Hasrat Wanita Bayaran

Waktu berlalu dengan cepat.



Waktu berlalu dengan cepat.

10 Tahun kemudian.     

Edwards baru saja terbangun setelah semalaman dia sibuk membuat tugas anak-anaknya, membuat sebuah cerita tentang liburan Bersama keluarga. Karena anak-anaknya selalu menangis ketika membahas tentang keluarga, akhirnya Edwards sendiri yang membuat cerita itu.     

Pagi ini dia sudah bersiap untuk mandi dan mengurus kedua anaknya yang masih sekolah dan masih sangat manja. Dia mandi dengan gerakan secepat kilat, memakai pakaian seadanya dan memilih untuk langsung berjalan ke ruangan kamar anak-anaknya.     

"Queen.. Qabel.. ayo bangun Nak, ini sudah siang dan kalian harus berangkat sekolah." Edwards menepuk pelan satu persatu pipi kedua anaknya, mereka Bahkan terlihat enggan untuk bangun buru-buru, masih sambil memeluk guling masing-masing. Bukannya bangun, mereka malah menutup telinga agar tidak di ganggu.     

"Kalian yakin tidak mau bangun? padahal hari ini kalian akan di antar oleh Tante Lita." Mendengar kata Lita, kedua anak itu langsung bangun dari tempat tidur mereka dan tersenyum manis.     

"Daddy? benar.. Mommy Lita akan mengantarkan kita berdua ke sekolah?." Queen bertanya lebih dulu, matanya yang sangat cantik dan menggemaskan membuat Edwards tertawa kecil     

"Tante Lita, bukan Mommy.." Kata Edward memperbaiki ucapan anak perempuannya yang sepertinya sangat ingin Lita menjadi ibunya.     

"Ish! Daddy.. dia Mommy aku, dia akan menjadi Mommy Queen.. Oke? Aku akan langsung mandi saja, pasti menyenangkan bisa Bermain dengan Mommy Lita." Queen sudah bangun dari tempat tidurnya dan berlari ke arah kamar mandi dengan buru-buru.     

"Queen jangan berlari!." Edwards berteriak gemas, karena anak perempuannya sangat aktif sekali.     

"Dad? Tante Lita akan mengantarkan kami ke sekolah? bersama dengan Daddy juga?." Tanya Qabel, anak laki-laki Edwards yang masih duduk di atas kasurnya dan tidak berniat buru-buru mandi.     

"Iya, kenapa? kau tidak senang?." Tanya Edwards.     

"Bukan tidak senang, aku tentu saja senang. Karena bisa melihat Queen yang bahagia bisa berada dalam keluarga yang utuh, aku hanya bertanya saja. Terimakasih ya Daddy, kau selalu memenuhi keinginan kami." Qabel memeluk Ayahnya, Edwards yang merasakan pelukan itu hanya bisa memeluk balik dan menghela nafasnya pelan.     

"Maafkan Daddy yang sampai saat ini belum bisa menikahi satu orang wanita untuk menjadi ibu kalian. Rasanya, tidak ada wanita yang pantas menggantikan ibu kandung kalian. Maafkan Daddy ya Nak." Kata Edward dengan rasa bersalah.     

"Tidak apa-apa Daddy, Aku mengerti. kalau begitu aku akan menyiapkan pakaian sekolah Queen. Daddy turun saja ke bawah menyiapkan makanan untuk kami." Kata Qabel lagi, dan Edwards langsung mengangguk paham. dia melepaskan pelukan dari Anaknya, lalu dia memilih bangun lalu keluar dari ruangan kamar anak-anaknya itu.     

Edwards memang menjalankan tugasnya dengan baik sebagai seorang ayah, dia menepati janjinya pada Choon-hee agar menjaga anak-anak mereka dengan baik. Sejak kedua anak mereka lahir hingga berumur sepuluh tahun, Edwards tidak pernah melepaskan pandangannya dari kedua anaknya itu.     

Hingga berat hati dia memberikan Perusahaan Douglas pada Daniel, waktu itu. Edwards meminta bertemu dengan Daniel dan berkata pada lelaki itu bahwa dia sudah cukup pantas untuk mengurus perusahaan. Daniel yang memang selama ini haus akan perhatian kakaknya Edwards, langsung merasa sedih dan bahagia secara bersamaan. Dia berjanji pada Edwards Bahwa Perusahaan itu akan tetap menjadi milik Edwards dan anak-anaknya kelak, karena Daniel tidak akan serakah seperti Nyonya Anne yang memang hanya ingin harta keluarga Douglas.     

