CINTA SEORANG PANGERAN

Yang Mulia Sungguh Sangat Peka



Yang Mulia Sungguh Sangat Peka

0Cynthia berjalan perlahan - lahan. Pikirannya penuh dengan persoalan Zarina. Ia ingin persoalan ini berjalan sesuai rencananya. Jalan satu - satunya yang terbaik adalah memang menjodohkan Amar dengan Zarina. Kalau sampai Zarina menikah dengan suaminya yang terbayang adalah amukan Alena. Alena pasti akan menghajar Pangeran Thalal habis - habisan dan lebih parah akan menendang suaminya dari sisi  Nizam. Dengan karakter Alena yang serampangan apapun bisa terjadi.     
0

Cynthia melangkahkan kakinya menuju kamar Amar tetapi di jalan Ia tidak sengaja melewati kamar yang dijagai oleh pengawal. Kamar yang dijaga pengawal adalah kamar - kamar yang berisi orang - orang penting. Setahu Cynthia kamar di jajaran ini adalah kamar kosong yang biasanya digunakan untuk menginap anggota keluarga kerajaan. Ketika penjaga itu membungkuk memberikan hormat kepada Cynthia sambil mengerutkan keningnya Cynthia menunjukkan telunjuknya kepada penjaga itu memberikan pertanyaan siapa di dalam dengan menggunakan bahasa isyarat.     

Tapi baru saja penjaga itu mau menjawab, pintu terbuka dari dalam dan keluar Nizam dalam posisi duluan. Jubah putih tanpa cela, penutup kepala terpasang rapih dan wajah tampannya tetap memancarkan keanggunan seorang calon raja sejati. Nizam tampak terkejut melihat Cynthia yang berdiri di depan kamar yang barusan Ia gunakan untuk memadu cinta, Mereka berdua jadi saling berpandangan dengan penuh arti. Dari dalam kemudian muncul Alena menggeser tubuh Nizam ke samping.     

"Mengapa Kau malah berdiri mematung, sana geser!! " Kata Alena sambil menggeser tubuh Nizam tetapi kemudian matanya terbelalak melihat tubuh Cynthia yang berdiri di depan mereka.     

"Wah..Cynthia jangan kau bilang kalau kau dari tadi sengaja berdiri di depan kamar kami menunggui kami selesai ber mmmf...mmf..." Alena tidak dapat meneruskan bicaranya karena tangan Nizam dengan cepat sudah menarik tubuh Alena kepelukannya dan kemudian membekap mulutnya.      

"Jangan dengarkan sahabatmu!! Aku permisi dulu.." Kata Nizam sambil membawa Alena yang meronta - ronta tidak terima ditutup mulutnya.     

"Aku mengerti Nizam.. Istrimu memang tidak ada duanya" Kata Cynthia sambil tersenyum. Ia lalu melanjutkan perjalanannya. Para penjaga saling berpandangan dan segera mengikuti langkah Nizam dan Alena. Tidak ada satupun diantara mereka membuka mulut karena memang para pelayan dan penjaga itu dilarang membuka mulut jika tidak ada perkataan penting.     

Untungnya kamar Amar tidak terlalu jauh dari pusat rumah. Ia berada diruangan tempat para penjaga kelas atas berada. Dan karena Amar termasuk orang penting kamarnya di jaga penjaga juga.     

Para penjaga itu membungkukkan badannya dengan hormat. Seorang penjaga berbicara dengan sopan.     

"Apakah Yang Mulia hendak bertemu dengan Jendral Amar ?" Kata Penjaga itu berkata.     

Cynthia menganggukan kepalanya sambil menatap para penjaga yang ada di depannya. " Tuan Jendral Amar sedang melatih para penjaga di lapangan timur bersama Nyonya Arani " Kata Penjaga itu.     

"Ooh.. begitukah ? Apakah mereka sudah lama melatihnya ? Kira - kira kapan selesai ?" Cynthia bertanya dengan teliti.     

"Biasanya mereka berlatih setiap hari selama setelah sholat Ashar sampai sebelum maghrib. Tetapi jika Yang Mulia berkenan, biarlah hamba panggilkan Tuan Amar" Kata penjaga itu.     

Cynthia mengangkat tangannya dan menggoyang - goyangkan, " Tidak !! Jangan !! Biar Aku saja yang kesana. Aku khawatir akan mengganggunya. Kalau Aku disana Aku akan tahu kapan Aku harus mengajaknya berbicara dan kapan Aku akan berhenti"     

"Yang Mulia sungguh sangat bijaksana" Kata penjaga itu sambil membungkukkan badannya lalu berkata lagi.     

"Mari ikuti hamba berjalan ke arah sini menuju lapangan Timur." Kata penjaga itu sambil berjalan mendahului Cynthia. Cynthia berjalan mengikutinya. Hanya seorang penjaga yang mengantarnya karena penjaga yang satunya lagi berdiri berjaga di depan kamar Amar.     

Setelah melewati dua Aula dan beberapa taman akhirnya mereka sampai di sebuah lapangan tempat berolah raga. Lapangan itu adalah lapangan tempat bermain sepak bola karena lantainya ditumbuhi rumput alami dan gawang yang dipasang saling berhadapan. Cynthia berdiri di tepi lapangan dan melihat ada sekitar 50 orang penjaga laki - laki yang sedah berlatih. Di sisi lapangan berjajar berbagai macam senjata dari panah, tombak, pedang tetapi Cynthia malahan tidak melihat senjata api. Sungguh lucu di zaman modern di mana nuklir sudah digunakan para penjaga Azura ini masih berlatih senjata tradisional.      

