CINTA SEORANG PANGERAN

Kau Harus Mati Di Tanganku



Kau Harus Mati Di Tanganku

0Ammar melarikan motornya bagaikan orang yang kesetanan. Ia harus menemukan Pangeran Abbash dan Alena secepatnya. Tidak boleh dinantikan sampai besok. Setiap detik dan setiap menitnya sangat berharga.     
0

Ammar kemudian menuju jalan yang ditunjukkan oleh sopirnya Pangeran Abbash. Dan dalam sekejap Ia sudah berada di jalan tersebut. Tetapi Ia tidak melihat apapun. Ammar kemudian bertanya kepada orang – orang yang kebetulan berlalu lalang di sekitar itu. Sayangnya hampir semua orang yang Ia tanya menggelengkan kepalanya.     

Ammar juga memperhatikan ke sekelilingnya. Dihadapannya berdiri gedung – gedung, apartemen mewah, perkantoran yang sebagian sudah mulai ditutup untuk orang umum. Seperti apartemen – apartemen mewah yang pastinya tidak mungkin untuk di masukinya sekarang. Ammar merasa seperti mencari sebuah jarum dalam setumpuk jerami. Apakah Ia harus membakar jeraminya agar Ia dapat menemukan jarumnya itu?.     

Ketika Ammar sedang kebingungan, Ia mendengar handphonenya bergetar. Ammar baru sadar kalau dari tadi handphonenya di silent karena pada saat di gedung tempat di wisuda Ia sengaja tidak menyalakan handphonenya karena di minta oleh penjaga pintu masuk kalau para tamu dan wisudawan untuk mematikan handphonenya atau minimal untuk men-silent kan handphonenya.     

Kini Amar tidak sedang menaiki motor sehingga Ia kemudian merasakan getaran handphonenya. Amar melihat di layar handphonenya yang menelponnya. Dan Ia segera mengangkatnya.     

***     

KAMAR HOTEL     

Sementara itu di kamar hotel. Pangeran Abbash mengeluarkan senjatanya lalu menaruhnya di atas meja rias. Dan Ia kemudian kembali menegak minuman dinginnya. Perasaan segar kemudian menyelimuti perasaannya karena efek minuman dingin.     

Ketika Pangeran Abbash kemudian kembali berjalan menghampiri Alena dan Ia kembali menatap seraut wajah yang sedang terlelap ke dalam mimpi. Pangeran Abbash tadi menyuruhnya tertidur sehingga Alena tidak akan pernah terbangun tanpa suruhannya.     

Pangeran Abbash kemudian mengulurkan tangannya hendak memegang pipi Alena yang begitu mulus dan lembut itu, tetapi kemudian Pangeran Abbash mendengar suara yang sangat keras. Arah itu berasal dari pintu yang ditendang seseorang dengan sangat keras.     

"Brak ! " Suara itu terdengar begitu keras dan saking kuatnya tendangan itu, daun pintu yang terbuat dari kayu akasia itu langsung rusak dan lepas dari engselnya. Pangeran Abbash begitu terkejut dan langsung meloncat menjauh dari Alena persis seperti kucing yang terpergok sedang mencuri Ikan.     

Seraut sosok tubuh tinggi besar itu muncul dari luar dan masuk ke dalam kamar Pangeran Abbash. Seraut wajah tampan yang begitu kelam saking murkanya langsung menerjang Pangeran Abbash dan tidak memberikan kesempatan Ia untuk menarik nafas.     

Tangan Nizam yang begitu kuat dan kokoh mencengkram kerah pakaian Pangeran Abbash yang dan langsung melemparkan tubuh semampai itu menghantam dinding kamar hotel.     

Pangeran Abbash tahu kalau Nizam akan mengejar ke hotel ini. Tapi Ia juga tidak menyangka akan secepat ini. Pangeran Abbash sendiri bukanlah orang yang tidak tahu tentang ilmu bela diri. Begitu tubuhnya menghantam dinding kamar, Ia segera meloncat dan menghapus darah yang mengalir dari sudut bibirnya yang merah. Tubuhnya yang memang masih belum sembuh benar akibat dari pukulan dan tendangan Arani waktu itu membuat tubuhnya terasa remuk redam.     

Pangeran Abbash terbatuk dan langsung memuntahkan darah segar yang mengotori lantai marmer berwarna putih itu. Pangeran Abbash merasakan nyawanya seperti tercerabut dari tubuhnya. Wajahnya pucat pasi menahan sakit. Pangeran Abbash berusaha menekan titik akupunturnya sendiri untuk menghentikan darah yang terus keluar dari mulutnya.     