Edwards percaya, dia sangat percaya pada Daniel. dan selama sepuluh tahun ini juga Daniel menjalankan perusahaan dengan baik, dia sesekali bertanya pada Edwards langkah apa saja yang harus dia ambil dalam mengurus perusahaan, Edwards hanya membantu seperlunya.     

Dia menjauhkan diri dari kehidupan modern di kota besar, memilih tinggal di Italia bagian pesisir pantai. Ya.. Tinggal dimana tempat istrinya terakhir menghembuskan nafas. Edwards tidak mau meninggalkan tempat itu, karena tempat itu terdapat banyak kenangan, walaupun hanya kenangan sedih. Tapi Edwards tau, suatu hari nanti ada banyak kebahagiaan yang akan menutupi rasa sedih tersebut.     

Dia sudah sampai di dapur dan mulai membungkus bekal untuk anak-anaknya, ada beberapa pelayan yang sudah memasak sarapan mereka, tugas Edwards adalah menyiapkan bekal dan memasukan ke dalam tas kedua anaknya. Edwards hanya ingin yang terbaik, itu kenapa dia selalu memastikan anak-anaknya makan makanan sehat. mereka juga selalu mengontrol kesehatan ke dokter, karena Edwards tidak mau sampai ada satu penyakit mematikan yang anaknya derita. Maklum saja, Edwards cukup trauma. Meninggalnya Choon-hee membuat dia jadi sangat waspada pada penyakit tubuh. dia tidak mau kehilangan kedua anaknya, dia juga tidak mau sampai meninggal dunia disaat anak-anaknya masih kecil.     

siapa yang akan menjaga anak-anaknya? jika Edwards pergi lebih dulu. Dia bahkan meminta pada Tuhan sekali lagi, Bahwa jangan sampai mencabut nyawanya sebelum anak-anaknya bisa hidup dan mencari makan sendiri. walaupun Edwards masih punya banyak saham di beberapa perusahaan, tapi tetap saja. Uang yang dia milik tidak benar-benar bisa membuat anak-anaknya Bahagia dan tetap aman. dia hanya tidak mau anak-anaknya merasakan kesepian dan kesedihan, Seperti Edwards selama ini rasakan.     

"Dimana susu strawberry untuk Queen? aku rasa kau lupa, cepat buatkan. anak itu akan menangis jika susu kesukaannya tidak di bawa." Edwards berkata pada salah satu pelayan yang melupakan hal penting, pelayan itu langsung mengangguk dan memilih untuk membuatkan susu strawberry seperti biasa.     

Edwards menghela nafasnya Sebentar, dia menatap jendela yang menampilkan pemandangan laut pagi itu, sejuk dan damai.. Dia hanya bisa memandangi semua ini tanpa Pelukan hangat dari istrinya. di sebagian hati Edwards, dia bertanya-tanya, apakah istrinya di surga sana senang melihat bahwa saat ini Edwards sudah mengurus anak mereka dengan baik? Mungkin saja.. Edwards berharap hal Seperti itu.     

"Ini Tuan, susu strawberry milik Nona Queen." Kata pelayan.     

"Oh ya, terimakasih." Edwards memasukan susu itu ke dalam tas, setelah memastikan semuanya tersusun dengan baik. dia langsung membawa kedua tas milik anaknya ke ruangan keluarga.     

saat dia sampai Disana, dia melihat dokter Lita yang sedang memainkan game di handphone. "Hai Lita, kau datang sangat pagi. terimakasih sudah mau meluangkan waktumu." Kata Edward dengan suara pelan.     

"Hai Edwards, aku punya banyak waktu hingga dua Minggu ke depan. aku lelah bekerja terus menerus, jadi aku harus meluangkan waktu berharga untuk berlibur. menemani anak-anakmu merupakan hal yang menyenangkan, apakah mereka masih mandi?." Lita menaruh handphone miliknya ke dalam tas dan memilih untuk fokus melihat wajah Edwards yang semakin hari semakin lelah sekali.     

"Ya mereka masih mandi, kau banyak membantu diriku. lebih kau menikah dan memiliki anak, kau sudah menginjak umur 35 tapi masih saja sibuk bekerja, uang tidak akan habis jika kau memilih berlibur beberapa bulan." Edwards tertawa pelan, salah satu pelayan membawakan Teh hangat ke depan mereka. Edwards dapat mencium aroma teh yang terasa familiar.     

