CINTA SEORANG PANGERAN

Keheranan Alena



Keheranan Alena

"Amar Suamiku. Aku bisa melakukannya sendiri " Kata Zarina sambil menolak ketika Amar hendak menarik lepas tali kimono Zarina. Amar sudah menyiapkan bathtub yang sudah di isi air hangat dan diberi sabun cair. Amar berniat akan memandikan Zarina     

"Mengapa? Apa kau malu ?" Kata Amar sambil tetap akan menarik lepas tali kimono istrinya. Zarina menjadi memerah. Ia memegang tangan Amar yang akan membuka kimononya.     

"Tidak usah malu, Kau adalah istriku sekarang dan Aku akan membantumu untuk mandi. Bukankah badanmu masih sakit ?" Kata Amar sambil memaksa dan lalu menarik kimono itu sehingga tubuh indah Zarina terpampang seketika.     

Pemandangan indahpun terpampang nyata di depan Amar. Amar menjadi gugup dan segera memasukan Zarina ke dalam bathtub dan menutupi tubuhnya dengan busa sabun. Tubuh Zarina yang terasa letih menjadi nyaman karena berendam di air hangat. Tangan Amar terhulur mau menggosok tubuh Zarina.     

Zarina malah menatap Amar dengan pandangan ketakutan. Ia takut kalau Amar akan menyentuhnya lagi. Bukankah Ia masih merasakan kesakitan.     

Amar memahami pancaran mata ketakutan Zarina, Ia lalu tersenyum. "Kau boleh membunuhku kalau seandainya Aku sampai menyentuhmu lagi" Kata Amar sambil mengusap sabun di lengan Zarina.     

"A..kku tidak bermaksud demikian. Itu hakmu untuk menyentuhku. Aku hanya saja tidak mengira kalau sakitnya seperti ini" Kata Zarina sambil menundukkan kepalanya.     

"Aku minta maaf. Mungkin semalam Aku terlalu kasar" kata Amar sambil membersihkan seluruh sabun yang menempel di tubuh Zarina. Ia lalu menarik handuk besar yang berwarna putih bersih lalu membopong Zarina ke atas tempat tidur. Tetapi ketika dilihat sprei tempat tidur yang menggambarkan betapa kesakitannya Zarina semalam. Amar membaringkan Zarina di sofa lalu menarik sprei kotor dan membereskan tempat tidurnya sendiri. Ia merapikan setiap ujung sprei dengan sempurna.     

Zarina menatapnya dengan takjub karena Ia sendiri tidak semahir Amar dalam melakukan pekerjaan rumah kecuali memasak. Setelah selesai Amar lalu menggendong Zarina dan membaringkannya dalam posisi duduk bersender.     

"Amar.." Kata Zarina sambil berpakaian dibantu oleh suaminya.     

"Mengapa kau melakukan semua ini sendiri ? Mengapa kau tidak menyuruh pelayan melakukannya" Kata Zarina.     

"Aku adalah seorang jendral dan bukan seorang pangeran. Aku berasal dari kalangan rakyat biasa. Aku ditarik oleh Yang Mulia Pangeran Nizam ke sisinya karena prestasiku. Aku terbiasa mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Lagipula Aku sering bepergian kemana – mana sendiri sehingga Aku harus bisa melakukan semuanya sendiri.     

Zarina, Terkadang Aku sangat menyesal Kau tidak jadi menikahi seorang Pangeran. Karena melihat dari kecantikan dan derajat keluargamu. Kau layak untuk menjadi seorang istri Pangeran. Apalagi Pangeran Abbash yang sangat tampan itu"     

Zarina menggelengkan kepalanya Ia malah memeluk Amar dengan erat.     

"Tidak !! Jangan katakan itu. Aku akui kalau Pangeran Abbash sangat tampan, kaya dan terhormat. Mungkin saja ketampanannya jauh melampui Pangeran Thalal tetapi Ia tidak pernah mencintaiku sama halnya dengan Pangeran Thalal. Bagi sebagian wanita berada disisi pria yang mencintainya mungkin lebih baik dari pada berdiri di sisi pria yang Ia cintai tetapi pria itu tidak mencintainya." Kata Zarina.     

"Berarti Kau sekarang tidak mencintaiku?" Kata Amar sambil cemberut. Wajah gagahnya jadi seperti anak kecil yang merajuk.     

"Ih.. malu sama jenggot dan cambang pake merajuk segala" Kata Zarina sambil tertawa. Ia mendorong pipi Amar menggunakan telunjuknya.     

"Katakan padaku? Apa kau masih mencintai Pangeran Thalal?" kata Amar mendadak cemburu. Padahal kemarin – kemarin Ia dapat menahan rasa cemburunya tetapi sejak kejadian semalam ketika Ia merasa sudah memiliki tubuh Zarina seutuhnya entah mengapa Ia menjadi merasa sangat cemburu mendengar perkataan Zarina.     

Zarina tertawa dan dengan malu – malu Ia mencium bibir suaminya dengan lembut. Ini adalah pertama kalinya Zarina mencium bibir seseorang dan Amar membalasnya dengan memejamkan mata. Ia menikmati setiap belaian lidah istrinya yang sebenarnya tidak terlalu mahir. Tetapi Ia tidak perduli toh Ia juga sama tidak mahirnya dengan istrinya.     

Setelah nafasnya terasa sesak, Zarina melepaskan ciumannya. "Kau sudah menguasaiku semalam. Aku sudah menyerahkan semuanya untukmu. Aku sudah sangat menderita semalam hanya untuk kebahagianmu. Mengapa pula Aku harus memikirkan laki – laki  lain yang tidak mencintaiku. Aku mungkin orang yang naif tetapi Aku masih bisa menggunakan akal sehatku.     

