Hasrat Wanita Bayaran

Pernyataan Edwards



Pernyataan Edwards

0Kesendirian ternyata lebih menyakitkan dibandingkan tersayat pisau, Resiko memiliki suami tampan dan kaya. tidak sebahagia yang di pikirkan orang lain, bahkan Choon-hee merasa kebahagiaan enggan berlama-lama berada di samping dirinya dan Edwards. setelah kepergian Bella tadi, Choon-Hee menatap langit sendirian saja.     
0

"Kau sedang memikirkan aku ya?". Suara Edwards yang tiba tiba datang dan meloncat dari arah balkon kamar, membuat Choon-hee hampir terjungkal ke belakang kursi yang di duduki.     

"Edwards!!! kau! apa kau ingin aku mati jantungan!? sejak kapan kau disini?". Tanya Choon-hee yang berteriak, namun Edwards langsung menutup mulut Istrinya itu dengan satu tangannya.     

"Kau cantik sekali jika sedang marah marah, aku merindukanmu. aku tidak bisa tidur dan merasa bersalah karena tidak bisa menemani dirimu. Aku tidak punya teman bicara, akhirnya aku datang kemari". Kata Edwards yang tidak merasa bersalah sama sekali karena membuat istrinya kaget.     

"kenapa kau bisa tau Hotel tempatku berada? kau mematai-matai diriku ya?". Choon-hee sudah melepaskan dekapan dari suaminya itu dan kembali duduk tenang di bangkunya lagi. Choon-hee bahkan memegang jantungnya yang berdetak kencang, Edwards benar benar ingin membuat istrinya mati karena kaget.     

Laki laki ini kenapa bisa ada disini? padahal tadi Choon-hee hanya memikirkan saja, sekarang wujudnya benar benar datang tanpa disangka-sangka.     

"Aku tau semua tentangmu Choon-hee, jika hanya sebuah hotel tempat kau tinggal. tentu saja aku pasti tau, lagipula kenapa kau malah bertanya tentang itu? kau tidak tanya kenapa aku merindukan dirimu?". Tanya Edwards, dia duduk di samping istrinya dengan tenang.     

"Aku tidak perlu tau kenapa kau merindukan aku, bukan urusanku dan aku tidak mau dengar apa apa". Choon-Hee mencoba menutup telinganya, hal itu malah membuat Edwards tertawa. Dia membuka jaketnya lalu menyampirkan ke bahu istrinya. Edwards mengelus pelan pipi istrinya yang terasa sangat dingin.     

"Tubuhmu sangat dingin, kenapa kau berada di luar Kamar? apa kau tidak takut sakit? kau kan baru keluar dari rumah sakit". Kata Edwards yang berbicara begitu lembut, Choon-hee bahkan sudah bergetar tak tahan ingin memeluk suaminya. Namun dia berusaha semaksimal mungkin untuk menahan rasa sialan yang ada di dalam pikirannya. Dia rindu, tapi sedikit tidak percaya diri.     

"Aku tidak apa apa, kau saja terlalu berlebihan". Ujar Choon-hee pelan, suaranya bahkan terasa habis. karena tatapan mata suaminya mampu membuat Choon-hee tidak bisa melakukan apapun. Bahkan untuk menghembuskan Nafas sendiri saja, sangat susah dan takut akan mengganggu keheningan ini.     

"Aku kemari ingin minta Maaf, Maaf Karena perkataan Mommy yang menyakiti hatimu. dan Maaf karena aku yang belum sepenuhnya bisa menjadi suami yang baik untukmu.. aku tau bahwa pernikahan kita ini jauh dari kata bahagia, aku yang selalu membuat kau sedih dan jarang membuatmu bahagia. Tapi aku sungguh sangat menyesal karena kita kehilangan bayi kita, aku sangat menginginkan anak itu ada di dunia ini. Jika kau berpikir aku tidak menyayangi calon bayi kita, kau salah.. aku bahkan sudah memikirkan namanya, aku sudah memikirkan bagaimana bahagianya aku saat memiliki seorang bayi". Ada nada bergetar dibalik suara suaminya, dan itu membuat Choon-hee tak tahan untuk tidak menengok ke arah Edwards.     

Wajah Ramel begitu bersinar dibalik cahaya rembulan, pantulan cahaya membuat wajah Suaminya terlihat seperti malaikat yang baru saja turun dari langit. Ada wajah penyesalan dibalik itu semua, dan Edwards tau bahwa penyesalan itu bukan suatu kebohongan. Namun Choon-hee tidak ingin menerima perkataan itu begitu saja, Choon-hee tidak ingin sakit hati lagi, dia tidak ingin menaruh harap yang berlebihan lagi..     

