CINTA SEORANG PANGERAN

Ampuni Nyawa Kami



Ampuni Nyawa Kami

0Remuk sudah tangan Pangeran Abbash dan Arani masih belum puas, Ia masih mengarahkan pukulan tangan kananya ke arah perut Pangeran Abbash dan " Buk... " pangeran Abbash terjengkang ke belakang. Pangeran Abbash yang sedang merasakan sakit yang teramat sangat pada tangannya tidak menyangka Ia akan dipukul dengan begitu kuat. Rasa sakit di tangannya kini bertambah pada dadanya. Alena menjerit ketika mulut Pangeran Abbash terbuka dan memuntahkan darah ke atas rerumputan.      
0

"Kau mencelakai suamiku dan kau juga membuatku berada di penjara. Kau  menyusup di kediaman ini. Kau juga mencelakai Yang Mulia Pangeran Thalal. Sungguh dosamu teramat besar untuk dibiarkan hidup." Kata Arani dengan muka kelam.     

 Wajah tampan itu sekarang tampak begitu memelas. Alena memeluk Nizam dan menyembunyikan mukanya di dada Nizam. Nizam menghalangi pemandangan yang lumayan mengerikan di depan matanya. Apalagi ketika kemudian Arani kembali menendang Pangeran Abbash tepat di dadanya. "Krek... beberapa tulang rusuk terdengar patah. Khanza melongo menatap Arani yang sedang mengamuk. Sehingga Ia hanya tercengang menatap pangeran Abbash dan bukannya bertindak.      

Ketika Arani hendak menghajarnya lagi, Khanza langsung berlutut disamping Pangeran Abbash yang meringkuk. " Ampuni nyawa hamba, nyonya Arani. Ampuni nyawa Yang Mulia Pangeran Abbash. Hamba mohon. Kami datang kesini dengan niat hendak menjemput tunangan Pangeran Abbash. Bukan hendak melakukan suatu penyerangan. Yang Mulia Pangeran Nizam, ampuni kami.      

Tolong hargai niat baik Kami, bahkan Yang Mulia Pangeran Abbash merelakan tunangannya untuk dinikahi jendral Azura. " Kata Khanza sambil memangku kepala majikannya yang sudah terkulai tidak berdaya. Pangeran Abbash sudah tidak berdaya lagi. Ia sama sekali tidak bisa berkutik melawan Arani dalam keadaan emosi melihat perbuatan Alena dan Nizam yang begitu menyakitinya.      

Arani menarik kakinya. Mendengar ratapan asisten Pangeran Abbash, Arani baru tersadar kalau Ia sudah melakukan sesuatu hal tanpa seizin Nizam. Arani lalu hanya berdiri di samping Pangeran Abbash dan Khanza. Arani menundukkan kepalanya ketika Nizam menghampirinya sambil tetap memeluk Alena yang mukanya terbenam ke dalam dadanya. Alena tadi begitu bersemangat hendak melihat Nizam menghajar Pangeran Abbash tetapi ketika melihat darah berhamburan dari mulut Pangeran Abbash, Alena langsung tidak tahan. Ia ngeri melihat darah. Dan Ia rupanya tidak tega melihat Pangeran Abbash yang begitu tampan babak belur dihajar Arani.     

Walaupun Ia sangat membenci Pangeran Abbash tetapi sebagai manusia biasa, Ia tetap tidak tega melihat keruksakan terhadap keindahan alam.     

Arani membungkukkan badannya dan berkata perlahan, " Ampuni hamba Yang Mulia, Hamba tidak dapat menahan perasaan hamba. Hamba teringat suami hamba yang begitu babak belur dihajar olehnya." Kata Arani terima salah. Ia merasa bersalah tidak dapat menahan emosinya terhadap Pangeran Abbash.     

Arani begitu mendendam pada Pangeran Abbash karena Ia sudah menganiaya suaminya dulu. Ia juga dendam karena gara - gara Pangeran Abbash Ia dipenjara dan Alena dicambuk oleh Nizam.  Ia berulang kali bermimpi ingin membalaskan dendam Jonathan kepadanya. Ia selalu teringat bagaimana Jonathan yang begitu tidak berdaya seusai dihajar Pangeran Abbash. Ia selalu teringat bagaimana tangan Jonathan sampai sekarang belum bisa digunakan untuk bertanding.  Tangan Jonathan masih lemah dan hanya bisa digunakan untuk berlatih itupun dalam waktu yang tidak lama.     

