Hasrat Wanita Bayaran

Apakah ini mimpi? tentang semua rasa sakit ini



Apakah ini mimpi? tentang semua rasa sakit ini

0Choon-hee mengerjapkan matanya pelan, sinar mentari pagi mengusik tidurnya saat ini. saat melihat ke arah jendela yang ber-gordeng putih, matanya mengarah pada Sepasang burung yang sedang memandang mentari.     
0

dia tersenyum, bangun dari tidurnya lalu berjalan perlahan ke arah kedua burung itu. mereka seperti tidak terganggu, dia hanya bisa melihat dan tidak menyentuhnya.     

"Mentari pagi ini sangat indah ya sayang?". Choon-hee kaget, saat satu burung bersuara. suaranya seperti seorang perempuan.     

"Iya kau benar, aku ingin melewati banyak mentari bersamamu". Ujar burung satunya lagi yang bersuara laki laki.     

Choon-hee memperhatikan kedekatan mereka dari belakang.     

"Tapi bukankah kita tidak bisa bersama-sama lagi?". Tanya sang burung Perempuan.     

"Tapi kita akan tetap bersama di surga, aku tidak akan membiarkan dirimu pergi sendirian". Ucap sang burung lelaki.     

"Jangan begitu... hidupmu masih panjang, maka jalani hidupmu seperti seharusnya". Sang burung Perempuan seperti mematuk leher burung lelaki. Choon-hee tidak mengerti apa maksud kedua burung tersebut.     

Namun silaunya matahari perlahan membuat kedua burung menghilang dari pandangannya, Choon-hee tersentak kaget saat tiba tiba dirinya tertarik dari kamarnya menuju sebuah Padang dandelion. Bunga bunga berterbangan ketika dia terjatuh di atas mereka.     

Choon-hee terbatuk sebentar dan mulai bangun, melihat ke sekeliling. Padang bunga ini? bukankah rumah kecil milik Edwards? pikir Choon-hee.     

dia terus menatap tajam ke arah depan dengan matanya, melihat bahwa ini benar benar merupakan rumah itu, rumahnya terlihat sangat nyata..     

Apakah di dalam sana juga ada keluarganya? dia tidak mau berlama-lama berpikir..     

dia mulai berjalan, berjalan menebus Padang bunga untuk menghampiri rumah yang seingat Choon-hee sudah terbakar.     

Rumah itu masih utuh, kakinya semakin kencang berlari. Membuka pintu dan melihat bahwa seisi rumah itu terdapat seluruh orang terdekatnya. Keluarganya, Keluarga Douglas, suaminya, bahkan teman teman Choon-hee dari tempat kerja dan juga teman kuliah. Choon-hee terheran, saat dia melewati mereka, mereka tidak merasakan kehadirannya sama sekali.     

lalu wajah mereka tampak sedih, pakaian mereka berwarna hitam. di tangan mereka juga terdapat bunga dandelion yang secara bergantian mereka tiup hingga bunga-bunga itu berterbangan di dalam ruangan.     

Choon-hee mendekati suaminya, dia tampak diam dengan pandangan kosong. dia ingin menyentuh, namun tidak tersentuh sama sekali.. sekali lagi Choon-hee menyentuh tubuh Edwards, tetap tidak bisa.     

Choon-Hee langsung terdiam, saat suaminya berjalan ke dalam sebuah ruangan. ruangan itu adalah kamarnya di Mansion keluarga Douglas. Kenapa bisa menembus kemari? pikir Choon-hee bingung.     

Ranjang tempat tidur Choon-hee terganti dengan sebuah kubah kaca, Edwards menghampiri kubah kaca itu dan membuka penutupnya. saat dia melihat apa isinya, dia terkaget..     

Jantungnya seakan berhenti karena yang dilihatnya saat ini.. adalah dirinya sendiri. Sedang terbaring Menggunakan gaun pernikahannya bersama Edwards.     

Edwards terlihat mencium Kening Choon-hee yang ada di dalam kubah kaca.     

"Selamat beristirahat. aku mencintaimu dan akan tetap selalu mencintai dirimu Choon-Hee." Ucap Edwards, dia yang hanya bayangan disini hanya bisa melihat apa yang suaminya lakukan dengan perasaan sedih. dia tidak ingin pergi, tidak ingin secepat ini.     

Kenapa? kenapa Dirinya bisa ada di dalam kubah kaca dengan wajah pucat?     

"Edwards." bayangannya berkata, dia mendekati Edwards yang masih setia bersama Choon-hee di dalam kubah kaca. "Apa yang terjadi?, aku disini.. apakah kau tidak melihatku? Edwards?."     

