CINTA SEORANG PANGERAN

Nasihat Cynthia kepada Zarina



Nasihat Cynthia kepada Zarina

0Zarina menatap Alena dengan perasaan ingin tahu sedangkan Alena malah melirik ke arah Cynthia. Cynthia tahu kalau Alena menyuruhnya pergi.     
0

"Apa kamu menyuruhku pergi ? " Kata Cynthia dengan wajah masam.     

"Apa kau mau mendengarkan ceritaku kepada Zarina ? " Kata Alena dengan wajah menantang. Cynthia menghela nafas panjang, Ia lalu pergi menjauh. Dari pada otaknya jadi gila gara - gara mendengarkan cerita Alena. Ia lebih baik menyingkir jauh - jauh. Tetapi kemudian Cynthia memutuskan untuk tetap mendengarkan dari kejauhan.     

"Nah.. sekarang tenang. Dia sudah jauh..." Kata Alena kemudian dia bercerita dengan cepat kepada Zarina dan membuat Zarina langsung pucat pasi seperti kehilangan darah.     

"Aku sih bukan mau nakut - nakutin tapi Aku cerita agar kau ada persiapan saja. Minimal kau minta dibius saat berhubungan dengan suamimu. Tidak bius total juga tidak apa. Bius lokal juga lumayanlah "     

Tiba - tiba Cynthia yang ternyata masih bisa mendengar langsung berteriak kepada Alena.     

"Ya Tuhan, Alena.. mana ada malam pertama, istri dibius lokal apalagi dibius total " Cynthia histeris mendengar usulan Alena kepada Zarina.     

"Ini malam pertama Alena bukannya mau dioprasi jantung. Mana bisa dibius ?" Kata Cynthia lagi sambil menggelengkan kepalanya.     

"Apa bedanya dengan oprasi kalau sakitnya sangat luar biasa. Aku bahkan memilih mati saja daripada merasakan saat malam pertama dengan Nizam. Lalu kau sendiri bagaimana ? Siapa yang seminggu jalannya masih seperti orang yang jatuh terkilir ?" Kata Alena malah membuat Zarina menggigil ketakutan.     

"A.. aku tidak mau bercinta dengan Amar, Aku tidak mau jalan sampai merangkak. ' Zarina semakin pucat pasi.     

Ketika Alena mau bicara lagi, Cynthia langsung menempelkan telunjuknya pada bibir Alena dan mendorong muka Alena agar menjauh dari Zarina.     

" DIAM!! " Kata Cynthia sambil melotot. Alena jadi manyun, apanya yang salah. Ia cuma memperingatkan Zarina saja.     

"Pergi sana!! Giliran Aku yang akan berbicara" Kata Cynthia dengan tegas. Alena merenggut persis seperti anak kecil yang diambil permen lolipopnya. Ia lalu beringsut menjauhi Cynthia dan Zarina.      

"Pergi ke Aula duluan.. dan tunggu Aku disana " Kata Cynthia semakin galak.      

"Iya..iya Aku pergi.. " Kata Alena sambil pergi. Tapi sebelum pergi dia malah berteriak, " Tenang saja Zarina, sakit itu awalnya saja lama - lama Kau yang akan memaksa Amar.. Seperti Cynthia memaksa suaminya " Kata Alena sambil cekikikan dan berlari pergi karena dilihatnya Cynthia sudah mau menghajarnya.     

"Ya.. Tuhan apa jadinya kerajaan Azura, memiliki ratu yang tingkahnya seperti itu' Kata Cynthia sambil mengusap dadanya apalagi di dengarnya Alena masih tertawa - tawa kesenangan. Para pelayan yang mengiringinya hanya berjalan cepat mengikuti langkah Alena yang lebar - lebar.     

Cynthia menuntun tangan Zarina dan membawanya duduk di sebuah kursi dekat taman yang dekat dengan koridor tempat mereka berjalan. Zarina mengikutinya dengan patuh.     

"Zarina.. Kamu sekarang sudah menjadi istri Amar, sekarang katakan kepadaku. Apakah kau sudah menyerahkan dirimu seutuhnya kepadanya?" tanya Cynthia dengan hati - hati.     

Zarina menundukkan kepalanya tidak menjawab. Ia sangat malu kepada wanita agung yang ada di depannya. Di mata Zarina tidak ada wanita yang paling Ia kagumi selain  Cynthia. Walaupun terkadang mulutnya menyakitkan tetapi Ia sangat tegas bila diperlukan dan juga lembut jika sedang menasehati.     

Melihat Zarina menunduk maka Cynthia langsung mengambil kesimpulan dengan cepat. " Kau benar - benar belum disentuh oleh Amar. Ada apa ? Mengapa ? Apa kau ketakutan ? " Kata Cynthia menatap Zarina dengan tajam.     

Zarina menjadi seperti punya dosa besar kepada Cynthia, air matanya langsung menetes dengan deras. Ia lalu  menangis dengan keras. Sehingga Cynthia langsung memeluknya dan mengusap punggungnya.     

"Ssst.. sudah.. sudah jangan menangis. " Cynthia terus mengelus - ngelus punggung Zarina dengan lembut. Ia menunggu sampai Zarina selesai menangis. Dan memang tidak lama kemudian Zarina berhenti menangis.     

"Maafkan hamba Yang Mulia. Hamba menangis karena hamba merasa bersalah kepada Yang Mulia..' Kata Zarina sambil menghapus air matanya yang masih menetes.      

Cynthia merenggangkan pelukannya dan Ia lalu memegang bahu Zarina.     