Nizam menatapnya dengan tubuh yang membeku. Nizam  teramat sangat marah saat ini. Ia merasakan sangat ingin membunuh Pangeran Abbash sekarang juga. Tetapi melihat Pangeran Abbash terluka begitu parah padahal Ia baru melemparnya sekali saja membuat Nizam kemudian lebih mementingkan mencari keberadaan istrinya yang tidak terlihat karena Ia tadi langsung fokus untuk menghajar Pangeran Abbash.     

Sehingga kemudian matanya mencari – cari sosok tubuh Alena dan Nizam menemukannya sedang terbaring di tempat tidur. Nizam segera menghampirinya dan merengkuh Alena dulu dalam pelukannya sebelum Ia melanjutkan menghajar Pangeran Abbash. Prioritasnya jelas mengamankan dulu istrinya.     

"Alena.. sayangku !! " Nizam memeluk Alena dan tidak memperdulikan Pangeran Abbash.     

"Bangun.. sayang. Apa yang telah dilakukan oleh si keparat itu kepadamu " Kata Nizam sambil mendekapkan tubuh Alena ke dalam dadanya. Melihat Nizam memeluk Alena dan tidak memperdulikannya membuat darah Pangeran Abbash langsung mendidih. Pangeran Abbash tahu kalau Ia telah terluka sangat parah dan dengan kondisinya yang sekarang sangat tidak mungkin melawan Nizam yang terlihat sangat marah.     

Di satu sisi Pangeran Abbash sendiri juga  merasa sangat marah karena melihat Nizam memeluk Alena tanpa memperdulikannya. Tingkah Nizam tampak sangat menyepelekannya. Ia seperti seonggok sampah yang tidak patut diperdulikan. Di sisi yang lain juga Ia merasakan kecemburuan yang teramat sangat melihat Alena dipeluk oleh Nizam.     

Betapa menyakitkan melihat Nizam yang begitu mudah memeluk Alena sementara Ia sendiri sedari tadi begitu berhati – hati  hendak menyentuh Alena. Ia hanya berani memeluknya dengan hati – hati dan tidak mendekapnya seperti yang sedang Nizam lakukan.     

Mata Pangeran Abbash seketika menjadi nanar. Darahnya bergejolak seperti ombak yang sedang dilanda gempa. Dadanya yang terasa sakit karena menghantam dinding dengan begitu keras kini mulai terasa sangat panas karena terbakar. Dia marah dan sangat kesal. Ia seperti Rahwana yang menyaksikan Dewi Shinta sedang dipeluk Rama suaminya     

Pangeran Abbash jadi gelap mata. Ia melihat pistol yang tadi Ia simpan di atas meja  dan Ia segera menyambar pistol itu kemudian Ia menembakkan ke arah Nizam.     

Pangeran Abbash tadinya tidak berniat akan  membunuh Nizam karena sama halnya dengan Edward, Pangeran Abbash juga menimbang – nimbang perasaan Alena kalau sampai Ia membunuh Nizam. Pangeran Abbash tidak seperti kakaknya yang sangat ingin membunuh orang – orang yang ada disekeliling Alena karena Pangeran Barry sangat menginginkan Alena menjadi miliknya secara utuh.     

Tetapi Pangeran Abbash tidaklah seperti itu. Ia masih sangat peduli dengan perasaan Alena. Ia tidak ingin Alena menjadi miliknya dengan keadaan Alena membenci dirinya. Ia ingin Alena mencintainya secara sukarela dan bersedia hidup bersamanya dengan tidak ada suatu paksaan.     

Tetapi ibarat seekor macan yang sebenarnya tidak ada niatan ingin menerkam siapapun. Tetapi apa daya tiba – tiba ekornya terinjak dan membuat Ia langsung terbangun karena murka. Nafsu membunuhnya yang sebenarnya tidak ada malah kemudian terbangkit secara tiba – tiba.     

Demikian juga dengan Pangeran Abbash. Niatan tidak ingin membunuh Nizam terhapus ketika Ia melihat bagaimana Nizam memeluk Alena dengan begitu erat dan membenamkan muka Alena ke dadanya yang bidang.     

Emosi Pangeran Abbash begitu memuncak dan membuat Ia langsung menjadi gelap mata. Dalam otaknya kini hanya muncul satu kalimat yaitu Nizam harus mati. Nizma harus mati ditangannya sendiri. Tangan Pangeran Abbash dengan gemetar mengacungkan tangannya yang memegang senjata itu ke punggung Nizam yang sedang duduk  dipinggir tempat tidur membelakanginya dan sedang memeluk Alena.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.