Suamiku. Kau sekarang adalah dewa bagiku. Kemanapun kau pergi Aku akan selalu di sisimu. Jangan pikirkan tentang perasaanku lagi. Karena sejak semalam ketika Aku berteriak kesakitan Aku sudah menghapus nama Pangeran Thalal selamanya dalam hatiku" Kata Zarina sambil merangkul leher Amar. Amar langsung mengucapkan hamdalah sambil menangis terisak – isak.     

Air matanya meleleh membasahi cambangnya. Ia sungguh tidak dapat menahan rasa harunya mendengar perkataan istrinya. Ia merasa kehidupannya kini menjadi sempurna. Memang benar bahwa hidup seseorang itu tidak akan sempurna sampai Ia memiliki pendamping hidupnya. Pendamping hidup sejati yang dapat bertahan dalam suka maupun duka.     

Zarina menghapus air mata suaminya dengan bibirnya yang lembut sampai kemudian pintu kamarnya diketuk perlahan. Amar cepat – cepat menghapus air matanya. Ia lalu tertawa kecil.     

'Coba lihat Zarina. Hidup bersama orang – orang kerajaan itu harus rela hampir seluruh kehidupan pribadinya terampas. Kita bahkan hampir tidak memiliki privacy sendiri. Semua diatur oleh wewenang kerajaan" kata Amar membuat Zarina keheranan.     

"Tetapi mengapa seperti itu ?" Kata Zarina kepada Amar     

"Sudah seperti  itu peraturannya. Semakin tinggi kedudukanmu maka semakin hilang privacynya. Aku akan membukakan pintu dulu sebelum Yang Mulia Putri Alena menghancurkan pintunya" kata Amar sambil berjalan menuju pintu dan membukan pintu diiringi Zarina yang tertawa kecil.     

Begitu pintu dibuka Amar langsung membungkukkan badannya ke arah Alena yang sudah berdiri sedari tadi. Disampingnya ada Cynthia yang berwajah merah padam karena kelakuan Alena yang memaksa mengetuk pintu. Sedangkan disampingnya lagi ada Bastnah yang sedang tidak sabar ingin masuk juga.     

"Yang Mulia.. Assalamualaikum. Semoga Yang Mulia selalu diberkahi oleh Alloh SWT " Kata Amar sambil membungkukkan badannya.     

Alena berdiri dengan gagah dan memasang wajah sok penuh wibawa. "Waalaikumsalam, Amin. Mmm... Aku meminta maaf Lho Amar. Tetapi sesuai prosedur kerajaan, Seorang ratu harus tahu kondisi  pengantin wanita yang sudah menjalani prosesi malam pertama untuk mengecek kesehatan mereka. Karena Ratu Sabrina tidak ada maka Aku yang menggantikannya.     

Bukan apa – apa, Aku hanya khawatir kau sangat menyakiti istrimu. Jadi maaf kalau kedatangan Kami mungkin tidak sopan" kata Alena ngoceh panjang lebar membuat Amar menjadi memerah.     

"Hamba mengerti sekali Yang Mulia dan hamba sungguh tidak keberatan. Hamba malah sangat berterima kasih atas perhatian Yang Mulia " kata Amar sambil menggeser tubuhnya dan mempersilahkan Alena dan Cynthia untuk masuk.     

"Yang Mulia kalau boleh nanti setelah Yang Mulia memeriksa kondisi Zarina. Izinkan Hamba untuk pergi ke tempat Arani untuk berdiskusi tentang penjagaan" kata Amar kepada Alena.     

Alena menganggukan kepalanya dan segera masuk ke dalam sambil meminta seorang dokter dan perawatnya untuk ikut masuk memeriksa kondisi Zarina.     

Zarina langsung mau bangun dan turun dari tempat tidur ketika melihat Alena datang tetapi oleh Alena dilarang.     

"Tidak! Tetaplah duduk seperti itu. Aku sudah menerima hormatmu. Bagaimana keadaanmu? Apakah kau baik – baik saja?" kata Alena sambil memperhatikan dokter yang memeriksa Zarina dengan baik. Amar dan yang lainnya tidak mendekati tempat tidur tetapi berdiri saja di dekat pintu yang ditutup.     

"Kondisi Nyonya Zarina sangat baik. Pendarahannya sudah berhenti dan sungguh ini adalah kondisi pengantin wanita terbaik yang pernah Hamba tangani" kata Dokter itu dengan takjub. Membuat Alena heran. Bukankah Arani saja begitu parah setelah menghadapi malam pertamanya. Alena menatap Zarina yang sedang meluruskan kakinya dengan nyaman. Ia sudah merasa tidak terlalu sakit dan badannya tidak merasa pegal sama sekali.     

"Apa yang terjadi Zarina ? Kau bisa merasa nyaman seperti ini" Kata Alena terheran – heran. Ia masih ingat bagaimana dulu Ia mengamuk ketika pertama kali terbangun dari tidurnya. Alena merasakan badannya sangat ngilu dan berantakan. Ia terus mengaduh – ngaduh kesakitan tetapi melihat Zarina ini malah sangat tenang dan nyaman.     

"Hamba sendiri tidak tahu. Tetapi mungkin Suami hamba bisa menjelaskan " Kata Zarina perlahan dengan malu – malu.     

"Apakah semalam kau tidak kesakitan?" kata Alena langsung menuduh Zarina tidak kesakitan bahkan kemudian Ia menduga kalau Zarina tidak melakukan apapun tadi malam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.