CINTA SEORANG PANGERAN

Bahagianya Amar



Bahagianya Amar

0"Tergantung dari apa maksudmu ? kau jangan macam - macam disini " Kata Alena mulai naik pitam tetapi Ia berusaha mengontrol emosinya. Nizam mendadak hendak bangkit tetapi tangan adiknya langsung terhulur menekan pundaknya. Pangeran Thalal tahu kalau sedari tadi kakaknya begitu menahan perasaan. Dan tinggal menunggu meledak.     
0

Nizam menoleh ke arah adiknya. Pangeran Thalal menggelengkan kepalanya. Pangeran Abbash kelihatannya mancing - mancing emosi Nizam. Ia sama sekali tidak takut kalau Nizam akan memukulinya. Karena itu adalah harapannya. Ia ingin menciptakan keributan agar situasi menjadi tidak terkendali dan Ia bisa membawa kabur Alena.     

Acara saat ini sebenarnya bukan saja tentang Zarina dan Amar tetapi saat ini adalah tetapi episode pertemuan Alena dan Pangeran Abbash secara nyata. Bagaimana keduanya saling menaksir fisik mereka masing - masing. Dan itu tidak termasuk perasaan, karena masing - masing Alena maupun Pangeran Abbash kelihatanya sedang saling menipu. Apa yang ditampilkan di permukaan tidaklah menggambar sifat mereka secara terang - terangan.      

"Maksudku tergantung dari orang tuanya Zarina. kau jangan marah dulu Yang Mulia Putri Alena. Kalau orang tua Zarina lebih menyutujui Zarina menikah dengan Jendral Amar maka Aku bisa apa. Lagipula perjodohan ini pada dasarnya hanya untuk menyelamatkan Nona Zarina karena Aku pribadi paling tidak suka menyakiti wanita. " Kata Pangeran Abbash sambil mesem - mesem lucu. Ia sangat menyukai mimik wajah Alena ketika Ia sedang marah. Di matanya wajah Alena jadi semakin berlipat - lipat cantiknya.     

Alena tersadar Ia terbawa emosi. Ia menurunkan tingkat kemarahannya dan mencoba meluruskan segalanya. "Aku senang kau dengan kerelaan hati telah memberikan posisimu kepada Jendral Amar. Mereka saling mencintai jadi sangat tidak bijaksana memisahkan dua insan yang saling mencintai" Kata Alena sambil tersenyum lucu.      

'Tentu saja. Aku sangat setuju dengan Anda Yang Mulia Putri Alena. Dua orang yang saling mencintai haruslah bersama. Tetapi adakalanya cinta itu akan luntur seiiring berjalannya waktu. Jadi ketika cinta lama luntur maka cinta baru akan muncul. Benarkah begitu Yang Mulia Pangeran Nizam?" Kata Pangeran Abbash kepada Nizam.     

Muka Nizam sudah seperti besi yang dibakar, mulutnya berdesis dan giginya saling gemeretak. Ia sudah sangat ingin meloncat dan menerjang maju menghajar Pangeran Abbash. Tapi tangan Pangeran Thalal masih ada dipundaknya. Cynthia bukannya tidak tahu kejadian ini hingga akhirnya dia berkata dengan manis.     

"Mohon izinkan Saya berbicara Yang Mulia Pangeran Nizam. Saya sependapat dengan Yang Mulia Pangeran Abbash bahwa cinta itu bisa saja luntur sewaktu - waktu. Tetapi bukankah cinta yang datang dengan hati yang tulus akan mendatangkan kasih sayang yang luas bagi keduanya.     

Dan kasih sayang ini cenderung abadi dibandingkan cinta. Itulah sebabnya banyak pernikahan yang hanya terjadi satu kali seumur hidupnya. Walaupun banyak godaan dan rintangan yang menghadang mereka tetap bersama sampai maut memisahkan." Kata Cynthia dengan bijaksana seakan sedang mengelus Pangeran Abbash tapi sekaligus memukulnya dengan telak.     

Wajah Pangeran Abbash tidak berubah sedikit pun mendengar sindiran Cynthia. Hari ini adalah hari yang terindah dalam hidupnya. Ia dapat bertemu dengan wanita yang sangat Ia cintai. Kalau pun Ia Mati dipukuli sekarang, Ia akan hadapi dengan senyuman.     

" Yaah.... Itu memang benar. Tapi tidak ada yang bisa mencegah kalau Takdir Allah sudah berkehendak" Pangeran Abbash malah berkata tentang takdir Tuhan dengan santainya.     

Orang tua Zarina sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan diantara Pangeran Abbash dan keluarga Nizam. Mereka seringkali berbicara yang tidak ada kaitannya dengan pernikahan anak mereka. Hingga akhirnya Ayahnya Zarina berkata tidak sabar,     

"Ampuni kami Yang Mulia. Jadi sebenarnya sekarang bagaimana. Apakah Yang Mulia akan tetap akan menikahi anak Kami atau bagaimana?" Kata Ayahnya Zarina. Lagi - lagi Pangeran Abbash tersenyum lalu menjawab.     

" Kemarin Aku bersedia menikahi Zarina untuk menyelamatkan kehormatannya. Sekarang Kita semua tahu bahwa Zarina baik - baik saja bahkan akan menikah dengan Jendral Amar yang perkasa" Sampai disini Pangeran Abbash tersenyum dan melirik ke arah Amar. ia ingat bagaimana Ia sampai harus terjun ke dalam sungai di Korea karena kalah oleh Amar.      

