Bebaskan Penyihir Itu

Bujukan Yang Paling Ampuh



Bujukan Yang Paling Ampuh

0Theo telah memberi tahu Roland mengenai Ashes secara mendetail, sebelum Roland bertemu dengan penyihir itu.      0

Roland tidak menyangka bahwa Tilly Wimbledon yang telah lama menghilang akan menjadi pemimpin organisasi penyihir lainnya. Terlebih lagi, Tilly sudah merekrut lebih dari setengah penyihir di Kerajaan Graycastle. Dan yang lebih menjengkelkan lagi, sekarang Tilly benar-benar ingin memperluas kekuasaannya di wilayah milik Roland.     

Nightingale telah memberitahu Roland bahwa Ashes adalah salah satu Penyihir Luar Biasa, dan kemampuan Ashes termasuk ke dalam tipe penyihir yang dapat bertempur.     

Setiap penyihir yang 'luar biasa' harus diperlakukan dengan hati-hati. Karena itu, ketika Roland bertemu dengan Ashes di kantornya, Roland meminta agar Nightingale berdiri di sampingnya, namun tidak menampakkan diri. Roland juga mengatur agar Anna berada di dekatnya, untuk berjaga-jaga. Di depan meja Roland, ada beberapa potong Api Hitam yang sangat tipis, tampak seperti dinding, tidak akan terlihat oleh mata telanjang. Jika Ashes berani menyerang Roland, Api Hitam milik Anna ini akan merobek-robek tubuhnya menjadi beberapa bagian.     

Ketika penyihir yang bisa bertempur tidak sedang mengenakan Liontin Penghukuman Tuhan, mereka tidak akan terlalu buas dalam pertempuran antar sesama penyihir, tetapi begitu mereka mengenakan liontin itu, mereka akan memiliki kekuatan destruktif yang tidak terbatas. Untungnya, Liontin Penghukuman Tuhan tidak disukai oleh sebagian besar penyihir. Ashes mungkin telah mempertimbangkan hal ini, dan ia tidak membawa Liontin Penghukuman Tuhan ketika ia datang ke Kota Perbatasan untuk merekrut para penyihir.     

"Penyihir milikmu?! Jangan terlalu sombong," Ashes berkata dengan sinis, "Mereka adalah manusia, bukan barang-barang yang bisa kamu jadikan milik pribadimu!"     

Roland tiba-tiba merasa tercekat dengan ucapan Ashes. Ini adalah pertama kalinya Roland merasa gagal dalam berkata-kata sejak ia tiba di sini. Roland terbiasa mengucapkan kata-kata seperti "rakyatku" dan "milikku", namun, sekarang Roland dikritik karena ucapannya itu. Roland merasa sangat malu. Meskipun di zaman ini, tidak ada yang salah dengan kata-kata seperti "penguasa" dan "wilayah kekuasaan", tetapi tidak bijak untuk mengatakan kata-kata ini di depan Nightingale dan Anna. Tampaknya kata-kata ini bisa membuat orang lain merasa terhina.     

Roland terbatuk dua kali, ia berusaha bertindak senatural mungkin dan berkata, "Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Itu adalah keinginan mereka sendiri untuk tinggal di kota ini, dan aku yakin bahwa kota ini adalah tempat terbaik untuk mereka. Sedangkan di Fjords, cuaca di sana tidak dapat diprediksi, dan di sana ada badai dan tsunami sepanjang tahun. Ditambah lagi, Fjords juga sangat berbahaya, jadi itu bukan tempat yang cocok untuk ditinggali."     

"Tetapi setidaknya gereja tidak dapat menjangkau kami di sana. Para penyihir mampu membangun rumah mereka sendiri, dan menggunakan kekuatan mereka, mereka dapat melawan bencana alam. Tidak ada cara untuk melawan gereja dengan Liontin Penghukuman Tuhan, apalagi melawan Pasukan Penghukuman Tuhan," Ashes kembali berkata, "Apakah kamu tahu betapa bodohnya kamu dengan menyebarkan rumor seperti itu? Berita yang kamu sebarkan hanya akan memancing gereja untuk datang ke sini. Sejujurnya, aku rasa kamu tidak memiliki peluang untuk menang melawan Pasukan Penghukuman Tuhan. Sebaiknya kamu membiarkan para penyihir itu meninggalkan kota ini, dan menghindari tragedi yang sudah pasti akan terjadi."     

Roland telah mendengar tentang kemampuan Pasukan Penghukuman Tuhan dari Wendy. Roland sadar bahwa membujuk Ashes dengan bukti-bukti yang kuat akan jauh lebih efisien daripada menggunakan kata-kata. Tentu saja, Roland juga bisa memilih untuk mengabaikan kata-kata yang disampaikan Ashes. Tetapi jika Roland melakukannya, itu berarti ia menyerahkan para penyihir ini kepada Tilly. Meskipun harapannya tipis, Roland masih ingin mencoba mempertahankan para penyihir itu.     

"Berapa banyak Pasukan Penghukuman Tuhan yang bisa kamu kalahkan dalam waktu yang bersamaan?" Roland bertanya kepada Ashes.     

Ashes tampak bingung, tetapi akhirnya ia mengulurkan tiga jarinya. "Jika hanya tiga orang, aku rasa aku masih bisa mengatasi mereka."     

"Kalau begitu mari kita adakan duel," Roland duduk tegak dan berkata dengan serius, "Biarkan hasilnya yang menunjukkan kepadamu bahwa aku juga bisa menang melawan Pasukan Penghukuman Tuhan."     

"Apa, apa yang sedang kamu bicarakan?" tanya Ashes. Ashes merasa terkejut, tetapi kemudian wajahnya yang arogan akhirnya berubah ekspresi.     

