CINTA SEORANG PANGERAN

Ruangan Hukuman



Ruangan Hukuman

0Alena masuk ke dalam rumah sambil menangis, para pelayan hanya mengangguk sambil membungkukkan badannya. Arani mengikuti Alena dengan wajah yang muram. " Yang Mulia jangan menangis lagi." Kata Arani melihat mata Alena yang sudah bengkak.     
0

"Aku takut.. Aku takut.." kata Alena sambil terisak - isak. Arani menghela nafasnya yang terasa sesak. Takut sekarang percuma saja, harusnya Alena memikirkan ketakutan itu sebelum kejadian tapi sekarang mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan memang selalu datang terlambat karena kalau di depan bukan penyesalan tetapi pendaftaran.     

Sebenarnya Arani juga ingin mengomeli Alena yang berani - beraninya memberikan Nizam obat tidur. Kalau seandainya Alena melakukannya di Azura pasti Ia sudah didakwa karena dianggap mencelakai Pangeran Putra Mahkota. Ia bisa diturunkan kedudukannya dari Ratu menjadi selir. Bermain - main dengan kesehatan dan kehidupan calon raja atau raja adalah sangat terlarang dan merupakan kesalahan yang sangat berat.     

Walaupun Arani sendiri marah kepada Alena tetapi Ia tidak berani mengomeli Alena karena melihat Alena yang sudah terlihat mengibakan hatinya. Mukanya pucat, matanya bengkak dan tubuh gemetar. Ketika mereka sedang berjalan menuju kamar Nizam dan Alena tiba - tiba Batsnah muncul bersama beberapa pelayan wanita anak buahnya. Pelayan - pelayannya itu membawa baki yang di atasnya berisi pakaian dan berbagai peralatan mandi dan perhiasan.     

"Nyonya Arani, serahkan Yang Mulia Putri Alena kepadaku. Aku akan mengurusnya " kata Bastnah sambil menghampiri Alena dan Arani. Alena dan Arani memandang Bastnah dengan pandangan heran. Tetapi kemudian Arani segera menyadari sesuatu. Ia tahu Bastnah sangat menyayangi Alena, tentu Ia sudah memiliki cara untuk menghindarkan Alena dari hukuman Nizam.      

Arani kemudian menuntun tangan Alena dan menyerahkan kepada Bastnah. Bastnah mengambil Alena dari tangan Arani dan menciumnya. " Jangan khawatir Yang Mulia Putri Alena. Kita akan mengupayakan sesuatu agar kemarahan Yang Mulia Nizam tidak terlalu besar." Kata Bastnah sambil meminta pelayan untuk membawa Alena.     

Arani tampak berjalan mendekati Bastnah dan berkata perlahan setelah Ia memastikan kepergian Alena menuju kamarnya. " Kali ini Aku khawatir jalan apapun yang coba kau lakukan untuk membendung kemarahan Yang Mulia Nizam tidak akan berhasil. Kemarahan Yang Mulia bukan karena pemberian obat tidur tetapi lebih karena cemburu. Dan sudah berkali - kali Yang Mulia kehilangan kendali akibat sikap posesifnya " Kata Arani dengan perlahan - lahan dan hampir setengah berbisik.     

"Aku tahu tentang itu, tetapi minimal Aku ingin Yang Mulia mengurangi tingkat kemarahannya. Aku tidak tega melihat Tuan Putri Alena yang begitu mungil sampai dihukum begitu berat" Kata Bastnah,     

"Apa Kau sudah menebak, kira-kira hukuman apa yang akan ditimpakan Yang Mulia Nizam kepada Putri Alena ?" Arani menatap Bastnah dengan wajah yang muram. Ia bahkan sudah kehilangan kepercayaan terhadap dirinya sendiri untuk menganalisa hukuman apa yang akan menimpa Alena.     

Bastnah terdiam dengan wajah tidak kalah muramnya, matanya menerawang dengan berkaca - kaca. " Aku tahu apa yang kupikirkan akan sama dengan yang kau pikirkan. Kita lihat saja nanti, seberapa kuat Yang Mulia Nizam dapat mengendalikan emosinya. Dan semoga semua dapat berjalan baik - baik saja " Kata Bastnah sambil kemudian bergegas menyusul rombongan pelayan dan Alena yang berjalan dengan gontai ke dalam suatu kamar yang letak sedikit jauh ke dalam ruangan     

Alena masuk ke dalam kamar yang berbeda dengan kamar tempat Ia dan Nizam tidur bersama dengan si kembar dalam ruangan yang bersekat pintu terhubung antara kamar Nizam dan kamar si kembar.     

Kamar ini juga bukan kamar tempat mereka menghabiskan waktu bersenang - senang. Kamar indah yang dikelilingi aquarium dan taman yang berisi burung - burung dari hutan tropis.     

Kamar ini adalah kamar indah yang luasnya dibawah kamar yang biasanya mereka tempati. Alena sendiri belum pernah ke kamar ini. Tetapi Ia tidak banyak bertanya. Kamar dengan nuansa ungu ini membuat suasana semakin dingin terasa menyelimuti hati Alena.     

Alena sebenarnya ingin bertanya mengapa Ia dibawa ke kamar ini, mengapa Ia tidak di bawa ke kamar yang biasanya. Tetapi lidahnya kelu.     