Penasaran Cynthia lalu bertanya ke penjaga yang mengantarnya, "Ini sudah zaman modern. Tapi masih saja mereka berlatih senjata seperti itu. sungguh lucu" Kata Cynthia sambil menatap deretan tombak yang berjajar rapih.      

"Itu karena senjata modern tidak akan menggantikan senjata tradisional. Senjata modern membutuhkan peluru yang setiap saat dapat habis kapanpun tetapi senjata tradisional memiliki kekuatan yang tidak terbatas sepanjang orang yang memegangnya tetap hidup. Senjata tradisional juga biasanya memiliki roh yang dapat menyatu dengan pemiliknya.     

Tetapi kami tidak diperbolehkan menggunakan kekuatan roh di dalam senjata kami karena Yang Mulia pangeran Nizam melarangnya. Kami harus menggunakan senjata itu sesuai dengan keterampilan fisik kami dan bukan menggunakan kekuatan batin." Penjaga itu menjelaskan panjang lebar tetapi Cynthia langsung dapat menangkap makna penjelasan dari penjaga itu.     

"Aku tahu. Kerajaan kalian memang kerajaan yang masih memegang teguh adat tradisional dan masih menggunakan cara - cara mistis untuk melawan musuh. Hmmm... sayangnya Pangeran kalian anti terhadap ilmu yang seperti itu" Kata Cynthia.     

"Benar Yang Mulia. Bertahun - tahun Yang Mulia Nizam tinggal di Amarika. Hanya Yang Mulia Pangeran yang berpikiran modern dan satu lagi dengan Pangeran Thalal karena Pangeran Thalal juga kuliah di Amerika untuk sarjana psikologinya" Kata Penjaga itu. Cynthia tersenyum senang dengan penjelasan dari penjaga itu.     

"Kau sungguh penjaga yang pintar.." Kata Cynthia membuat si penjaga tersipu - sipu malu. Cynthia kemudian melihat Arani yang sedang melatih para penjaga itu menghentikan kegiatannya dan Ia lalu tampak memberitahukan Amar kalau ada Cynthia. Mereka segera melangkah menuju Cynthia setelah menyuruh para penjaga berlatih sendiri.     

Amar dan Arani lalu membungkukkan badannya dengan sopan ke depan Cynthia dan menyapanya. " Assalamualaikum Yang Mulia Putri Cynthia. Sungguh suatu keberuntungan bertemu Yang Mulia di sini" Kata Amar sambil tersenyum dan Arani hanya mengguman setelah mengucapkan salam kepada Cynthia.      

Cynthia menganggukkan kepalanya dan menjawab salam mereka. " Aku sengaja datang kesini, kalau tidak keberatan ingin berbicara dengan Amar "     

Arani dan Amar tampak kebingungan tetapi Arani langsung membungkukkan badannya, " Silahkan Yang Mulia. Kalau di izinkan hamba akan melanjutkan kegiatan hamba melatih para penjaga" Kata Arani sambil membungkukkan badannya. Cynthia menganggukan kepalanya dan membiarkan Arani pergi melatih kembali para penjaga.     

Tubuh tegap Arani dalam balutan pakaian hitam - hitam membuta Arani seperti seorang pendekar wanita. Ia benar - benar sangat kekar walaupun sisi feminimnya masih terlihat jelas seperti dada yang membusung indah dan pinggul yang sedikit lebar dibandingkan dengan pinggul pria.      

Amar sedikit kebingungan karena perkataan Cynthia yang ingin berbicara dengannya. Tetapi Ia tidak berani membantah. Cynthia kemudian berjalan ke sebuah meja bundar dengan empat kursi yang mengelilinginya. Di atas kursi meja itu ada payung atap yang menaungi orang - orang yang duduk di dalamnya. Cynthia kemudian duduk setela Amar menarik kursi dari mejanya. Sedangkan Ia sendiri baru duduk setelah setelah Cynthia mempersilahkannya.     

"Duduklah Amar, Kau tahu ada sesuatu hal penting yang harus kita bicarakan. Mungkinkah kau sudah bisa menebak permasalahannya apa?" kata Cynthia sambil mengetes kepekaan Amar. Amar malah tersenyum manis mendengar kata - kata Cynthia.     

"Kalau hamba tidak salah menebak, pasti ini tentang rencana lamaran hamba kepada Zarina" Kata Amar sambil saling mengusapkan jarinya.     

"Tidak salah kau menjadi kaki tangan yang Mulia ibarat mata. Kau adalah mata kiri Yang Mulia Nizam dan Imran mata kanannya. Sedangkan Arani adalah pengendali kalian" Kata Cynthia berbicara tenang membuat Amar menatap dengan penuh kekaguman kepada Cynthia.     

"Yang Mulia memang sangat peka, akurat dan analisanya tajam. Sungguh suatu keberuntungan memiliki Yang Mulai ada bersama kami" Kata Amar.     

Cynthia hanya tersenyum tidak perduli dengan  pujian Amar karena Ia tidak termasuk orang yang gila pujian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.