Nizam menatap Arani dengan tajam. Tidak biasanya Arani sampai lepas kendali di hadapannya. Nizam tadinya ingin sekali menghajar Pangeran Abbash dengan tangannya sendiri tetapi ternyata Arani yang sudah mendahuluinya. Rupanya Arani sendiri tidak tahan menanggung dendam karena Pangeran Abbash sudah mencelakai Jonathan. Agaknya kalau tidak ada Nizam di depan mereka, Arani pasti sudah mencabut nyawa Pangeran Abbash.     

Sedangkan Pangeran Thalal yang sebenarnya memiliki dendam juga kepada Pangeran Abbash dia malah terpaku menatap kejadian di depan matanya. Hatinya terlalu lembut untuk terlibat dalam urusan balas dendam. Ia bahkan  lupa kalau Pangeran Abbash sudah mencelakainya dan membuat matanya menjadi buta. Sungguh hati Pangeran Thalal seluas samudra. Sangat sesuai dengan wajahnya yang lembut dan baik hati.     

"Aku mengerti apa yang kau rasakan. Tadinya Aku ingin menghajarnya juga tetapi melihat Kau sudah begitu serius menghajarnya Aku urungkan niatku. Hari ini hari baik untuk Zarina dan Amar. Jangan sampai di hari yang baik ini ada nyawa melayang walaupun itu sebenarnya layak. " Kata Nizam sambil tetap memeluk erat Alena dengan sebelah tangannya. Alena sama sekali tidak ingin mengangkat mukanya. Ia malah terus membenamkan mukanya ke dada Nizam.     

"Apa kau keberatan, kalau Aku tidak menghajar Pangeran Abbash sekarang? Aku tidak mau Ia mati di hari pernikahan Zarina dan Amar" Kata Nizam sambil mengelus kepala Alena. Alena menggelengkan kepalanya keras - keras.     

"Aku juga tidak ingin Ia mati, Aku hanya ingin kau memberikan dia pelajaran bukan ingin mencelakainya. Aku tidak mau Ia berdarah. Aku takut, bawa Aku pergi Nizam. Obati pangeran itu.. obati dia dan suruh Ia pergi dari rumah ini untuk selamanya. Aku tidak ingin bertemu dengannya seumur hidupku" Kata Alena sambil memegang erat pakaian Nizam.     

" Kau Asisten Pangeran Abbash. Siapa namamu ?" Kata Nizam kepada Khanza dengan tatapan tajam. Pada perkenalan tadi para asisten dan pengawal biasanya memang tidak ikut diperkenalkan kecuali kalau antara majikan dengan asistennya terdapat hubungan yang sangat akrab.      

"Hamba, Khanza Yang Mulia. " Kata Khanza sambil menundukkan wajahnya sebagai tanda Ia menghormati Nizam.     

'Kau bawalah majikanmu pulang dan tarik semua pengawal serta para pengacara. Orang tua Zarina sekarang urusanku. Aku tidak mau tahu kau akan mengatakan apa kepada Pangeran Barry. Kau ceritakan saja kejadian yang sebenarnya. Kau tahu antara kami tidak ada kedekatan dalam hal apapun.      

Dia  sudah mencelakai kami beberapa kali. Sebenarnya Kami tidak ingin mengampuninya tetapi seperti yang Aku katakan pada istriku. Hari ini adalah hari baik. Akan ada pernikahan antara Zarina dan Amar malam ini. Jadi cepatlah kalian pergi tinggalkan rumah ini.     

Katakan pada majikanmu kalau Ia tersadar nanti. Aku akan menghajarnya jika Ia berani berbuat yang macam - macam lagi dengan keluargaku" Kata Nizam sambil kemudian Ia memindahkan tangan kanannya dari bahu Alena ke lutut belakang Alena. Ia seperti mematahkan tubuh Alena ketika Nizam menggendong Alena dengan kedua tangannya. Ia membawa Alena pergi dalam gendongannya. Diiringi tatapan Arani dan pangeran Thalal. Ali dan Fuad mengikuti Nizam dari belakang. sedangkan para penjaga tetap menundukkan kepalanya tidak berani mengangkat kepalanya apalagi memandang mereka.     

"Mengapa Kau tidak ingin dia Mati ?" Kata Nizam sambil menatap Alena dengan tatapan lembut tapi menyelidik. Langkahnya ringan menuju kamar mereka. Tubuh Alena begitu mungil untuk ukuran tubuh Nizam yang begitu tinggi besar sehingga Nizam menggendongnya bagaikan menggendong sebuah boneka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.