"Apa kau tidak mau disentuh oleh Amar karena kau masih mencintai Pangeran Thalal?" Cynthia bertanya dengan mata menyelidiki. Zarina langsung terdiam ketakutan. Cynthia menggelengkan kepalanya dan mengelus kepala Zarina.     

"Zarina.. Aku tidak bisa menyalahkan dirimu kalau kau masih mencintai suamiku. Cinta pertama memang sulit hilang. Tetapi Zarina alangkah naifnya dirimu kalau kau mencintai laki - laki lain disaat kau sudah memiliki suami sendiri. Apakah kau tidak kasihan dengan suamimu sendiri " Kata Cynthia sambil menatap Zarina.     

"Aku merasa bersalah.. kepada Yang Mulia Pangeran Thalal" Kata Zarina     

Cynthia menghela nafas panjang, " Kau tidak perlu merasa bersalah kepada Yang Mulia. Kau bukan jodohnya. Kau istri orang lain. Bahkan kalau sampai Yang Mulia tahu apa yang telah kau lakukan Ia pasti sangat malu kepada Amar.     

Kau kan tahu kalau Jendral Amar adalah Jendral yang sangat dihormati di Azura. Ia adalah tangan kanan Yang Mulia Nizam. Kalau sampai Kau menyakitinya alangkah sedihnya rakyat Azura. Dan Pangeran Thalal juga pasti terluka " Kata Cynthia     

Zarina menengadahkan wajah cantiknya kepada Cynthia dan menyelami perkataan Cynthia dengan mendalam.     

"Benarkah seperti itu ? ' kata Zarina     

"Tentu saja benar. Apalagi yang dicari oleh seorang wanita kalau bukan perlindungan dari suami kita sendiri. Tidak akan lengkap hidup kita tanpa suami di sisi kita. Walaupun kau memiliki kekayaan, ketenaran dan kejayaan tetapi tanpa suami dan anak. Kita akan merasa hampa. Kita akan merasa kosong. Kita perlu seorang suami untuk mendampingi kita."     

Zarina mengganggukan kepalanya, tetapi kemudian Ia bertanya lagi, " Tetapi bagaimana dengan nasib para janda yang banyak di negaraku dan nasib para wanita yang ditakdirkan tidak menikah?" Zarina bertanya kepada Cynthia.     

Pertanyaan yang lumayan berat membuat Cynthia harus berpikir dulu. Dan untungnya selama ini Ia banyak membaca koleksi buku diperpustakaan Nizam yang sangat lengkap.     

" Sebenarnya para janda dan gadis yang belum menikah memiliki pilihan di tangan mereka. Jika memang para janda tidak berniat untuk tidak menikah kembali karena keberatan dengan anak - anak mereka memiliki ayah tiri. Maka mungkin itu lebih baik untuk mereka asalkan mereka mampu menghidupi mereka sendiri. Dan untuk para gadis mungkin mereka belum menemukan pasangan yang cocok.     

Jadi Zarina berdasarkan pertanyaanmu. Ternyata kau dapat melihat tidak semua wanita beruntung memiliki suami jadi apabila kita dianugrahi seorang suami, mengapa kita hendak menyia - nyiakan suami kita. Itu sama seperti kita membuang air minum disaat ada banyak orang yang sedang kehausan" Kata Cynthia dengan tajam.     

Zarina terdiam, kata - kata Cynthia menusuk sangat dalam ke hatinya.     

'Tetapi hamba belum mencintainya.."      

'Cinta akan tumbuh kemudian. Cinta yang terpupuk karena kasih sayang diantara suami istri akan lebih abadi daripada cinta pada pandangan pertama. Lagi pula kalau hanya mengandalkan rasa cinta dan bukan kasih sayang maka rumah tangga itu akan cepat selesainya. Makanya banyak kasus perceraian yang terjadi" kata Cynthia lagi     

"Yang Mulia benar. Maafkan hamba. Hamba berjanji akan belajar mencintai suami hamba" Kata Zarina dengan sungguh - sungguh.     

"Itu bagus, nah malam ini kau tidak boleh menolaknya lagi, berjanjilah kau akan memberikan hak dari suamimu" Kata Cynthia sambil menepuk bahu Zarina. Wajah Zarina memerah karena malu. Tetapi kemudian Ia teringat kata - kata Alena.     

"Yang Mulia.. hamba ingin bertanya lagi, tentang satu hal. " Kata Zarina kepada Cynthia.     

"Apa ?"      

' Kata Yang Mulia Putri Alena tadi, benarkah akan terasa sakit ?"     

Cynthia sedikit termangu, Ia bingung apakah harus berterus terang atau berbohong. Ia sendiri tidak bisa menyangkal kalau memang rasanya diluar dugaan yang selama ini di khayalkan. Rasanya memang sangat menyakitkan. Tetapi kemudian dengan cerdik Cynthia berkata tanpa harus berbohong kepada Zarina.     

"Zarina.. kadar sakit seseorang itu berbeda - beda. Kalau menurut Alena dan Aku sangat menyakitkan mungkin saja menurutmu tidak. Mungkin kau akan dapat bertahan dari rasa sakit itu. Lagi pula kami masih baik - baik saja sampai sekarang bahkan sudah memiliki bayi jadi sebaiknya tidak usah di besar - besarkan. Hadapi saja dengan hati tabah. Anggap itu adalah pengorbanan kita sebagai seorang istri kepada suami " Kata Cynthia panjang lebar dan Zarina hanya menganggukan kepalanya. Setidaknya kata - kata Cynthia menenangkan hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.