CINTA SEORANG PANGERAN

Belajar Mencintai (5)



Belajar Mencintai (5)

0Pangeran Thalal menjadi sedikit gemetar, Ia lalu melirik wajah istrinya. Cynthia mendelik kesal dengan kecerobohan suaminya padahal Ia sudah meminta Pangeran Thalal untuk menjaga rahasia karena ini berkaitan dengan nasib Arani. Nizam menjadi semakin kesal melihat Pangeran Thalal dan Cynthia hanya saling berpandangan tanpa bicara sepatah katapun.     
0

"Kau ingin Aku memaksa kalian untuk berbicara atau bagaimana?" Kata Nizam sambil melemparkan dokumen yang dipegangnya ke atas meja. Mukanya sudah berkerut menakutkan.     

"Thalal!! Kau tahu kan Aku paling tidak suka dengan segala macam ramalan atau omong kosong yang seperti itu"     

Pangeran Thalal masih terdiam kebingungan dan ketakutan. Suasana menjadi mencekam sehingga kemudian Cynthia mencoba peruntungannya dengan berkata," Tidak apa-apa..Tidak ada siapapun Nizam, Pangeran Thalal hanya bicara melantur gara-gara tadi dikenalkan kepada Nenek tirinya Edward"     

Cynthia pura-pura bodoh sambil memutar otaknya. Tapi menghadapi Nizam tidaklah semudah menghadapi orang biasa. Sudah sering strateginya dipatahkan oleh Nizam kecuali strategi mendekatkan Alena dengan dia. Itu juga berhasil karena memang pada dasarnya Nizam sudah tertarik duluan dengan Alena.     

Mata Nizam tampak semakin tajam. Wajahnya sudah merah padam. " Kau pikir Aku Alena yang bisa dibodohi seenaknya!!" Suara Nizam tambah menggelegar. Baru saja mulut Nizam berhenti, Alena muncul dari balik dinding sambil ngucek-ngucek matanya. Terlihat sekali Ia baru bangun tidur.     

"Siapa yang Kau bilang bisa dibodohi dengan seenaknya??" Tanya Alena dengan wajah tidak suka. Wajah Nizam langsung pucat Ia lalu tersenyum. Wajah garangnya langsung berubah jadi selembut salju. Pangeran Thalal dan Cynthia sampai melongo dengan mulut terbuka. Bagaimana bisa Nizam merubah raut wajahnya dengan begitu cepat. Sangat luar biasa kejeniusan Nizam yang merambah ke semua sisi. Sampai acting saja bisa sesempurna itu. Ia layak mendapatkan piala Oscar untuk kategori acting seorang suami di depan istri.     

"Ini Sayangku, Cynthia bilang Kau terlalu polos sampai-sampai kepolosan mu membuat mu gampang dibodohi padahal kan tidak seperti itu. Jadi Cynthia Kau jangan salah mengerti lagi!!" Nizam melirik tajam kepada Cynthia. Cynthia langsung menganggukan kepalanya.     

"Iya Alena maafkan Aku. Aku sudah salah berbicara tentang mu. Kalau begitu kami permisi dulu." Cynthia seperti mendapatkan peluang untuk melarikan diri. Ia segera menyeret suaminya untuk ikut dengan nya kabur meninggalkan apartemen Nizam. kesempatan emas ini tidak boleh disia-siakan. Tuhan seperti sedang menolong mereka dengan membandingkan Alena.     

"Hey...mau kemana kalian? Urusan kita belum beres!!" Kata Nizam dengan geram.     

"Apa Aku harus ceritakan pada Alena siapa yang sebenarnya Kau bilang bodoh?" Kata Cynthia sambil masih memegang tangan suaminya. Ia berkata dengan posisi masih didepan pintu dan tidak menoleh sedikitpun ke arah Nizam.     

