CINTA SEORANG PANGERAN

Apakah Hamba Harus Membunuhnya ?



Apakah Hamba Harus Membunuhnya ?

0Nizam turun dari ranjang dan kembali menggendong Alena dan mendekap Alena dengan erat. Wajah Alena terbenam dalam ke dadanya. Ia masih tidak mengerti, mengapa Ia ada dalam kamar bertiga dengan Pangeran Abbash. Dan mengapa Pangeran Abbash tubuhnya begitu berdarah - darah. Suara Nizam lalu terdengar berbicara kepada Amar.     
0

"Masuklah !! " Kata Nizam sambil kemudian melirik ke arah Pangeran Abbash yang mulai terjatuh ambruk ke lantai. Tubuhnya tergeletak sambil mengkerut menahan sakit di dadanya. Ia ingin mati saja saat ini.     

"Bunuhlah.. Aku. Aku ingin mati saja... Alena.. Alena..Alena.." Suara Pangeran Abbash terdengar sangat memilukan. Dan ketika Amar masuk ia sangat jelas melihat dan mendengar rintihan Pangeran Abbash. Entah kenapa nafsu membunuh Amar menjadi hilang mendengar rintihan si cantik di depannya ini.     

Amar menatap Alena dalam gendongan Nizam. Ia segera memberikan hormat dengan menundukkan tubuhnya. Matanya kemudian melirik ke arah pangeran Abbash dan bertanya kepada Nizam.     

"Alhamdulillah, Yang Mulia Putri Alena selamat. Sekarang apa yang harus hamba lakukan kepadanya ? Apakah hamba harus membunuhnya? " kata Amar sambil menyiagakan senjatanya dan lalu mengarahkan kepada tubuh Pangeran Abbash.     

Tapi Alena dalam pelukan Nizam langsung bereaksi. "Kau jangan membunuhnya, Amar!! Nizam, jangan biarkan Amar membunuhnya. Kasihan dia!! Dia terlalu tampan untuk mati" Kata Alena membuat Nizam langsung mengerutkan keningnya.     

"Mengapa kau berkata seperti itu Alena ? Apa kau menyukainya ?" kata Nizam mulai panas. Darahnya kembali mendidih. Alena begitu  melindungi Pangeran Abbash padahal Ia belum tahu kalau Pangeran Abbash sudah melindungi si kembar. Apalagi kalau tahu mungkin Alena akan langsung memeluknya.     

Dan Alena malah menabok pipi Nizam dengan keras. " Jangan mulai ngaco kamu. Mana bisa Aku mencintai pria lain selain dirimu" Kata Alena sambil tersenyum menggoda.     

Nizam lalu memalingkan wajah ke Amar dan menganggukkan kepalanya. "Iya jangan bunuh dia. Dia belum cukup menderita. Kalau kau membunuhnya maka penderitaannya akan hilang. Aku tidak ingin dia mati cepat – cepat" Kata Nizam sambil kemudian menatap Alena sambil tetap cemberut.     

"Kau puas sekarang ? Aku sudah membiarkan pangeran pujaanmu itu selamat" Kata Nizam. Alena mendorong pipi Nizam oleh telunjuknya.     

"Dasar Kau !! Selalu cemburuan. Cepat kau bawa Aku dari sini. Aku sudah sangat mual mencium bau darah. Lagipula Aku ingin kau melanjutkan kegiatan tadi di dalam mobil" Kata Alena membuat wajah Nizam memerah. Amar memalingkan muka mencoba bersiul – siul perlahan membuang rasa malu mendengarkan kata – kata Alena yang memang tidak tahu malu itu.     

Nizam menganggukan kepalanya sambil keluar melalui pintu yang dobrak tadi. Ia lalu melihat para polisi yang sedang berjajar melihat ke dalam kamar. Mereka tidak berani berbuat apa – apa karena tadi Ia mendengar Chief Jeremy yang mengatakan bahwa Nizam adalah pangeran dan putra Mahkota kerajaan Azura dan yang terpenting adalah Chief Jeremy sangat mempercayai Pangeran Nizam jadi apapun yang dikatakan Nizam mereka harus mengikutinya.     

"Kalian masuklah dan urus orang yang di dalam itu sesuai prosedur kepolisian" Kata Nizam sambil melangkah keluar di ikuti anggukan para polisi dan tatapan orang – orang yang masih bergerombol di luar kamar dengan pintu lift. Mereka seakan tidak ingin ketinggalan adegan seru. Ini seperti menonton drama pembunuhan yang diselingi adegan percintaan.     

