CINTA SEORANG PANGERAN

Bersabarlah Untukku



Bersabarlah Untukku

0Lila menghembuskan nafasnya. Ia memang sering bertemu dengan para pria, bahkan Ia juga sering menghadapi perlakuan kurang sopan dari beberapa pelanggan Club tempatnya bekerja ketika mereka sedang berada dibawah pengaruh minuman keras. Tapi sungguh berada dengan seorang pria didalam sebuah kamar tertutup baru kali ini.     
0

Lila menjadi sedikit tegang. Kalaulah Ia tidak mencintai Edward tentu Ia tidak akan sudi berduaan dengan seorang pria. Sebagai orang Asia terlepas dari apapun agama dan suku bangsanya ada banyak etika dan tatakrama antara hubungan pria dan wanita. Walaupun orang Indonesia mungkin sedikit lebih bebas dibandingkan dengan India atau Pakistan tapi cenderung lebih ketat dibandingkan Jepang atau Korea.     

Lila menjadi gugup dan Edward yang memang sedari tadi mempelajari gerak-gerik Lila menyadari kegugupan Lila.     

"Apakah Kau takut?" Tanya Edward     

"Takut kenapa? Mengapa Aku harus takut?" Tanya Lila.     

"Apa Kau takut Aku akan menyentuh mu" Tanya Edward.     

"Aku percaya Kau pria yang sopan"     

"Tapi mengapa Kamu menganggapku begitu? Bukankah Kita baru bertemu sebentar"     

"Aku dengar Kau berteman dengan Alena sudah lama. Lebih lama dari berhubungannya Yang Mulia dengan Alena."     

"Hmmm..Iya itu benar. Terus..."     

" Kalau Kau pria yang tidak sopan tidak mungkin Alena bertahan begitu lama berteman denganmu"     

"Kau harus tahu, Alena tidak sedikitpun pernah memberikan harapan kepadaku. Ia selalu menjaga sikap terhadap ku. Jadi bukan karena Aku sopan, tapi karena Ia tidak pernah memberikan Aku kesempatan" Wajah Edward menjadi muram kembali.     

"Maksudmu kalau Aku memberikan Kau kesempatan untuk berbuat tidak sopan kau akan memperlakukan Aku dengan tidak sopan?"     

Wajah muram Edward jadi tersipu-sipu. "Ya kalau Kau tidak keberatan aku perlakukan tidak sopan. Aku akan senang hati melakukannya" Mata Edward jadi berbinar nakal. Lila cemberut sambil mencubit tangan Edward. Edward mengaduh sambil cengengesan sungguh sangat tampan.     

Sesaat mereka lalu terdiam. Tiba-tiba Lila bertanya hati-hati.     

"Mengapa Kau begitu mencintai Alena?"     

"Alena..dia begitu polos, lucu, lugu mmm..seksi dan yang terpenting dia selalu bertindak sesuka hatinya. Ia tidak pernah berpura-pura. Dia tidak pernah tertarik dengan uang atau apapun. Bertahun-tahun Aku mencoba melakukan sebisaku untuk menjadikannya jatuh dalam pelukanku tapi ternyata Nizamlah yang berhasil mendapatkannya.     

Padahal Aku tahu Nizam tidak pernah melakukan apapun untuk mendapatkan Alena. Ia beruntung karena Alenalah yang mencintainya. Tapi itulah takdir" Edward berkata sambil menatap wajah Lila dengan mata yang kembali berkabut.     

" Kau jangan khawatir, Tuhan Akan memberikan gantinya dengan yang lebih baik" Bisik Lila.     

"Terimakasih Lila.. sekarang cepatlah Kau tolong periksa Aku. Aku merasakan badanku sakit-sakit. Apa perlu Aku ke dokter atau tidak?     

"Baiklah. Biar Ku periksa dulu. Untungnya dulu Aku pernah belajar memijat dan mengurut orang" Kata Lila sambil mulai memeriksa tubuh Edward.     

Di Club tempatnya bekerja, Lila belajar memijat karena memang sebagai salah satu fasilitas yang disediakan manajemen untuk para konsumennya adalah pelayan memijat bagi yang menginginkan. Apakah itu kemudian berkelanjutan menjadi pijat plus-plus itu tergantung kesepakatan antara si pelayan dan konsumen. Walaupun Lila tidak pernah berbuat seperti itu tetapi Ia tetap diminta untuk mempelajari juga. Tetapi karena dasarnya Lila sangat cerdas Ia juga mempelajari ilmu memperbaiki patah tulang atau keseleo urat.     

Kepandaian ini memberinya nilai plus karena ada beberapa konsumen yang terkadang saking mabuknya mereka berkelahi sehingga ada yang menderita patah tulang. Dan sebagai pertolongan pertama Lila-lah yang biasa memperbaiki. Ia tidak mengira kalau kepandaiannya memperbaiki patah tulang akan berguna sekarang.     

Tangan Lila sedikit gemetar ketika Ia meletakkan tangan dibagian perut. Edward berbaring terlentang dihadapannya sambil sesekali meringis.     