Nizam mengepalkan tangannya dengan kesal. "Kalian memang beruntung. Tapi Aku tetap tidak akan melepaskan kalian sebelum aku tahu yang sebenarnya"     

Cynthia tidak menjawab Ia malah membuka pintu dan keluar tergesa-gesa sambil tetap menyeret suaminya. Pangeran Thalal melirik ke arah Nizam sebelum keluar. Tapi langsung memalingkan muka melihat wajah Nizam yang seperti macan kelaparan.     

"Ada apa Kau bangun? " Tanya Nizam sambil menuntun Alena untuk duduk.     

"Punggungku sakit, kakiku juga sakit." Alena merengek dengan manja. Tangannya memegang pinggangnya yang sakit.     

Nizam mengerutkan keningnya tapi Ia segera membopong tubuh Alena dengan sekali gerakan. Alena sampai memekik kaget. "Ayo Aku pijat menggunakan minyak Lawang yang kau datangkan dari Indonesia."     

Alena tersenyum manis. "Kau sungguh suami yang sangat baik.     

Hidung Nizam serasa tambah mancung dipuji istrinya. Padahal nyaris saja Ia membuat huru hara dengan Alena. Siapa yang menyebut istrinya bisa dibodohi. Nizam tersenyum kecil. Ia membaringkan tubuh istrinya yang semakin terasa berat.     

"Apa Aku berat ??" Tanya Alena sambil menselojorkan kakinya. Nizam tidak menjawab Ia malah mengambil minyak Lawang dari kotak obat dan mulai melumuri kaki Alena dengan minyak tersebut. Lalu dengan sangat terampil tangannya mulai memijat.     

"Nizam..Aku bertanya kepada mu, Apa Aku berat?"     

Nizam tengadah lalu menjawab. "Berapapun berat badanmu sepanjang masih bisa Aku bopong dengan mudah berarti masih ringan."     

Alena menarik nafas dengan lega. Lalu Ia bertanya lagi. "Nizam..."     

"Hmmm...." Nizam hanya mengguman sambil mengelus betis Alena yang sedikit bengkak.     

"Alena..betismu sedikit bengkak" Kata Nizam sambil memperhatikan betis Alena.     

"Benarkah??" Kata Alena sambil ikut memperhatikan betisnya.     

"Mungkin tadi kelelahan karena kau muter-muter terus ditaman hiburan"     

"Habis Aku kesal, Aku belum pamitan pada Edward dan Lila sudah Kau suruh pulang. Nanti dikiranya kita tidak menghormati mereka. Nizam kira-kira mereka sedang apa ya sekarang?" Kata Alena bertanya dengan pandangan menerawang.     

"Mungkin mereka sedang membereskan tempat bekas pernikahan mereka.." Nizam menjawab dengan wajah sebal. Ia memutar jempolnya di telapak Kaki Alena dengan sedikit keras.     

"Akh..sakit Zam, jangan keras-keras. Tapi Zam..mengapa mereka harus membereskan tempat pernikahan mereka. Bukankah Edward punya banyak pembantu. Lalu pada kemana pembantunya?" Alena tampak kebingungan.     

"Pembantunya pada bubar semua."     

"Hah?? Kenapa bubar??"     

"Soalnya mereka sedang menikmati malam pengantinnya."     

"Lho bukannya yang menikah Edward dan Lila? Lalu mengapa yang malam pengantin para pembantunya?"     

Wajah Nizam jadi memerah Ia menghentikan pijatannya lalu berbaring disamping Alena. Tangannya meraih tisu basah yang ada meja kecil disamping tempat tidurnya. Lalu melap tangannya agar bersih dari minyak Lawang.     

"Tidurlah Alena..jangan bicara lagi. Mari sini Aku peluk" Nizam memeluk Alena dengan lembut.     

"Nizam..." Alena seperti hendak bicara lagi tapi kemudian mulutnya dibungkam oleh mulut suaminya. Malam semakin gelap dan kelam. Nafas Alena dan Nizam seakan ikut berlomba dengan nafas Lila dan Edward.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.