CINTA SEORANG PANGERAN

Tangisan Nizam



Tangisan Nizam

0"Kalau benar apa yang Kau katakan, Aku jadi semakin yakin kita lebih baik mengobati Nizam daripada membiarkan Alena berpisah dengannya " kata Edward sambil berdiri dan kemudian Ia berkata, " Ayo Nathan kita pulang.. " Kata Edward kepada Jonathan.     
0

Jonathan memandang Edward dengan heran, "Mengapa kau mengajakku pulang, Aku membawa mobilku sendiri "     

"Kau sudah terlihat mabuk, Aku tidak ingin kau mengendarai mobilmu. Lagipula kau mau pulang kemana ? Bukankah kakakmu sudah pergi bersama suaminya"     

"Aku masih punya rumah sendiri.. " Kata Jonathan lagi.     

"Tidak !! Kau pulanglah bersamaku ke rumahku. Mobilmu akan dibawa oleh pengawalku. Besok kita akan pergi ke rumah Nizam bersama - sama"     

"Tidak!! Aku tidak akan pulang ke rumah itu " Kata Jonathan      

"Bukankah Kau merindukan Arani, istrimu ? " kata Edward. Jonathan terdiam, Ia mengakui kalau saat ini Ia ingin sekali tertidur di dada istrinya. Apalagi Ia dan Arani adalah pengantin baru dan Arani biasanya tiap malam suka menggodanya.      

Jonathan lalu menganggukan kepalanya , " Iya Aku sangat merindukannya."     

"Kalau begitu, ayolah kita pergi ke rumah Nizam besok, " Kata Edward sambil membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, Jonathan tidak membantah kata - kata Edward, kepalanya memang terasa pusing dan Ia khawatir kalau nyetir sambil mabuk sehingga Ia lalu mengikuti langkah Edward.     

****     

Nizam terbangun ketika Ia mendengar adzan Maghrib berkumandang, tubuh Nizam refleks terbangun ketika mendengar adzan dan Ia mendapati kalau Axel sudah tidak ada disampingnya dan para pelayan sudah mengganti pakaiannya dan membersihkan tubuhnya serta mengobati luka luar. Kemungkinan Nayla menyuruh para pelayan untuk merawatnya. Dan saking lelah dan tertekan, Nizam sampai tidak menyadarinya.     

Ketika Nizam terduduk sambil mengeluh karena dadanya yang terasa sakit, seorang pelayan menyodorkan air minum dan Nizam lalu mengambilnya dan meminumnya. Air itu sepertinya bukan air biasa karena begitu di minum badan Nizam terasa lebih segar.      

Nizam lalu memandang para pelayan yang berdiri berderet di samping ranjangnya.     

"Bagaimana kabar istriku ? Apakah Ia sudah siuman ? " kata Nizam dengan pandangan mata yang menyedihkan.     

Para Pelayan malah menundukkan kepalanya dengan wajah yang muram, tetapi kemudian seorang pelayan mencoba menjawab pertanyaan Nizam.     

"Yang Mulia Putri Alena masih tidak sadarkan diri " Katanya sambil tetap tidak berani mengangkat mukanya. Nizam mengeluh sambil memandang dinding kamarnya dengan tatapan kosong,     

"Aku memiliki banyak dokter pribadi, Aku juga memiliki beberapa tabib. Mengapa tidak ada satupun dari mereka yang bisa menyadarkan istriku. Apa mereka semua ingin mati ?" Kata Nizam sambil menghela nafas.     

Nayla yang baru saja selesai sholat Maghrib masuk ke dalam kamar setelah terlebih dahulu meminta izin masuk. Ia mendengar percakapan Nizam dengan para pelayan.     

'Mohon izinkan hamba  menjawab Yang Mulia. Yang Mulia tidak usah khawatri, Putri Alena pasti sebentar lagi akan siuman. Tadi para dokter sudah memeriksanya dan melihat bahwa detak jantung Yang Mulia sekarang lebih membaik daripada sebelumnya. Wajahnya pun tidak terlalu pucat."     

Nizam mengucapkan Alhamdullilah berkali - kali. "Bagaimana dengan lukanya ? Apakah bilur - bilur merahnya masih terlihat? " Kata Nizam sambil berkaca - kaca. Matanya sangat sayu. Terlihat sekali kalau Ia sangat menyesal.     

