenal dari biara di tempat ini.     

Lebih tepatnya lagi, memanggil Wendy dengan sebutan teman merupakan hal yang melegakan. Jika bukan karena pertemuan mereka malam itu, mereka tidak akan saling mengenal. Sejujurnya, Ashes tidak menyadari ada gadis malang lainnya yang diseret dan dipaksa masuk ke sel bawah tanah itu selain dirinya. Poin yang terutama, Ashes tidak menyangka gadis itu juga akan menjadi seorang penyihir.     

"Setelah melarikan diri dari biara, aku menetap di Wilayah Angin Laut," kata Wendy setelah lama terdiam, "Kemudian aku mendengar kabar bahwa telah terjadi kebakaran hebat di biara itu dan semua anak-anak di biara menghilang tanpa dapat diketahui nasibnya."     

"Sebuah kebakaran?" Ashes menggelengkan kepalanya. "Gereja melakukan itu untuk menutupi skandal itu. Aku membunuh beberapa orang pengurus gereja dan Pasukan Penghakiman yang mencoba menghentikanku sampai … Pasukan Penghukuman Tuhan tiba di sana. Bekas luka di mataku ini karena perbuatan mereka. Seandainya aku tidak memutuskan untuk melarikan diri dengan segera, aku pasti akan mati di sana ketika seluruh Pasukan Penghukuman Tuhan tiba lebih banyak."     

"Pasukan Penghukuman Tuhan …" Wendy mengulangi kalimat itu dengan mata terbelalak. "Pasukan apa itu?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.