"Dia sudah tidak ada, semua ini karena kau yang tidak pernah ingin menjaganya. anakku pantas pergi, jika dia datang di dunia ini disaat kondisi yang tidak baik, kurasa anakku akan mengalami keadaan yang tidak baik. Dua keluarga kita saling berselisih paham, kau mencurigai keluargaku. aku tidak terima akan hal itu, kita bertengkar dan akan terus bertengkar. aku juga tidak ingin anakku mendapatkan tekanan berat di dalam masalah keluarga ini, sudah cukup aku yang mengalami Kondisi tidak baik. semua ini karena masalah kalian, Masa lalu keluargamu. keangkuhan dan kesombongan kalian, anak kita akan sangat sedih jika harus merasakan pembalasan dendam yang dilakukan oleh orang lain. apa kau tidak merasa kasihan pada anakmu Nantinya? Lagipula kau akan punya anak dari Violet. Iyakan?." Choon-hee bertanya sambil menghela nafasnya. Membiarkan rambutnya terbang dibawa oleh angin malam.     

Edwards terdiam beberapa saat, keheningan menyelimuti dua insan yang sibuk dengan pikiran mereka, sibuk dengan hati yang begitu berantakan, sibuk dengan keadaan yang tidak memihak sama sekali.     

Tidak ada kebahagiaan diantara cinta mereka, tidak ada rasa percaya diantara hubungan mereka, semua itu karena ulah seseorang yang menciptakan jarak diantara mereka. Jarak yang semakin hari semakin jauh..     

"Aku begitu merasa kehilangan saat kau kehilangan bayi itu, aku begitu kehilangan saat kau mengatakan akan bercerai denganku. katakan bahwa aku tidak memiliki perasaan apapun padamu, tapi kenapa aku begitu sakit? kenapa rasanya dadaku sesak dan pikiranku berantakan? katakan padaku Choon-hee, apakah semua ini adalah cinta? apakah aku mencintai istriku yang sedang menjauh dariku? apakah aku bisa merasakan rasa bersalah saat aku sudah merasakan kehilangan?". Edwards menatap wajah istrinya dengan seksama, mengelus lembut Rambut hitam yang sedang berterbangan itu.     

Choon-Hee hanya bisa terdiam, memandang di balik mata indah itu, dia hanya bisa berteriak dalam hati. berteriak bahwa jika waktu bisa diputar, dia ingin Edwards mengatakan semua perasaan ini saat pertama kali mereka menjadi suami istri.     

Edwards mendekatkan wajahnya ke wajah Choon-hee, Namun karena kesadaran Choon-hee yang belum berlalu pergi. Dia menarik wajahnya kebelakang dan memandang ke arah lain.     

"Tidak semua yang kau inginkan bisa kau dapatkan, Kau tidak bisa begitu saja memutuskan kau mencintai seseorang saat orang tersebut ingin pergi darimu. Jika kekecewaan yang kau rasakan saat ini begitu menyakitkan, apa arti hatiku dulu? apa rasa hatiku saat aku begitu mencintai dirimu dan kau dengan mudah mengacuhkan perasaanku? jika pertanyaanmu adalah kenapa, aku akan menjawab kenapa... karena semua itu sudah berlalu pergi, keadaan disaat aku begitu mencintaimu sudah hilang. mati bersama anak kita, mati bersama darah yang mengalir dibalik rahimku. Tidak ada cinta, tidak ada lagi perasaan bahagia saat bersamamu". Choon-hee mengatakan perasaan itu seperti menusukkan tombak ke dadanya sendiri, Mungkin saat ini dia bukan menyakiti hati Edwards. Namun menyakiti hatinya sendiri..     

Ada satu rasa keegoisan yang berteriak di dalam Hatinya, ego itu membuat hatinya membeku dan begitu sombong. Dia merasa sudah di cintai oleh Edward, namun hatinya masih mau bermain-main pada perasaan itu. Untuk apa? Tentu saja untuk memastikan apakah Edwards benar-benar mencintai Choon-hee atau tidak.     

karena Choon-Hee tidak mau Edwards merasa menang, hanya karena dari kata kata kecil saja dia berharap bisa mendapatkan Choon-hee lagi, dia tidak ingin Edwards berpikir bahwa hati ini seperti batu. Tidak mudah hancur, dan tidak mudah rusak. Choon-hee hanya ingin Edwards belajar dari kesalahan masa lalunya. belajar untuk tidak mencampakkan wanita dengan mudah.     

