CINTA SEORANG PANGERAN

Mengalah Lagi



Mengalah Lagi

0 Sore ini begitu sibuk diluar dan Amar sebenarnya sedang beristirahat sebelum Ia menghadiri pertemuan antara Nizam dan teman - temannya nanti malam. Ia baru pulang dari penyelidikan di luar. Ia memiliki waktu sekitar empat jam untuk acara nanti malam. Sebenarnya waktu empat jam sangat cukup untuk bisa bersenang - senang dengan istrinya. Itu juga kalau istrinya pasrah, kalau tidak,  mungkin dia harus kembali untuk tidak memperdulikannya dan tenggelam dalam pekerjaannya.     
0

Zarina bangun dari pelukan suaminya. Ia lagi - lagi tidak mau menjawab pertanyaan Amar. Zarina tahu, Ia salah tetapi Ia tidak mau mengatakannya. Zarina sangat takut kalau Amar sudah mengetahui kesalahannya maka Amar akan memaksanya dan itu akan sangat menakutkan.     

Zarina  lalu  berbaring di atas tempat tidur dan memunggungi Suaminya. Ia sudah kalah dalam pembicaraan tetapi Ia masih tidak mau disentuh oleh suaminya sendiri. Zarina memeluk bantal dan menarik selimutnya semakin rapat ke tubuhnya. Amar hanya bisa memandang dengan gemas.      

Ingin rasanya Ia menarik selimut itu lalu merobek - robeknya dan kemudian Ia menyentuh tubuh yang ada di balik selimut itu. Selain ingin merobek selimut Ia juga ingin merobek tubuh yang berada di bawah selimut itu sekalian.     

Amar pernah bertarung sendiri melawan ratusan prajurit pemberontak pimpinan Jendral  Ardias yang membelot tetapi Ia mampu menaklukan mereka sekalian membunuh Jendralnya. Dan ketika Imran datang, Ia hanya melihat ratusan prajurit yang mati berserakan di bukit Zafran.     

Imran hanya memandang Amar dengan pandangan penuh kengerian. Bagaimana Amar bisa mengalahkan ratusan prajurit tetapi masih bisa tersenyum saat melihat Imran datang, lalu berkata dengan santai, ' Kau terlambat. Maaf.. Aku sudah menghabiskan hidangannya seorang diri '      

Sekarang yang terbaring di depan Amar  adalah sosok tubuh seorang wanita yang begitu lemah. Secara fisik tubuh Zarina mungkin tidak lebih bagaikan setitik debu yang sekali jentik bisa langsung lenyap. Tetapi tubuh lemah itu bagi Amar lebih keras bagaikan sebuah batu karang. Ia begitu tidak berdaya untuk melakukan suatu kekerasan kepadanya. Amar bertindak sangat hati - hati. Menyentuh tanpa izin si pemiliknya akan berakibat fatal bagi Amar.     

Melihat air mata Zarina rasanya lebih menyakitkan dibandingkan sebilah pedang yang menancap pada tubuhnya. Jadi daripada memaksa, Amar lebih baik menunggu. Amar tersenyum sambil turun dari tempat tidur.     

"Aku tidak akan menyentuhmu kalau Kau tidak mau. Aku ingin tidur dulu sebentar sebelum acara nanti malam. Aku akan tidur di sofabed di dalam ruang kerjaku. Kalau sudah adzan Maghrib. Tolong bangunkan Aku " kata Amar sambil kemudian berjalan ke dalam ruang kerjanya dan Ia membaringkan tubuhnya di atas sofabed kemudian tertidur sambil menghilangkan bara api yang masih terasa membakar tubuhnya.      

Zarina mendengar suara Amar yang begitu jelas di telinganya, tetapi Ia tidak mau menjawabnya. Ia masih ketakutan kalau Amar akan menyentuhnya. Ia belum siap dan entah kapan Ia akan siap. Makanya Ia berbaring memunggunginya sampai kemudian Ia mendengar Amar masuk ke dalam kamarnya Zarina baru bangun dari tempat tidur dan kemudian Ia berpakaian dengan benar.      

Zarina  tidak mau melihat Amar di ruangan kerjanya, Ia tidak mau membangunkan macan tidur sehingga dengan tergesa - gesa Ia keluar dari Kamar dan segera berlari keluar. Ia hampir bertabrakan dengan Alena dan Cynthia yang sedang berjalan menuju Aula untuk mengecek persiapan nanti malam.      