Apalagi wajah Nizam yang tampan itu membuat tontonan semakin menarik. Mereka bahkan mengambil beberapa foto dari handphone mereka. Nizam yang biasanya tidak suka publisitas sekarang malah terlihat tidak perduli. Ia memasang wajah dingin sambil terus membawa istrinya keluar dari hotel.     

Tidak lama kemudian mobil meluncur meninggalkan hotel dengan dikendarai oleh Nizam sendiri. Ia sedikit trauma dengan kejadian ini sehingga Ia tidak mempercayai siapapun untuk mengendarai mobilnya dan Alena bertanya dengan keheranan kepada Nizam.     

"Mengapa Kau mengendarai mobil sendiri ?Mana Arani ? mana Ali dan Fuad ? Kalau kau mengendarai mobil sendiri. Bagaimana kita bisa bercinta di dalam mobil ? Memangnya kau bisa bercinta sambil mengendarai mobil? " Kata Alena sambil keheranan.     

"Aku tidak ingin mempercayai siapapun saat ini. Kau berkali – kali hampir lepas dari tanganku. Apa Aku tidak menjadi gila dengan perasaan ini. Dan Kau. Apa kau tahu apa yang sebenarnya terjadi ?" Kata Nizam dengan sedikit berang melihat wajah Alena yang tampak santai.     

"Makanya, biar kau tidak tegang. Bagaimana kalau kita melakukan sesuatu yang akan membuat pikiran kita menjadi jernih kembali " Kata Alena. Dan Nizam tentu saja tahu kemana arah pembicaraan Alena.     

Ini sudah malam hari dan suasana di pinggiran jalan yang akan menuju ke rumah Nizam mulai sepi. Bahkan kini sudah mulai memasuki hutan pinus. Hingga akhirnya di sebuah pinggir jalan besar Nizam menghentikan mobilnya dan membuka kaca jendela agar udah bisa masuk . Ia lalu keluar dari mobil dan melihat situasi dulu. Ia lalu masuk kembali ke dalam mobil dan mulai menarik Alena ke jok belakang.     

Alena tertawa genit sambil merangkul Nizam. Tetapi ketika dia menaikan gaunnya, Ia mulai mengerutkan keningnya dan bertanya kepada Nizam. " Mengapa pakaianku jadi seperti ini? Kemana kebayaku ? Mana pakaian wisudaku ?" Kata Alena sambil kemudian mencoba mengingat – ngingat kejadian tadi.     

Tetapi Nizam tidak membiarkan Alena yang mengingat – ngingat kejadian tadi siang. Ia malah langsung memangku Alena dan membiarkan Alena hanya mengingat saat ini. Ketika malam yang dingin mulai terasa sangat panas. Nizam meluapkan ketegangan emosinya pada Alena. Dan Alena hanya merangkul tubuh Nizam dan membiarkan suaminya melakukan apapun keinginannya.     

***     

KAMAR HOTEL     

Amar menarik tubuh Pangeran Abbash yang tergeletak pingsan. Tetapi sulit mendirikan tubuh yang sedang terkulai pingsan seperti itu. Sehingga kemudian Amar memanggendong Pangeran Abbash oleh kedua tangannya. Air mata Pangeran Abbash masih meleleh membasahi pipinya yang berdarah. Diam – diam Amar sangat senang Ia tidak di suruh membunuh Pangeran Abbash. Ada perasaan sayang pada diri Amar kalau seandainya pria setampan Pangeran Abbash kalau sampai mati ditangannya.     

"Kita akan kemana Tuan? Apakah pria ini akan di bawa ke kediaman Yang Mulia Pangeran Nizam atau ke kantor kepolisian ?" Kata seorang polisi sambil kemudian sibuk berkoordinasi dengan atasannya.     

"Bagaimana dengan perintah Chief Jeremy ?" kata Amar merasa tahu diri kalau ini bukan wilayah wewenangnya.     

Seorang polisi kemudian menjawabnya. "Chief Jeremy memerintahkan kita membawa Pangeran Abbash ke rumah sakit milik kepolisian dengan pengawalan ketat karena dikhawatirkan anak buahnya atau anak buah kakakknya akan membebaskan Pangeran Abbash " Kata Polisi itu sambil kemudian memberikan jalan kepada Amar yang sedang menggendong Pangeran Abbash.     

Tidak lama kemudian beberapa mobil polisi meluncur meninggalkan hotel. Amar tidak lupa untuk meminta nomor rekening si pemilik hotel untuk mentransfer uang pengganti kerusakan hotel yang dilakukan oleh Nizam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.