CINTA SEORANG PANGERAN

Aku Tuli



Aku Tuli

0Bryan tidak berhenti tetapi Ia tetap berjalan sambil berpikir kenapa dia dipanggil oleh penjaga. Apa mereka sekarang mencurigainya. Tapi mengapa ? Seharusnya kalau mereka curiga dari tadi Ia dipanggil. Ia sudah menyamar dengan berdandan ala penjaga kebersihan yang sebenarnya.     
0

Bryan terus berpikir keras. Ia tidak mau bertingkah yang mencurigakan. Ia menyimpan senjata di meja roda yang Ia dorong. Tersembunyi rapat tetapi kalau meja itu dibongkar dan di obrak - abrik pasti akan ketahuan juga.     

Keringat menetes dari pelipis Bryan, Ia harus memutar otaknya berpikir jalan keluar kalau seandainya Ia dicurigai. Sampai kemudian Ia lalu berpikir dengan cerdas. Kemungkinan Ia dipanggil karena akan di tegur. Bukankah tadi ada lagu kebangsaan Amerika yang berkumandang. Tetapi Ia lupa berhenti dan berdiri untuk menghormati lagu itu jadi mungkin Ia ditegur gara – gara itu.     

Untuk menghindari petuah berkepanjangan maka Ia kemudian pura – pura tidak mendengar dan terus berjalan. David menjadi sangat kesal dan Ia segera berjalan cepat kemudian berdiri sambil memegang tepian roda meja dorongnya.     

"Kenapa Kau tidak berhenti ? Aku menyuruhmu berhenti kau malah berjalan terus. Kau cari mati Hah ?" kata David sambil mendorong dada Bryan dengan keras.     

Bryan menggerakan tangannya di telinganya seakan – akan Ia ingin mendengarkan Suara David dengan jelas. Ia menunjukkan isyarat bahwa Ia tidak dapat mendengar dengan baik. Mata David terbelalak melihat pemandangan di depannya. Pantas saja dipanggil – panggil tadi Ia tidak mendengar. Mungkin petugas itu tuli.     

Bryan terus menggerak – gerakan tangannya seakan bertanya, Ada apa ? Mengapa kau memanggilku ? Begitu gerakan tangan Bryan kepada David.     

David menggelengkan kepalanya sambil menggerak – gerakkan tangannya  dan berkata dengan gerak bibir dibuat sejelas mungkin.     

"Tidak apa – apa. Maafkan Aku. Aku pikir kau dapat mendengar. Aku hanya ingin berkata kalau sedang menyanyikan lagu kebangsaan sebaiknya kau berdiri tegap dan mendengarkan. Bukannya berjalan – jalan. Tapi mungkin kau memang tidak mendengar " Kata David sambil  kemudian menyuruh orang itu melanjutkan perjalanannya.      

Bryan terbata – bata mengucapkan terima kasih dan melanjutkan perjalanannya. Di belokan tanpak temannya menunggu dia dengan tidak sabar. Setengah jam lalu Ia disuruh menunggu di belokan ini untuk mengambil senjata yang tadi diselundupkan melalui tumpukan peralatan kebersihan.     

Temannya itu menunggu dengan gelisah karena Bryan tidak menjaga ketepatan waktu. Ia sudah berdiri hampir setengah jam lebih dan menunggu Bryan tetapi Bryan masih saja belum muncul. Dan ketika Ia melihat Bryan muncul Ia segera menghampiri Bryan. Tetapi Bryan malah segera menyelinap ke sebuah gudang yang agak jauh dari tempat berdirinya si penjaga.     

Temannya Bryan yang bernama Ramy segera mengikutinya dengan tidak banyak tanya. Setelah benar – benar di rasa cukup aman. Tanpa banyak bicara Bryan segera memberikan senjata kepada Ramy.     

"Kau pastikan untuk tidak melukai Edward. Yang Mulia Pangeran Barry tidak ingin anak dari orang yang menyokongnya selama ini terluka. Kalau sampai Ia terluka maka habislah kita akan dibunuhnya"Kata Bryan sambil kemudian Ia menyimpan roda itu di dalam gudang. Ia sendiri kemudian mengganti pakaiannya dengan pakaian  stelan resmi dan mengenakan pakaian wisuda untuk kelas ekonomi.     

"Aku ingatkan lagi begitu kau selesai menembak Pangeran Nizam maka Aku akan melemparkan granat ke kerumanan mahasiswa lalu ketika orang – orang panik Aku akan membius Putri Alena dan membawanya pergi."     