"Ada apa denganmu? Mengapa mukamu begitu pucat. Apa kau baru dikejar hantu, Atau jangan - jangan kau melihat seseorang yang diraksuki Pangeran Abbash lagi?" Kata Alena sambil ikut ketakutan. Dengan gerakan refleks Ia memegang Cynthia seakan menyembunyikan tubuhnya dari hantu.     

"Hantu dari mana Alena ? Roh Pangeran Abbash ? Mana mungkin. Hantu jelas tidak akan muncul di rumahmu dan Nizam. Bagaimana mungkin hantu akan muncul kalau rumahmu sering ada pengajian dan ayat - ayat Al-Qur'an sering diperdengarkan. Yang Kedua, Pangeran Abbash juga tidak akan mungkin muncul. Dia pasti sekarang sedang berbaring tidak berdaya.      

Tidak mungkin dia melakukan perjalanan roh dengan tubuh setengah hancur setelah di hajar Arani. Masih bernafas saja dia sudah untung. Palingan Zarina ketakutan sama suaminya sendiri. Benarkan Zarina ? Apa suamimu mengejarmu minta dilayani ?" Kata Cynthia sambil tertawa geli.      

Muka Zarina sudah berwarna pelangi, merah, kuning, hijau, ungu dan nila karena ucapan Cynthia yang begitu tepat  kena sasaran. Alena ikutan tertawa sambil menggeser tubuhnya dari belakang tubuh Cynthia. Lalu dengan bergaya lebay bagaikan orang yang paham, Ia mengangguk - nganggukan kepalanya.     

'Ya..ya..ya.. Aku tahu dari tadi. Aku tadi cuma acting saja.. Ha.. ha..ha.. Benarkan Zarina" Kata Alena sambil ikutan tertawa geli. Zarina hanya menundukkan kepalanya ketika tangan Alena tiba - tiba merangkul bahunya dengan gaya sok akrab. Tidak ada gaya anggun seorang ratu yang muncul pada karakter Alena. Walaupun Ia adalah wanita yang memiliki kedudukan tertinggi kedua di Azura tetapi dia tidak pernah merasa lebih tinggi dari siapapun.     

"Aku berani taruhan, Kau pasti belum pernah di sentuh oleh Amar " Kata Alena di telinga Zarina. Zarina bagaikan disambar petir. Dengan wajah tegang dan tubuh kaku Ia menoleh ke arah Alena. Tadi Cynthia bisa sangat tepat menebak tingkah lakunya. Sekarang Alena juga dapat tepat menebak keadaan dirinya dengan Amar. Bagaimana bisa mereka tahu. Darimana Alena bisa tahu keadaan dirinya dan Amar. Apakah didalam kamar dipasangi CCTV. Seperti waktu direstorannya.     

"Ba.. bagaimana Yang Mulia tahu ?" Kata Zarina dengan polosnya bertanya kepada Alena. Cynthia yang sedang berjalan dibelakang mereka langsung tepok jidat berkali - kali. Dua orang polos berbicara satu sama lain maka akan kelar dunia. Dan Ia harus siap - siap mendengarkan kekonyolan perbincangan mereka.     

"Kau tahu Amar itu orang Azura. Suamiku dan suami Cynthia juga orang Azura. Kau tidak tahu apa yang terjadi di malam pertama kami..." Alena mulai nyablak dan Cynthia langsung menepuk bahu Alena. Cynthia tidak mau Alena menakut - nakuti Zarina. Ia yakin Zarina akan sangat ketakutan mendengar cerita Alena. Bagaimana Ia dan Alena sampai tidak bisa berjalan tegak gara - gara sentuhan suami mereka.     

"Alena.. tutup mulutmu !! Kau jangan menakut - nakuti Zarina ' Kata Cynthia sambil melotot. Tetapi Alena malah menepiskan tangan Cynthia dengan sengit. Mulutnya manyun, mukanya cemberut.     

"Menakut - nakuti apa?? Kau mau berbohong kepada Zarina ? Kau mau balas dendam kepadanya karena dulu Zarina menyukai pangeran Thalal ? Kau jangan begitu, kasihan Zarina kalau tidak diberitahu. Ibarat dia akan berjalan di kegelapan malam maka kita akan beri dia lentera agar dia tidak tersesat" Kata Alena semakin ngaco dan itu malah membuat Zarina semakin tertarik ingin mendengarkan. Memangnya ada apa dengan malam pertama orang - orang Azura ?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.