"Saakit.. sekali. Punggungku terasa remuk" Edward merintih     

"Berbaringlah bertelengkup..Mari Aku periksa punggungmu." Lalu Lila mulai memeriksa punggung Edward. Ia melihat beberapa luka memar. Mungkin karena punggung Edward tadi mengahantam meja. Lalu tangannya menyusuri pinggang Edward untuk mengetahui apakah ada urat yang terkilir. Edward terus merintih menahan sakit. Lila menjadi iba. "Ini sangat biru disebelah punggung. Yang Mulia menendang mu dengan sangat kuat. Ia benar-benar mencemburuimu" Kata Lila.     

"Ia sudah dua kali menghajar ku"     

"Mungkin Kau harus benar-benar menjauh dari Alena sebelum nyawamu melayang seperti nyawa Nendri dan Andre"     

"Aku tidak takut"     

"Kau jangan bertindak konyol. Mencintai istri orang tidak baik. Bukankah masih ada wanita lain yang mungkin lebih baik"     

"Tapi Aku hanya mencintai Alena"     

"Kau belum membukakan hatimu untuk wanita lain. Bagaimana Kau bisa mencintainya" Kata Lila sambil mulai mengurut punggung Edward dengan lembut. Edward memekik ketika tangan Lila mengurut Kakinya yang ternyata mulai bengkak di sebelah betisnya.     

"Akh..sakit Lila.." Edward mengerang sambil mencekal tangan Lila dengan kuat. Tubuhnya sedikit mengejang dan menggeliat.     

"Kau apakan Kakiku? Ouch..sakit sekali"     

"Diamlah...jangan cengeng. Aku menggunakan lotion agar tidak terlalu sakit.."     

"Awas Kamu yah..Aduh...sakit sekali. Apa Aku perlu membalas dengan membuat Kau sakit juga olehku???" Teriak Edward ketika Lila mengurut terlalu keras.     

Muka Lila langsung memerah. Ia jadi semakin menekankan tangannya ke tubuh Edward yang memar. Edward semakin berteriak kesakitan. Ia menggigit ujung bantal agar tidak berteriak keras.     

" Nah sudah selesai. Urat yang keseleo sudah dibetulkan. Kalau di Indonesia kami memiliki banyak ramuan obat untuk mengobati memar seperti ini. Entahlah kalau di Amerika"     

"Lila..Aku tidak memerlukan obat, Aku sekarang ingin Kau memelukku dengan erat" Kata Edward sambil menghulurkan tangannya.     

Lila menggelengkan kepalanya sambil mencibir. "Aku tidak biasa berpelukan dengan seseorang yang bukan siapa-siapa Aku"     

Muka Edward langsung sedikit muram. "Apakah permintaan ku terlalu banyak?"     

"Sebagai apa pelukanku nanti? Apakah sebagai teman atau sahabat?"     

"Anggaplah seperti itu"     

"Tapi di Indonesia tidak ada pelukan teman antara laki-laki dan perempuan. Sedekat apapun mereka"     

"Jadi kau ingin memelukku sebagai apa?" Edward sedikit gusar.     

Lila tersenyum tipis. "Aku tidak ingin dipeluk oleh orang yang bukan suamiku'     

Edward tercengang. "Bagaimana mungkin? Apa Aku harus jadi suamimu dulu baru bisa memelukmu? Aku tidak bisa menikahi mu"     

"Siapa yang meminta Kau untuk menikahiku? Aku hanya bilang kalau yang berhak memeluk ku hanya suamiku. Kau jelas bukan suamiku. Bagaimana bisa Kau memelukku? Kau tahu Edward di negara kami wanita dan pria diumpamakan sebagai gelas kristal dan sebuah mata uang koin. Wanita bagaikan gelas kristal yang harganya sangat mahal tetapi ketika gelas itu retak maka gelas itu lantas tidak ada harganya.     

Sedangkan seorang pria dapat diumpamakan sebagai mata uang koin yang walaupun terlihat tidak berharga tetapi nilainya tidak akan pernah berubah walaupun koin itu sudah cacat atau masuk got atau apapun itu.     

Kalau Kau memelukku tanpa status berarti Aku akan jadi wanita yang ternoda. Aku nanti bagaikan kristal yang retak. Lalu bagaimana bisa Aku menghadapi suamiku kelak.     

Aku harap kamu dapat mengerti prinsip ku. Jadi Kau jangan meminta Aku untuk memeluk mu."     

Edward menatap Lila dengan penuh rasa takjub. "Mengapa para wanita dinegaramu memiliki harga diri yang begitu tinggi?"     

"Begitulah Kami diajarkan oleh orang tua kami. Mungkin Kami tidak keberatan memperlihatkan rasa cinta tetapi Kami harus menghargai badan Kami sendiri"     

Tetapi kemudian Edward memegang tangan Lila. "Menikahlah denganku Lila. Aku ingin memeluk mu. Walaupun Aku tidak mencintaimu. Maukah Kau belajar untuk bersabar terhadap ku??"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.