CINTA SEORANG PANGERAN

Meluruskan Permasalahan antara Ali, Amar dan Zarina



Meluruskan Permasalahan antara Ali, Amar dan Zarina

0Ali mohon pamit dan melangkah dengan langkah tegap. Ali tahu kalau dibelakangnya Nizam sedang memperhatikan makanya langkahnya Ia buat tegap..Ia tidak ingin terlihat lemah di depan atasannya. Ia harus menunjukkan bahwa Ia tidak apa-apa.      
0

Fuad melihat cara berjalan Ali yang sangat berbeda dengan tadi. Tadi di depannya Ali berjalan gontai bagaikan tidak ada gairah hidup. Tetapi di depan Nizam, Ali berusaha untuk bersikap tegar.      

Fuad jadi ingin tertawa tetapi ketika Ia senyumnya itu tersungging di sudut bibirnya Nizam mendelikkan matanya ke arah Fuad dengan buas. Sehingga wajah Fuad langsung berubah menjadi serius kembali.     

Nizam menghampiri Fuad sambil berkata tajam,     

" Sungguh tidak sopan menertawakan kesedihan orang lain" Kata Nizam sambil menatap wajah Fuad dengan sangat kesal.     

Wajah Fuad menjadi sedikit pucat. Ia segera membungkuk memohon ampun sambil berkata.     

"Sedikitpun hamba tidak bermaksud seburuk itu. Hamba hanya merasa lucu melihat Ali yang berpura-pura berjalan dengan tegar di depan Yang Mulia. Padahal tadi langkah nya sangat gontai." Kata Fuad sambil menundukkan kepalanya dalam - dalam.     

"Aku tahu Ia sedang sangat buruk hari ini. Ia bisa saja bersikap tegar di hadapan Ku tetapi Ia tidak akan bisa menyembunyikan riak matanya yang gelisah. Aku sama sekali tidak mengira kalau Amar melamar Zarina karena Aku benar-benar berharap Ali bisa menikahi Zarina" kata Nizam dengan suara berat.     

Melihat wajah Nizam yang sama kusutnya dengan wajah Ali karena simpati yang begitu dalam kepada Ali membuat Fuad lalu berkata sambil berandai - andai.     

"Yang Mulia. Mengingat Ali begitu mencintai Zarina. Apakah Yang Mulia tidak bisa turut campur untuk mengatur pernikahan Zarina. Apakah Yang Mulia bisa meminta Amar untuk membatalkan niatnya untuk menikahi Zarina dan membiarkan Ali tetap menikahi Zarina." Kata Fuad sambil menundukkan kepalanya.     

Nizam menggelengkan kepalanya dengan wajah keruh, " Tidak semudah itu. Zarina bukanlah rakyatku. Aku tidak berwenang membuat keputusan untuknya. Ini semua tergantung dari Zarina. Kalau saja Zarina menolak Amar mungkin Aku masih bisa meminta Zarina untuk mempertimbangkan Ali tetapi kalau dari Zarinanya sendiri menerima Amar berarti Aku tidak bisa berbuat apa - apa. Aku juga tidak bisa melarang Amar untuk menikahi Zarina karena kalau Aku melakukan itu berarti Aku tidak bersikap adil.     

Aku sekarang akan menemui mereka untuk membicarakan apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya berharap semua berjalan lancar. Jika nanti Zarina benar berjodoh dengan Amar maka Ali harus bisa menerimakan. Dan jika Zarina ternyata nanti memilih Ali maka Amar yang harus menerimakan. Aku berjanji dalam menangani kasus ini Aku akan bertindak adil." Kata Nizam sambil kemudian melangkah.     

Sambil pergi Nizam tanpa sadar mengusap pinggangnya sambil mengerutkan keningnya. Pinggangnya sakit karena  tadi Nizam habis - habisan bergelut dengan Istrinya. Dan Alena seakan tidak pernah puas. Alena tidak memberikan kesempatan kepadanya sedikitpun untuk sekedar menarik nafas. Biasanya Nizam tidak masalah Alena mau mengajak bertarung berapa banyak. Tetapi saat ini kondisinya memang sedang tidak fit. Ia kurang tidur dan kurang makan ditambah dengan emosinya yang turun naik. Jadi memang wajar kalau sekarang Nizam merasa pusing, demam dan meriang. Sekuat-kuatnya badan dia. Dia adalah manusia biasa yang bisa sakit juga.      

Usai menghadapi goncangan batin Ia harus melayani Istrinya dalam kondisi lemah dan lapar. Sekarang Ia juga tidak sempat makan karena waktunya makan tadi Ia harus melayani Alena lagi. Kalau Ia makan sekarang maka Amar dan Zarina akan menunggu terlalu lama. Ia sendiri tidak sabar ingin menyelesaikan masalah antara pengawal dan jendralnya itu.     

Melihat Nizam mengusap pinggangnya. Nayla dan Fuad saling berpandangan mata dengan tatapan aneh. Mereka seakan berbicara dari hati ke hati tetapi tidak ada satupun dari mereka yang berani bersuara. Mereka mengikuti Nizam dari belakang diam - diam.     

Perjalanan kali ini dari taman ke aula timur terasa sangat lama. Nizam segera masuk ke dalam ruangan yang dijaga oleh dua penjaga itu.      