"Duel yang adil, satu lawan satu," kata Roland, "Jika aku bisa mengalahkanmu, itu membuktikan bahwa aku juga memiliki kemampuan untuk melawan gereja, paham?"     

Ekspresi di wajah Ashes menunjukkan bahwa ia berpikir Roland sudah kehilangan akal. Ashes bertanya kembali, "Hanya kamu dan aku saja? Atau kamu ingin para penyihir yang bertarung?"     

"Bukan, tentu saja bukan aku yang akan bertarung. Dan juga bukan para penyihir. Pasukan Penghukuman Tuhan memiliki Liontin Penghukuman Tuhan," kata Roland sambil tersenyum. "Lawanmu adalah seorang kesatria biasa."     

Meskipun Roland merasa menyesal karena ia tidak bisa bertarung secara langsung dalam pertempuran ini, ia tahu bahwa Ashes adalah penyihir 'luar biasa', yang memiliki kekuatan hebat. Melalui keterangan yang didapat dari Wendy, ia tahu bahwa Ashes telah membunuh semua musuhnya di biara dan lolos dari kejaran Pasukan Penghukuman Tuhan. Bahkan jika Ashes hanya memegang pedang kayu atau bahkan tanpa senjata, ia mampu melepaskan seluruh kekuatannya yang mematikan. Dengan demikian, senjata Roland perlu dikembangkan lagi. Demi alasan keamanan, Roland memutuskan untuk memberikan tugas ini kepada Carter. Jika saat ini Roland memegang pistol AK47[1], ia akan bertempur melawan Ashes dengan tangannya sendiri.     

"Seorang kesatria biasa …" kata Ashes, kemudian ekspresi wajahnya kembali arogan. "Jika aku menang, apakah kamu akan membiarkan para penyihir pergi bersamaku?"     

"Tentu saja tidak. Sama halnya jika kamu kalah, kamu tidak akan mungkin memaksa Tilly untuk mengajak seluruh penyihirnya ke Kota Perbatasan, bukan?"     

"Jadi, apa tujuan duel ini?" tanya Ashes.     

"Ini bukan sebuah pertarungan tetapi ini adalah sebuah ujian," jawab Roland, "Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada kamu bahwa aku tidak akan kalah ketika aku menghadapi serangan gereja. Dan jika kamu kalah dalam duel ini, kamu akan mengingat hal ini jika kamu kembali ke Fjords, bahwa jika kamu tidak bisa tinggal di Fjords, ada suatu kota di wilayah barat di mana penyihir dapat hidup dengan nyaman.Tentu saja, jika kamu menang, setidaknya peluangmu bisa lebih besar untuk meyakinkan Wendy dan yang lainnya untuk ikut bersamamu."     

"Aku tidak akan kalah," kata Ashes, "Katakan kepada kesatriamu untuk segera datang."     

"Duelnya tidak sekarang." sahut Roland sambil mengibaskan tangannya. "Aku akan menyiapkan duel ini dalam waktu satu minggu. Selama satu minggu ini, kamu bisa tinggal di istanaku, dan menjalani kehidupan di kota kecil ini dengan para penyihir lain. Mungkin kamu akan mengubah pandanganmu selagi tinggal di sini."     

Ashes menatap Roland sejenak, lalu ia mengangguk. "Mungkin tidak sampai memakan waktu tujuh hari. Para penyihir akan mengubah pandangan mereka, dan meninggalkan Kota Perbatasan bersamaku."     

Roland hanya mengangkat bahu.     

Ketika Ashes berbalik hendak menuju ke pintu, Roland tiba-tiba mencegah Ashes dan bertanya, "Tunggu dulu … Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"     

Meskipun Roland belum pernah melihat Ashes sebelumnya, tetapi melihat wanita ini dari belakang, rasanya Roland merasa familiar. Ingatan Roland langsung terlintas, perasaan familiar ini sepertinya berasal dari Kota Raja.     

"Bukankah para penjaga itu sudah memberitahu kamu?" Ashes tidak menoleh ke belakang. "Waktu itu di istana, jika Tilly tidak menghentikanku, aku rasa kamu hanya akan memiliki satu lengan sekarang."     

Setelah pintu kantornya ditutup, Nightingale menampakkan diri sambil bersiul. "Apakah kamu juga pernah meremas bokong Ashes sebelumnya?"     

"Apa?" Roland terheran-heran. "Aku tidak ingat ada wanita seperti itu di istana. Dan apa maksudmu dengan kata 'juga'?"     

Nightingale memasang wajah seperti "apakah kamu sudah lupa", dan Roland langsung mengingat kejadian dengan "Tyre". Masa bodoh. Meskipun waktu itu Roland benar-benar meremas bokong Tyre, orang lain juga pernah melakukan hal seperti itu. Nightingale masih berutang budi kepada Roland karena telah mengintip kelakuannya yang tidak sopan.     

"Ehem." Anna menyela pembicaraan Nightingale dan Roland. "Apakah kamu yakin kesatria itu bisa mengalahkan Ashes? Jika Carter sampai gagal, itu bisa mempengaruhi kepercayaan penyihir lain terhadap dirimu."     

Untungnya, Anna tampak tenang, jadi Roland merasa lega. "Penyihir 'luar biasa' memang tidak terpengaruh dengan Liontin Penghukuman Tuhan, tetapi Ashes masih bisa bertarung berdasarkan kemampuan fisiknya. Dibandingkan dengan senjata kita yang bisa menembak dengan cepat, perbedaannya sudah jelas. Kita masih memiliki peluang sebesar tujuh puluh persen untuk memenangkan duel itu."     

Dengan demikian, Roland masih harus menyelesaikan pengembangan amunisi pelurunya dalam waktu satu minggu untuk mengalahkan Ashes.     

[1] Senapan mesin     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.