Ia juga terdiam ketika seorang pelayan membawa pompa Asi lalu memohon izin untuk memompa ASInya yang sudah terlihat penuh pada kedua dada Alena yang membengkak. Alena hanya menganggukan kepalanya sambil membiarkan pelayan memasang peralatan untuk memompa ASI dan segera membawa botol - botol berisi ASI Alena ke ruangan si kembar yang sudah menunggu untuk disusui. Dada Alena kini terasa nyaman tidak sakit seperti ketika ASI-nya belum dipompa.     

Kemudia  para pelayan mohon izin lagi untuk melayani Alena membersihkan dirinya, Alena hanya mengangguk. Ketika pelayan itu melepaskan pakaiannya satu persatu kemudian merendamnya dalam bathtub yang sudah diberi minyak esensial dengan harum melati lalu menggosok tubuh Alena dengan ramuan seperti lulur yang Alena tahu pasti bahwa itu ramuan lulur dari Azura.      

Alena juga membiarkan rambutnya dicuci lalu diberikan semacam cairan yang berfungsi untuk melembutkan dan mengharumkan rambutnya. Selesai mandi Alena kembali diluluri oleh lotion dan wajahnya lalu dirias tipis.     

Rambut hitam Alena yang sedikit ikal itu di keringkan dengan hair dryer lalu sisir dengan menggunakan sikat rambut agar rambut Alena mengembang. Dan memang benar rambut Alena yang hitam pekat itu tergerai indah hingga kepunggungnya. Rambut itu sangat tebal dan ikal. Alena lalu mengenakan pakaian berupa lingrie berwarna merah dengan renda - renda yang mengelilinginya.  Lingrie itu berupa rok diatas paha yang mengekspose tubuh Alena yang begitu indah.      

Kamar itu kemudian diberikan pengharum ruangan, Yang membuat Alena merasakan bahwa aura dingin tadi perlahan menghilang dan digantikan dengan ruangan hangat yang menyegarkan. Seorang pelayan kemudian menyimpan berbagai macam makanan ringan di meja sudut. Roti - roti mungil tampak bertumpuk tersusun dengan botol - botol selai, coklat dan krim keju serta yogurth berderet rapih. Beberapa jenis buah - buahan terpajang indah dan menarik selera.      

Bastnah mengerahkan segenap kemampuannya untuk menata ruangan yang tampak dingin itu agar menjadi penuh gairah. Ia juga memerintahkan Alena untuk makan beberapa suap madu dan yogurt agar memiliki tenaga ketika menghadapi Nizam.      

Tadinya Alena menolak untuk membuka mulut, Ia sama sekali tidak berselera untuk makan. Ia malah meneteskan kembali air matanya. Bastnah segera meminta tisu kepada pelayan lalu menghapus air mata Alena dan kembali membubuhkan bedak ke pipi Alena agar aroma air mata hilang dari pipinya.      

Dengan suara berat dan tersekat, Bastnah berkata, " Hamba tahu kesedihan yang Tuan Putri Alami, tetapi jika Yang Mulia hanya menangis maka kemarahan Yang Mulia Nizam tidak akan reda atau minimal berkurang. Yang Mulia sebaiknya melayani Yang Mulia Nizam sebaik - baiknya. Yang Mulia harus mengerahkan segenap kemampuan Yang Mulia agar Pangeran Nizam melupakan kemarahannya. Terkadang laki - laki dapat menghilangkan kemarahannya dengan bercinta" Kata Bastnah dengan hati - hati. Alena menghela nafasnya yang terasa berat dan sesak.     

"Aku tahu bagaimana tingkat kemarahan suamiku, Bastnah. Melihat dari pandangan matanya. Aku merasa Ia tidak akan memberikan ampun kepadaku " Kata Alena sambil terduduk dengan sedihnya.     

"Katakanlah kepadaku, mengapa Aku dibawa ke kamar ini. Ini bukan kamar yang biasa Aku tempati " kata Alena dengan hati yang pedih.     

Bastnah terdiam, Ia lalu berkata dengan hati - hati agar Ia tidak salah bicara, "Di kerajaan kami biasanya ada ruangan khusus tempat berdiskusi antara suami istri menyangkut permasalahan yang sedikit berat tingkatannya. " kata Bastnah.     

"Apakah yang Kau maksud ruangan itu adalah ruangan penyiksaan ?" Kata Alena dengan wajah semakin muram.      

Bastnah terdiam  apa yang dikatakan Alena tidak dibantahnya karena memang ada kamar hukuman yang biasanya disediakan para raja atau pangeran putra mahkota untuk mendidik para istri-istri mereka yang bertingkah diluar batas. Ruangan itu sengaja disiapkan agar para Ratu atau selir segera menyadari kesalahan mereka.      

"Bukan seperti itu Yang Mulia.." Kata Bastnah sambil mencoba berkata - kata lagi. Tetapi kemudian Ia kehilangan kata - katanya. Suasana kembali terasa menakutkan dan menyedihkan apalagi kemudian Ia mendengar penjaga berteriak di luar.     

"Yang Mulia Pangeran Putra Mahkota Nizam memasuki ruangan. Hormat kami kepada Yang Mulia. Semoga Yang Mulia panjang umur dan senantiasa sehat "      

Alena, Bastnah dan para pelayan langsung berdiri tegak dengan wajah sangat tegang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.