"Beri aku kesempatan sekali lagi, kesempatan untuk membuat kau bahagia lagi. beri aku kesempatan untuk mengambil lagi rasa cinta itu dari dalam hatimu, beri aku kesempatan untuk menyempurnakan sumpahku di janji pernikahan, beri aku kesempatan untuk menjadi suami serta ayah yang baik untuk kalian. Aku tidak tau apakah aku cukup baik untuk menjadi kekasihmu, suamimu, ayah dari anak-anakmu.. Tapi aku ingin bisa membuat senyum itu terbit dibalik bibir indahmu, setiap hari, setiap waktu.. aku juga ingin udara yang aku hirup adalah udara yang sama denganmu. aku tidak ingin kehilangan lagi, tidak ingin hancur lagi. aku tidak ingin menjadi pria brengsek lagi, jadi kumohon.. Kumohon beri aku kesempatan istriku!." Kata-Kata Edwards begitu menggetarkan jiwa.     

Apakah hati Choon-hee selemah ini? apakah hatinya begitu bodoh dan ingin sekali mengangguk dan mengiyakan semua perkataan Suaminya? apakah Choon-hee memang mudah hancur hanya karena kata kata manis itu?.     

Bibir Edwards berucap dengan tulus, mengoyak isi hati Choon-hee yang paling dalam.     

Tatapan mata Edwards begitu menusuk, membelah jiwa Choon-hee menjadi bagian bagian terkecil.     

Malam terasa begitu panjang, panjang dan menyakitkan..     

Udara terasa begitu berat, seperti pecahan kaca yang terhirup dan membuat darah membanjiri jantung Choon-hee.     

Cinta dan kebodohan...     

Mengapa senang sekali membuat Choon-hee bingung dan linglung?     

"Berhentilah menggodaku Edwards, sekarang lebih baik kau pergi dan lupakan semua omong kosongmu itu. aku muak karena aku sudah benar benar kesal denganmu, aku bahkan tidak tau bisa memaafkan semua perilaku dirimu dengan cepat atau tidak." Kata Choon-hee yang berusaha untuk tidak menangis karena kata kata Edwards begitu menyayat hatinya.     

"Tapi aku butuh jawaban darimu Choon-hee". Ujar Edwards pelan, matanya sudah menenggak ke atas menatap langit langit dengan perasaan gundah.     

"aku sudah menjawabnya, aku tidak bisa. kau kembalilah ke hotelmu sendiri dan lupakan semua pembicaraan ini, jangan mempersulit aku lagi Edwards. Semua ini sudah sangat sulit bagiku, aku tidak bisa mentoleransi jika keluargaku yang kau bawa bawa dalam semua masalah ini, dan jangan lupakan anak kita yang juga sudah menjadi korbannya. lebih baik kau cari musuh sesungguhnya dan bunuh dia!! seperti dia membunuh anak kita". Perkataan Choon-Hee langsung diangguki oleh Edwards, Desahan nafas Choon-hee yang memang terdengar malas membuat Edwards pada akhirnya bangun dari duduknya dan masuk kedalam kamar istrinya itu.     

Choon-hee memperhatikan langkah Edwards, sempat berhenti sebentar lalu memandang ke arah ranjang.     

"Kau masuklah, aku akan pulang jika kau menutup pintu balkonmu dan naik ke atas tempat tidur. sudah terlalu malam, kau tidak bisa terus menerus kedinginan di balkon seperti itu." Kata Edwardmemberi perhatian, Choon-hee yang sudah tidak mau menambah banyak drama. Akhirnya menurut saja dan masuk ke dalam kamar. mengunci baik baik pintu balkon lalu naik ke atas tempat tidur.     

"Aku sudah disini, sekarang kau pergilah. aku ingin tidur". kata Choon-hee malas, memandang ke arah lain karena tidak kuat jika harus berlama-lama memandang wajah suaminya itu.     

Edward berjalan ke arah istrinya dan mematikan lampu kamarnya, setelah itu mengecup kening Choon-hee cukup lama serta dengan penuh kasih sayang.     

"Selamat malam sayang, akan kupastikan orang yang membunuh anak kita, akan kuberikan pelajaran setimpal dan kau akan Melihatnya mati dengan cara mengenaskan." Setelah Edward mengatakan itu, dia memandang wajah istrinya dengan seksama lalu pergi meninggalkan ruangan kamar tersebut.     

cahaya remang remang membuat Choon-hee merasakan perasaan yang membuncah sedih, Edward sudah melangkah pergi dan menutup pintu. membuat Choon-hee meneteskan air matanya perlahan.     

"Edwards, maafkan aku.." Choon-Hee berkata pelan sambil menutup matanya dan menangis dalam diam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.