Ketika Pangeran Abbash menoleh ke arah nya Amar hanya terdiam. Walaupun Ia geram tetapi Ia tidak mau membuat gara - gara sehingga Pangeran Abbash akan menarik kata - katanya. Pangeran Abbash kemudian melanjutkan kata-katanya.     

"Lagipula Aku tidak ingin menikah cepat - cepat karena Aku masih menunggu kekasihku yang sedang menjadi milik orang lain. Jika takdir menentukan maka Aku akan segera bersama dengan kekasihku itu" Kata Pangeran Abbash dengan wajah tanpa dosa seakan-akan Ia sedang berkata sesuatu yang begitu ringan dan berdampak menyakiti perasaan orang.     

Semua yang tahu bagaimana perasaan Pangeran Abbash kepada Alena terkejut dengan keberanian Pangeran Abbash terang - terangan menginginkan istri orang didepan suami nya langsung.     

Hati Nizam bagaikan diremas-remas. Ia tidak memahami bagaimana mungkin Pangeran Abbash bisa tidak tahu seperti itu. Ia seperti sedang berhadapan dengan Edward zaman dulu. Bagaimana tidak tahu malunya Edward. Tetapi Edward masih termaafkan. Ia sudah mencintai Alena sebelum Ia menikah. Jadi Nizam datang setelah Edward mencintai Alena.      

Tetapi Pangeran Abbash ini datang setelah Alena menikah dan memiliki anak. Ia seperti menginginkan tanaman dari pekarangan orang lain. Ia ingin mencabut tanaman itu dan memindahkannya ke pekarangan rumah nya sendiri. Nizam sungguh tidak tahan.  Tapi sebelum Nizam berkata Ibunya Zarina sudah mendahuluinya.     

"Kalau begitu persoalan selesai. Aku pribadi tidak keberatan Zarina menikah dengan Jendral Amar. Asalkan dia ada yang menjaga dan hidup bahagia dimanapun Ia berada Aku tidak keberatan. Benarkah demikian ? " Kata ibunya Zarina sambil menoleh ke arah Suaminya. Ayahnya Zarina menganggukkan kepalanya. Zarina begitu bahagia Ia tidak jadi menikah dengan Pangeran Abbash. Kalau Ia menikah dengan Pangeran Abbash maka Ia tidak akan pernah bisa melihat Pangeran Thalal lagi. Ia langsung meloncat dan memeluk leher ibunya lalu memeluk leher ayahnya. Menangis bahagia.     

"Terima Kasih Ayah dan Ibu " Ayahnya Zarina mengelus kepalanya Zarina dengan penuh kasih sayang.     

"Kemarilah Jendral Amar!!" Ayahnya Zarina meminta Amar untuk maju. Dengan sedikit gemetar Jendral itu menghampiri orang tua Zarina dan memberikan salam.     

"Aku lihat kau juga cocok untuk anakmu. Kau seorang jenderal, kau pasti bisa menjaga anak kami" Kata Ayahnya Zarina.     

" Aku siap Tuan Kapoor" kata Amar dengan tegas.     

"Jagalah anakku. Jangan sampai Ia meneteskan air matanya" kata Ayahnya Zarina lagi.     

"Aku akan berusaha sekuat tenaga agar selalu membuat Zarina bahagia dan menjadi istri dan ibu yang baik " Kata Amar sambil kembali berkata tegas.     

Orang tua Zarina menganggukkan kepalanya, Ia tidak tampak puas dengan kata - kata Amar. Padahal kata - kata Amar penuh makna. Mereka tidak menyadari apa sebenarnya yang dimaksud Amar. Amar hanya berjanji akan berusaha membuat Zarina bahagia. Yang namanya usaha belum tentu berhasil.      

Amar tidak berjanji bahwa Ia tidak akan membuat air mata Zarina menetes, karena itu sangat tidak mungkin. Walau bagaimanapun di saat Ia akan menyentuh Zarina pertama kali. Zarina pasti akan menangis meraung-raung. Mana ada di Azura malam pertama dilalui penuh kedamaian. Belum apa-apa perut Amar sudah seperti digelitiki ribuan semut.      

Setelah tangisan bahagia Zarina reda dan Amar tersenyum bahagia. Nizam kemudian berkata sambil tersenyum misterius.     

"Alhamdulillah persoalan Zarina dan Amar sudah selesai. Baiklah... setelah kita bersantap siang bagaimana kalau orang tua Zarina kita persilahkan untuk menyaksikan suatu hiburan dari kerajaan Azura. Kita akan mempertunjukkan kemampuan ilmu beladiri kita masing-masing. Baik dari perwakilan kerajaan Zamron maupun dari Azura.     

Aku dengar Pangeran Abbash, Anda memiliki ilmu beladiri yang cukup bagus. Bagaimana kalau kita saling bertarung untuk mempertunjukkan kemampuan ilmu beladiri kita dihadapan orang tua Zarina. Pasti mereka akan sangat senang. Tapi tentu saja kalau Kau berani melawan Aku. " kata Nizam kepada Pangeran Abbash.     

Pangeran Abbash terkejut mendengar kata-kata Nizam. Ia lalu menatap Nizam dan Nizam tersenyum menyeringai. Kini semua mata memandang Nizam dengan Pangeran Abbash sambil terpaku.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.