"Jika aku bisa memutar waktu, maka aku akan menolak pernikahan kita". Kata Edward lagi.     

"Tidak Edwards, aku disini.. jangan katakan itu, Edwards lihat.. lihat aku disini." Choon-hee melambaikan tangannya di depan suaminya. namun Edwards tetap tidak mendengar.     

"Aku tidak akan pernah Menikahi dirimu, karena aku menjadi sangat kesakitan setelah mengenal dirimu.. Kau terlalu banyak membawa kesedihan,     

dan aku membenci itu". Edwards menekan pipi Choon-hee yang ada di dalam kubah kaca, Ada raut kekecewaan mendalam dari wajah Edwards saat ini.     

"Jangan katakan itu suamiku, aku disini.. aku tidak akan pernah meninggalkan dirimu. Aku mencintaimu dan aku rela melakukan apapun untukmu". Choon-Hee sudah menangis histeris melihat suaminya yang memegang jasad Choon-hee sendiri.     

Tapi...apapun yang Choon-hee katakan di sini tidak bisa di dengar oleh Suaminya.     

Edwards menutup kembali kubah kaca dan menatap ke arah jendela, mentari yang tadinya bersinar tiba tiba berubah menjadi gelapnya malam.     

"Mimpi malam ini membuatku kehilangan dirimu, aku kesal, aku marah, aku ingin membunuh sang waktu agar bisa mengembalikan cintaku, istriku, kekasihku, dan seluruh hidupku.." Edwards menyentuh sisi jendela, ada retakan kaca yang perlahan-lahan mulai menyebar dan jendela itu hancur seketika. Tangan Edwards terkena beberapa pecahan, tangannya berdarah dan darahnya terus mengalir membuat seluruh tubuh Edwards terkelupas.     

Choon-hee yang melihat itu menjerit, menjerit kesakitan...     

Setiap darah yang mengalir dari tubuh suaminya, Choon-hee yang merasakan sakit itu. semakin parah dan semakin kesakitan.     

dia tidak kuat menahan rasa sakit dan rasa terbakar itu, dirinya seketika pingsan. pikirannya kemudian terbang meninggalkan semua kejadian yang membuat hatinya bingung.     

*     

Tarikan kuat justru mengantarkan kesadaran Choon-hee dan membuat dia membuka matanya lagi, saat melihat ke sekeliling. dia dapat melihat ruangan serba putih dan bau obat yang sangat menyengat di hidungnya.     

Tubuhnya tidak bisa di gerakan, rasanya mati rasa..     

Choon-hee menengok ke arah kiri, ada satu ranjang yang saat dia perhatikan lagi disana tidak ada siapa-siapa. dimana ini? apakah ini masih di dalam mimpi? tapi tidak, tubuhnya terasa sangat kaku dan sakit sekali.     

dia tidak bisa menggerakan tangan atau kakinya, hanya leher yang bisa dia putar ke kanan dan ke kiri. itupun dengan perlahan.     

suaranya tidak bisa terdengar, mulutnya hanya terbuka sedikit lalu tertutup lagi.     

dia memejamkan matanya sebentar dan berharap ini hanya mimpi, namun saat dia membukanya lagi. semuanya masih tetap sama.     

Dimana Edwards? pikir Choon-hee, dimana suaminya itu?.     

(Edwards.. sayangku, suamiku, kekasihku. dimana kau?). Kata Choon-Hee dalam hati, dia menangis perlahan. Rasa sakit ini melelahkan dan dia ingin melepaskan Semuanya.     

Tak berapa lama, Edwards yang tadi sedang keluar membeli kopi, masuk ke dalam ruangan istrinya. Melihat istrinya yang sudah membuka matanya, Edwards langsung menghampiri lalu kemudian tersenyum.     

"Kau sudah sadar sayang?." Ucap Edwards sangat senang, mencium kening istrinya yang juga tertutup perban. Choon-hee mau berucap, namun suaranya tetap tidak keluar. apakah dia masih di dalam mimpi? dia tidak jadi meninggal dunia kan? Tidak, tidak mungkin...     

"Tidak apa, kau akan bisa berbicara lagi.. dokter Lita dan para dokter lain akan menyelamatkan dirimu dan anak yang kau kandung." Edwards mengecup tangan istrinya dengan sayang berkali-kali, bersyukur karena istrinya bisa membuka matanya saat ini.     