Aula ini terdiri dari beberapa bagian. Ada ruang jamuan lengkap dengan dapurnya. Ada toilet di kiri dan kanannya untuk pria dan wanita. Ada ruangan rapat dengan meja di depan dan kursi tengah seperti singgasana untuk dirinya dan ada ruangan kerja Nizam yang sedikit private.     

Zarina dan Amar duduk di ruangan jamuan dengan pelayan di kiri dan kanannya. Mereka sedang menikmati kudapan. Melihat Nizam datang, mereka segera berdiri dan memberikan hormat serta salam. Nizam menganggukan kepalanya. Nizam lalu duduk dihadapan mereka. Pelayan langsung menyodorkan daftar menu hari ini kepada Nizam. Nizam merasakan mulutnya terasa pahit sehingga Ia lalu meminta teh dengan madu. Ia juga meminta puding yang lembut untuk menghilangkan rasa tidak enak dimulutnya.     

Muka Nizam sedikit memerah karena hawa panas yang keluar dari tubuhnya. Amar segera menyadari bahwa Nizam tidak seperti biasanya.     

"Apakah Yang Mulia sedang sakit? Apakah Yang Mulia tidak enak badan ?" Kata Amar sambil tampak khawatir. Nizam tersenyum dan mengambil botol minuman air mineral yang tersedia di meja. Ia meminumnya dengan sekali tegukan. Lalu berkata, " Aku tidak apa - apa. Hanya sedikit lelah."     

"Hamba memahaminya, Yang Mulia tiga hari tiga malam tidak tidur dan tidak makan yang benar karena menunggui Yang Mulia Putri Alena." Kata Amar dengan nada prihatin. Nizam hanya tersenyum tipis. Ia merasakan hatinya mencelos mendengar Kata - kata Amar. Andaikan Amar tahu kalau Alena sebenarnya tidak pingsan dan Ia hanya ingin memberikan pelajaran kepada Nizam yang sudah bertindak keterlaluan kepada Alena.     

"Ya.. mungkin Aku sedikit kelelahan. Maka dari itu untuk mempersingkat waktu. Ceritakan kepadaku Amar. Apa yang terjadi sebenarnya" Kata Nizam sambil kemudian Ia menerima cangkir berisi teh dan madu dari pelayan lalu meminumnya sedikit.     

Amar kemudian berkata, " Mohon izin berbicara Yang Mulia. Seperti yang tadi sudah dibicarakan Yang Mulia Putri Alena kalau hamba berniat meminta izin kepada Yang Mulia untuk menikah dengan Zarina " Kata Amar.     

Zarina menundukkan kepalanya dengan pipi kemerah - merahan. Nizam melirik dan mempelajari tingkah dari Zarina. Kalau Amarnya, Ia tidak terlalu perduli karena dengan motif apapun Ia tidak akan rugi karena Ia berada di pihak laki - laki tetapi yang perlu dikhawatirkan adalah Zarina sebagai wanita. Nizam tidak ingin hidup Zarina tersia - sia karena mengambil keputusan yang salah.     

"Apakah Zarina setuju dan menerima Amar ?" Kata Nizam kepada Zarina.     

Zarina menganggukkan kepalanya malu -malu. Semburat warna merah menambah cantik wajah Zarina. Amar sampai mengepalkan kedua tangannya karena gemas. Zarina memang sangat cantik dengan kecantikan khas India yang memukau. Matanya begitu lebar dengan bulu mata yang begitu lebat dan lentik. Bulu - bulu halus juga tampak memenuhi lengan Zarina yang kulitnya begitu lembut.      

"Amar!! Bolehkah Aku berbicara berdua dengan Zarina?" Kata Nizam kepada Amar. Amar tampak mengerutkan keningnya bingung. Mengapa Nizam ingin berbicara berdua dengan Zarina. Tetapi Amar tidak berani bertanya. Ia langsung berdiri dan menganggukan kepalanya memberikan hormat.     

"Kau jangan kemana-mana. Aku juga ingin berbicara empat mata denganmu. Kau tunggu saja di ruangan rapat" kata Nizam sambil kemudian meminum air tehnya. Ia mencoba mengusir demam di tubuhnya dengan menarik nafas panjang. Nayla hanya memperhatikan sikap Nizam dalam diam. Ia berdiri tidak jauh dari Nizam dan Zarina. Bahkan suara mereka masih terdengar jelas.     

Setelah Nizam memastikan Amar tidak ada Ia baru berkata dengan hati-hati.     

"Zarina apakah kau mencintai Amar? Mengapa Kau tiba-tiba menerima lamaran Amar dan menikahinya" Kata Nizam sambil menatap wajah Zarina. Zarina menjadi gugup mendengar pertanyaan Nizam. Ia mengakui kalau Ia mencintainya Amar sama sekali.     

Melihat Zarina terdiam, Nizam menjadi semakin penasaran. "Katakan padaku sebenernya ada apa? Apakah kau sudah tidak mencintai adikku lagi? "     

Lagi - lagi Zarina terdiam, Nizam semakin tajam memandangnya. Zarina sangat ketakutan hingga kemudian Ia malah menangis dengan keras. Melihat Zarina menangis Nyala segera mengulurkan tempat tisu dengan tisunya sekalian untuk menghapus air mata Zarina. Zarina mengambilnya sambil mengucapkan terima kasih. Ia lalu menghapus lelehan air mata pada pipinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.