"Iya Aku tahu.. Kau sebaiknya segera menghubungi Robert. Kau dan Robert harus saling bekerja sama." Kata Ramy dengan hati – hati . Bryan mengacungkan jempolnya dan Ia segera pergi diikuti oleh Ramy. Mereka berjalan masing – masing seakan – akan tidak saling mengenal.     

Ramy yang menyamar jadi panitia wisuda ini mengenakan pakaian resmi sambil mengenakan kartu tanda identitas yang menunjukkan Ia sebagai panitia. Setengah berlari Ia berjalan ke bawah dan menuju ke depan. Matanya secara terus menerus menatap ke arah Nizam yang sedang duduk santai sambil melihat ke arah istrinya yang sedang duduk kasak – kusuk.     

Nizam melotot dari kejauhan ketika Ia melihat Alena membuka pakaian wisudanya. Ia baru tahu kalau Alena benar – benar memakai kebaya yang Ia pesan dari Indonesia. Ia sudah memilih dengan teliti. Ia heran mengapa Kebaya itu menjadi sangat seksi.  Bukankah Ia memesan kebaya muslimah.     

Nizam terus melotot melihat selendang yang mengikat pinggang Alena yang menyebabkan lekuk pinggangnya terlihat jelas. "What the hell is this Cynthia. Mengapa temanmu memakai pakaian seperti itu ?" Kata Nizam tidak sadar. Tetapi hal itu malah membuat Cynthia dan Edward ikut memaling wajah melihat ke arah Alena.     

Mulut Edward ternganga bahkan Ia hampir mimisan karena melihat tubuh Alena yang begitu seksi. Edward tidak munafik. Ia merasa sangat bahagia mendapat pemandangan yang menyejukkan. Sementara itu Cynthia langsung mengumpat – ngumpat kesal. Sudah dikatakan agar Alena melepaskan tali yang mengikat pinggangnya tetapi Alena tetap saja bersikeras dengan janji bahwa Ia akan mengenakan pakaian wisudanya terus menerus sampai pulang kembali ke rumah.     

Melihat Edward yang melotot tidak berkedip membuat Nizam jadi kesal.      

"Kau palingkan wajahmu atau Aku bersumpah akan membuatmu buta."Kata Nizam sambil memalingkan muka Edward dengan sebal. Edward tertawa,     

" Kau jangan salah Nizam. Aku terbiasa melihat pemandangan seperti itu. Inikan Amerika dimana  orang - orang bisa memakai baju lebih bebas dibandingkan kerajaanmu. Jadi bagiku pakaian Alena biasa saja " Edward sambil pura - pura santai. Padahal mukanya merah padam karena dadanya yang berdebar - debar keras.     

"Cynthia, bagaimana bisa kau membiarkan Alena memakai pakaian seperti itu ?" Kata Nizam sambil terus menatap Alena dari tempat duduknya. Dan Ia sekarang terlihat sedang ngobrol dengan Amar dan diakhiri dengan Alena mengenakan pakaian wisudanya. Nizam menarik nafas lega melihat tubuh Alena kembali terlindung.     

"AKu sudah melarangnya tetapi dia bersikeras memakainya untuk memperlihatkan kepadamu kalau kalian sudah pulangnya nanti. Dan Ia mengenakan pakaian wisuda untuk menutupinya. Tetapi Ia malah membukanya"  Kata Cynthia membela diri.     

"Tapi untung saja ada Amar, Aku yakin dia disuruh Amar untuk memakai kembali pakaian wisudanya " Kata Nizam sambil terus memperhatikan Alena yang terus berbincang dengan Amar.     

Nizam memastikan Kalau Alena tidak mengusir Amar sehingga kemudian Ia kembali tenang dan memperhatikan pembukaan acara wisuda dengan menyanyikan lagu kebangsaan.     

Nizam mengedarkan matanya ke sekeliling. Ia terus mempelajari setiap orang yang berlalu lalang. Ia menyadari bahwa sebagai putra mahkota Ia harus selalu waspada. Kematian selalu mengancamnya dimanapun Ia berada. Tetapi baginya mati bukanlah hal yang paling ditakutkan. Mati adalah takdir Tuhan. Tetapi tetap saja Ia berusaha untuk menghindari takdir buruk dan mengikuti takdir baik.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.