CINTA SEORANG PANGERAN

Strategi Amar (1)



Strategi Amar (1)

0Alena menatap Amar dengan perasaan tidak mengerti mengapa Zarina kelihatannya baik - baik saja. Dan Amar menundukkan kepalanya sambil menghela nafas panjang. Ia merasa tidak enak hati. Ia mendapatkan firasat jangan - jangan sebentar lagi Ia akan mendapatkan pernyataan konyol dari calon ratunya ini. Dan bukan hanya Amar yang tegang, Cynthia juga ikutan berkeringat sehingga Ia segera menyuruh dokter dan perawatnya untuk segera pergi dari kamar Amar agar Amar tidak terlalu stress.     
0

Alena menatap Amar dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan teliti. " Apa Kau tidak berhasil semalam ?" Kata Alena sambil menatap Zarina dan Alena bolak - balik. Muka Amar langsung merah padam.     

"Sst.. Alena pertanyaan macam apa itu?" Kata Cynthia sambil menarik tangan Alena.     

"Kenapa ? Aku kan cuma bertanya. Itu lihat Zarinanya tenang - tenang saja. Dia tidak merasa kesakitan. Pasti ini ada yang salah. Atau jangan - jangan Amar ini tidak termasuk standar laki - laki Azura?" Kata Alena tanpa tendeng aling - aling. Amar langsung terbatuk - batuk sambil mengkerut.     

"Yang Mulia.Mungkin sebaiknya ditanyakan kepada Zarina saja. Kebetulan Nyonya Arani sudah menunggu hamba dari tadi" Kata Amar sambil membungkukkan badannya dan tanpa persetujuan dari Alena, Ia langsung kabur keluar dari kamar.     

Ia melangkah terus tanpa henti ke tempat pertemuan para pengawal dan Arani. Kebetulan sesampainya di sana Arani tampak sudah menunggu sambil minum teh susu. Ia terkejut melihat muka Amar yang pucat pasi seperti dikejar hantu.     

Amar duduk di depan Arani dan mengambil gelas minuman Arani lalu menenggaknya sekaligus membuat Arani bengong.     

"Kau kesurupan apa sudah gila ? Minum sembarangan. Itu gelas Aku" Kata Arani melotot sambil melambaikan tanganya ke arah pelayan agar menyajikan makanan dan minuman untuk Amar.     

"Aku tidak gila tetapi sebentar lagi mungkin Aku akan gila. Kau tau ? Kalau tadi malam Aku baru menunaikan tugas suciku dengan Zarina" Kata Amar sambil melihat ke belakang seakan - akan takut kalau ada Alena yang mengejar dia.     

"Kau yang malam pertama. Apa urusannya denganku?" Kata Arani dengan dingin.     

"A.. da Yang Mulia Putri Alena menengok kami" Kata Amar dan itu langsung menarik perhatian Arani. Wajah dinginnya langsung membentuk senyuman yang sedikit lebar.     

"Sangat menarik. Dan apa komentar Yang Mulia kali ini. Apa Ia mengomelimu karena menyakiti Zarina atau bagaimana?" Kata Arani jadi penasaran.     

"Tidak Arani. Kau tahu kalau Aku menguasai teknik akupuntur dan Aku semalam memijat Zarina menggunakan teknik Akupuntur agar Ia tidak terlalu  merasakan kesakitan. Tetapi Yang Mulia malah menuduhku bahwa Aku dibawah standar dari pria Azura lainnnya. Coba kau bayangkan itu. Alangkah memalukannya itu" kata Amar sambil bersungut - sungut.     

Dan Amar semakin bersungut - sungut melihat Arani tertawa terbahak - bahak hingga hampir terjungkal dari kursinya.     

"Bisa jadi yang dikatakan oleh Yang Mulia Putri Alena benar. Jangan - jangan Kau memang dibawah standar kita" Kata Arani sambil terkehkeh.     

"Kau!! Menyebalkan. Apa Kau menantangku untuk memperlihatkannya kepadamu ?" kata Amar dengan muka sewot.     

Arani langsung berhenti tertawa. " Kalau kau berani melakukannya maka detik ini juga istrimu akan jadi janda" Kata Arani dengan muka merah padam menahan amarah. Sekarang gantian Amar yang tertawa terbahak - bahak.     

"Aku sungguh tidak dapat membayangkan entah kegaduhan apa yang akan ditimbulkan oleh Yang Mulia Putri Alena saat kita pulang ke Azura nanti" Kata Amar sambil kembali serius.     

"Entahlah.. yang pasti baru beberapa bulan di Istana, Yang Mulia Ratu Sabrina kerap menderita migren karena tingkah Yang Mulia. dan Para wanita di harem terheran - heran melihat tingkah laku Putri Alena. Waktu itu Aku masih ingat. Yang Mulia Pangeran Nizam di gigit dan bahkan tendang selangkangannya oleh Putri Alena. Tingkah Putri Alena juga mengakibatkan dua kasim di cambuk oleh Ratu Sabrina. Sungguh luar biasa calon ratu kita ini" Kata Arani sambil menerawang mengingat kejadian sewaktu Alena di istana.     