"Kau dapatkan Teh ini dimana?." Tanya Edwards.     

"Di salah satu hotel, Selandia baru.. choon-hee pernah berkata kau suka teh aroma ini, yang disediakan pihak hotel saat kalian berlibur waktu itu. Jadi aku bawakan sekalian kemari. minumlah, setidaknya dapat mengobati rasa rindumu." Kata Lita dengan suara yang sangat indah, Edwards meminum apa yang di berikan Lita padanya.     

dia menyesap perlahan teh tersebut dan menghirup dalam-dalam aromanya. "Dia bercerita banyak hal padamu ya?.. bahkan setiap tahun kau selalu membawakan surat yang sudah dia tulis selama dia sakit." Kata Edward lagi, memang selama ini. selama sepuluh tahun terakhir, Dokter Lita mampir ke rumah ini membawakan surat dari Choon-hee.     

Surat yang di tulis istrinya itu saat dia bertemu dengan dokter Lita, Choon-hee berkata bahwa setiap tahunnya dia mau mengirimkan surat pada Edwards dan Anaknya. semua surat yang dia tulis di berikan pada dokter Lita, dan dokter Lita memberikan Semuanya setiap tahun. Choon-hee mau Edwards merasa tidak sendirian selama ini, dia mau Edwards tau bahwa Choon-hee akan selalu menemani suaminya itu di setiap waktu. Ya.. Walaupun hanya berbentuk surat kecil yang mungkin tidak terlalu banyak membantu.     

"Dia juga menulis surat untukku, memberitahu apa saja yang kau sukai dan apa saja yang tidak kau sukai. Dia berkata bahwa aku harus menemani dirimu di masa-masa sulit, sebagai teman yang baik. walaupun aku dan Choon-hee Tidak dekat dalam waktu yang lama, tapi aku begitu menyayangi dia sebagai seorang kakak. dia sangat luar biasa, dia selalu melakukan apapun untuk membuat dirimu bahagia. Aku beruntung mengenalnya, dan aku beruntung mengenal dirimu. Ini.. surat terakhir yang dia berikan untuk tahun ini. dia merasa, sepuluh tahun saja sudah cukup menemani dirimu. dia merasa anak-anak kalian sudah besar dan bisa Memberikan kehangatan pada dirimu. dia juga berkata padaku, sudah waktunya kau move on dan mencari wanita baru. untuk kebahagiaan anak-anak kalian." Lita mengeluarkan satu surat dan kotak yang panjang berwarna hitam, kotak yang panjangnya mungkin hanya setelapak tangan orang dewasa.     

"Ini.. Surat terakhir dan hadiah darinya, selamat ulang tahun pernikahan Edwards. Kata Choon-hee." Lita berkata dengan nada pelan, Edwards menerima kedua hal itu dengan tangan Bergetar, padahal Edwards mau melupakan bahwa hari ini adalah hari pernikahan dia dan Choon-hee. tepat sepuluh tahun yang lalu mereka menikah, Edwards tidak tau Bahwa Choon-hee akan meminta Lita mengatakan semua hal yang cukup menyakitkan pada dirinya saat ini     

"Terimakasih Lita, apakah kau datang kemari karena ingin memberikan waktu padaku? Terimakasih banyak, aku titip anak-anak padamu ya.. aku akan ke kuburan choon-hee dan melihatnya lagi disana, membaca surat ini sambil menatap batu nisan yang terukir namannya." Edwards menghapus sebentar jejak air mata yang tanpa sadar keluar. Lita hanya tersenyum dan mengangguk paham.     

"kita teman Edwards, aku selalu tau apa yang sedang kau butuhkan. Aku dan anak-anakmu akan memberikan waktu terbaik untukmu. aku akan mengajaknya pergi makan dan berjalan-jalan setelah sepulang sekolah, kau bisa berlama-lama mengenang istrimu. Jangan sungkan meminta bantuan pada diriku, oke?." Lita memegang tangan Edwards, lalu dia mengambil tasnya dan memilih untuk menghampiri kedua anak Edwards yang masih mandi. tidak lupa Lita juga mengambil tas kedua anak-anak itu, membiarkan Edwards memiliki waktu pribadi untuk mengenang Choon-Hee...     

Ya.. Mengenang kematian istrinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.