Choon-hee yang melihat raut wajah senang dari suaminya, merasa sangat bersyukur.. karena Dibalik semua keadaan yang menimpa mereka, Tuhan masih baik memberikan cinta tulus. Choon-Hee berharap ini Kenyataan, tidak masalah jika saat ini dirinya harus menahan sakit yang teramat dalam.     

"Kau butuh sesuatu? minum?". Edwards mencoba menawarkan minum, Choon-hee yang memang haus, langsung menganggukkan kepalanya pelan. Edwards dengan bersemangat mengambilkan minuman yang memang sudah disediakan khusus dalam botol minum dengan sedotan yang pastinya higienis.     

Choon-hee menyedot air secara perlahan, setiap air yang masuk ke dalam tenggorokan membuat rasa sakit nyeri yang tidak bisa dia ungkapkan kepada siapapun.     

"Pelan pelan saja, aku tau pasti sakit. berjuanglah untuk sembuh". Ucapan Edwards seperti obat yang membuat Choon-hee merasa kehilangan sakitnya, dengan segenap Kebahagiaan dia meminum banyak air dan melegakan tenggorokannya yang kering.     

setelah selesai meminum air, Edwards menaruh lagi botol itu ke samping. Mengelus kepala istrinya dengan senyum yang tak luntur. Mereka saling bertatapan cukup lama, walaupun saat ini Choon-hee merasa matanya begitu perih. Mungkin efek obat yang cukup kuat.     

"Aku senang melihat mata indahmu, walaupun seluruh tubuhmu merasa sakit, kumohon jangan menolak jika disuruh minum obat atau makan ya?. aku ingin kau sehat lagi, aku ingin melihat senyummu lagi, aku ingin mendengar suaramu yang memarahi diriku... dan maafkan aku, maafkan kesalahanku terakhir kali. aku selalu egois tidak bisa mengerti keinginan dirimu, seharusnya aku bisa lebih mengerti". Edwards mengecup lagi tangan Choon-hee, mengelus rambut istrinya. Walaupun Edwards tau bahwa seluruh tubuh istrinya semakin mengeluarkan bau yang tidak sedap, Edwards bahkan tau bahwa saat ini istrinya akan terlihat mengerikan karena tubuhnya babak belur dan aroma anyir karena bekas darah yang memang keluar sangat banyak.     

Edwards berusaha mengangguk walaupun susah, dia senang jika Choon-hee yang menurut seperti ini.     

"Kau menggemaskan jika menurut seperti ini, aku senang masih bisa melihatmu. Aku sangat ketakutan sebelumnya, aku takut tidak bisa melihat matamu, tidak bisa melihat mata anak kita yang lahir nanti, Tapi aku bersyukur bahwa Tuhan masih baik, Tuhan membuat kalian bisa bertahan.. dan aku berdoa kalian akan terus bertahan.." ada rasa sakit saat Edwards mengatakan hal itu, Choon-hee dapat merasakannya. Air matanya bahkan sudah turun dari pelupuk matanya.     

"Tidak apa apa, aku tidak akan pergi melihat istriku yang saat ini terlihat jelek bagi orang lain. kau tetap cantik bagiku, kau tetap harum bunga Lily di penciumanku, kau percaya kan padaku?". mendengar hal itu sekali lagi Choon-hee, mengangguk namun air matanya tetap mengalir Tak mau berhenti, bahkan semakin air mata itu keluar. Choon-hee semakin merasakan matanya kesakitan dan nyeri.     

"Ada apa? apakah kau merasakan sesuatu?". Edwards yang melihat raut wajah istrinya yang aneh, mulai merasa resah. "beritahu aku, jika kau merasakan sakit maka kedipkan matamu. tapi jika tidak, maka tidak usah kedipkan. Jadi katakan padaku, apakah kau merasakan sakit?". Tanya Edwards perlahan.     

Choon-hee mengedipkan matanya, Setelah mengetahui itu. Edwards Mulai mengelus-elus tangan istrinya dengan lembut.     

"Aku tau, aku tidak bisa meredakan rasa sakitmu. jika rasa sakit itu bisa di transfer, maka aku dengan sangat rela merasakannya. Tapi maaf, maaf karena aku tidak bisa membantu apa apa. Maaf, dan bertahanlah". Ujar Edwards dengan rasa bersalah. Namun Choon-hee menggelengkan kepalanya sedikit, berusaha membuat suaminya mengerti bahwa dia tidak perlu meminta maaf atas apa yang terjadi.     

Choon-Hee merasa, lebih baik dia merasakan sakit begini. daripada bermimpi buruk Bahwa dia telah meninggal dunia.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.