"Ha..ha..ha.. Aku bersyukur dengan kedatangan Putri Alena di istana Azura. Kaukan tahu selama ini istana Azura dikenal dengan istana yang muram. Ratu Sabrina dan Perdana Mentri Salman mengendalikan istana dengan keras. Raja Al - Walid dibuat tidak berdaya karena sakit - sakitan. Para kerajaan Aliansi juga sepertinya tidak suka dengan kepemimpinan Raja Al - Walid yang lemah dan banyak dikendalikan Yang Mulia Ratu.     

Bertahun - tahun istana itu sangat muram sehingga Aku berharap kedatangan Yang  Mulia Putri Alena akan membuat istana Azura menjadi lebih terbuka dan ceria"     

"Ya.. kalau seandainya Yang Mulia Pangeran Nizam sudah berkuasa dan rezim Perdana Mentri Salman hilang dari Azura itu akan terwujud. Tetapi Kau tau sangat sulit menyingkirkan generasi Perdana Mentri Salman yang menguasai kepemerintahan Azura berabad - abad. Ibarat sebuah bawang bombay maka harus mengelupasi beberapa lapisan luarnya sehingga kita bisa masuk ke dalam intinya dan melapisi intinya itu dengan lapisan yang baru." Kata Arani      

"Ya.. sungguh sangat berat menggulingkan Dia. Semua lini berada dalam kekuasaannya. Walaupun Aku, Imran dan Pangeran Rasyid ada di sisi Yang Mulia tapi kita hanya sekedar Jendral. Ada puluhan jendral yang berada disisi Perdana Menteri Salman. Bahkan mentri pertahanan Al - Ghozali berada disisi Perdana menteri itu" Kata Amar.     

"Aku tahu itu, tapi sebaiknya kita sekarang fokus saja pada persiapan wisuda Yang Mulia. Aku tahu kau pasti sudah menerjunkan anak buahmu untuk mencari informasi di sekeliling Pangeran Barry" Kata Arani.     

"Pangeran Barry ini orangnya lumayan misterius dan penjagaanya sangat ketat. Ia juga sangat hati - hati dalam bertindak. Orangku hanya bisa menembu sampai ke kamar Pangeran Abbash tetapi tidak bisa mendekati Pangeran Barry. Jadi orangku hanya bisa melaporkan gerak gerik Pangeran Barry secara fisik. Jadi Aku hanya bisa menebak - nebak saja rencana dia" Kata Amar kepada Arani.     

"Apakah Kau sangat yakin dia akan melakukan tindakan penyerangan pada saat wisuda Yang Mulia nanti. Aku masih ragu dengan pemikiran itu karena bukankah di kampus itu akan ada presiden Amerika. Aku pikir dia tidak akan konyol melakukan penyerangan pada saat Presiden ada. Ini akan seperti membangkitkan macan tidur.      

Kekuatan Azura saja jauh berada di bawah kekuatan Amerika apalagi kerajaan Zamron. Seandainya penyerangan itu membuat presiden Amerika terluka maka kerajaan Zamron pasti akan dibumi hanguskan" kata Arani kepada Amar.     

"Tentu saja analisamu benar. Pangeran Barry tidak akan pernah melakukan penyerangan yang akan mengakibatkan Presiden Amerika terluka tetapi Aku yakin Ia akan melakukannya pada saat Presiden itu meninggalkan kampus. Kalau dilihat dari agenda acara, Presiden hanya akan ada sampai pukul 11.00 dan selepasnya adalah acara pemberian map berisi ucapan selamat atas kelulusannya dari presiden universitas. Acara ini juga yang akan memakan waktu lama karena pemberian map itu berjalan satu - satu permahasiswa. Aku pikir ini waktu yang tepat untuk membuat kerusuhan." Kata Amar membuat Arini jadi berpikir lama.     

"Masalahnya lagi kita harus membagi dua pengamanan antara Yang Mulia Pangeran dan Yang Mulia putri" Kata Amar lagi.     

"Aku mengerti, Yang Mulia Pangeran Nizam, Yang Mulia Putri Cynthia, Edward akan ada di deretan kursi yang sama dan terpisah dari wisudawan lain karena sepuluh orang wisudawan terbaik dari tiap jurusan akan mendapat kehormatan di wisuda terlebih dahulu sedangkan sisanya akan menyusul kemudian. Yang Mulia Putri Alena, dia akan duduk terpisah sesuai dengan kelompok jurusan ekonomi. Demikian juga suamiku, Ia akan duduk dikelompok Jurusan hukum." kata Arani sambil mengerutkan keningnya.     

"Begitulah.. berarti kita akan membagi pengamanan menjadi tiga bagian. Aku pikir Kau harus fokus terhadap pengamanan suamimu" Kata Amar     

"Tetapi mengapa? Dia bisa menjaga dirinya sendiri" Arani memprotes     

"Tidak!! Aku sudah mengatur sedemikian rupa. Kau harus melindungi suamimu karena walaupun suamimu laki - laki tetapi ilmu beladirinya tidak terlalu mahir. Lagipula dia bukanlah seorang petarung yang terbiasa menghadapi lawan. "     

Arani terdiam membenarkan perkataan Amar dan Ia lalu mendengarkan lagi perkataan Amar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.