"Sudah mulai berkurang, kami memiliki obat salep yang bisa mengobati luka dengan cepat. Yang Mulia tidak usah terlalu banyak berpikir. Sekarang yang penting Yang Mulia makan terlebih dahulu ' Kata Nayla sambil menyuruh seorang pelayan untuk memberikan Nizam makanan.      

Seorang pelayan lalu mengambil semangkuk bubur susu dan akan menyuapi Nizam. Nizam tampak mengangkat tangannya tanda menolak.      

"Aku ingin melihat Alena terlebih dahulu " Kata Nizam sambil kemudian mau bangkit tetapi kemudian Ia merasakan kepalanya sangat pusing dan Ia juga merasakan dadanya sangat sakit sehingga Ia terduduk kembali.      

Para pelayan tampak memburu Nizam dan berusaha menolongnya tetapi Nizam menyuruh mereka untuk menjauh. Nayla kemudian mendekat dan berlutut di depan Nizam sambil menatap Nizam dengan lembut.     

"Hamba mohon Yang Mulia, Anda harus minum obat. Maka perut Yang Mulia harus terisi sesuatu. Sudah dua hari Yang Mulia tidak makan apapun selain minum air putih. Kalau terus menerus seperti ini maka Yang Mulia akan sakit. Kalau yang Mulia juga sakit lalu bagaimana nasib pangeran dan putri kecil ? " kata Nayla sambil membungkukkan badannya.     

Mendengar kata - kata Nayla, Nizam menurunkan tangannya karena mengakui kebenaran kata - kata Nayla tersebut. Ia lalu membuka mulutnya dan pelayan itu segera menyuapi Nizam. Setelah tiga suap, Nizam menggelengkan kepalanya dan meminta air minum. Seorang pelayan wanita lainnya segera menyodorkan air madu penambah stamina. Nizam meminumnya, lalu Ia juga meminum obat dan membiarkan lukanya diobati oleh seorang dokter laki - laki.     

Setelah semua selesai Nizam lalu pergi ke kamar mandi dan mengambil air wudhu. Ia kemudian hendak melangkahkan kakinya menuju mesjid.     

"Yang Mulia, bagaimana kalau yang Mulia sholat di dalam kamar saja ? " kata Nayla sambil meminta Nizam untuk tetap di dalam kamar.     

" Tidak !! Aku ingin sholat di mesjid. Aku harus banyak bertobat kepada Alloh atas kelakuanku yang tidak pantas ini. Aku juga harus banyak berdoa untuk kesembuhan Alena." Kata Nizam sambil berjalan ke luar kamar. Nayla kemudian menyuruh seorang penjaga untuk membawakan kursi roda karena Nizam terlihat lemas. Ali dan Fuad langsung memapah Nizam sebelum penjaga itu membawakan kursi roda. Nizam menolak Ali dan Fuad yang mencoba memapahnya.     

"Aku tidak apa - apa. Kalian jangan terlalu berlebih - lebihan. Aku tidak selemah itu " kata Nizam dan Nizam juga menolak untuk naik ke atas kursi roda tetapi kemudian dia terjatuh sehingga Ali langsung memaksa Nizam untuk segera duduk di atas kursi roda.     

'Hamba tahu kalau Yang Mulia tidak lemah, tetapi saat ini pikiran Yang Mulia sedang dipenuhi oleh kekhawatiran terhadap Yang Mulia Putri Alena jadi hamba mohon. Duduklah di atas kursi roda agar Yang Mulia bisa segera mencapai ke mesjid dan segera kembali untuk menengok Tuan Putri Alena " kata Ali dengan wajah sedih.     

Kesedihan Nizam kali ini mengingatkan Ali saat Nizam meminta izin untuk menikahi Alena. Nizam saat itu mogok makan sehingga badannya menjadi lemas. Ia juga kelihatan tidak berdaya menghadapi perasaannnya sendiri.      

Kelemahan Nizam memang ada pada Alena sehingga logika Nizam memang sering tidak jalan kalau sudah  menyangkut Alena. Dan benar saja ketika Ali sudah menyebut nama Alena maka Ia segera bersedia duduk di atas kursi roda dan dengan di dorong penjaga yang kedudukannya di bawah Ali dan Fuad mereka pergi menuju mesjid.     

Nizam sholat dengan menjadi makmum Ali. Biasanya Nizam selalu menjadi imam karena memang bacaan qur'annya sangat bagus tetapi kali ini Nizam sangat lemah dan tidak bisa bersuara keras. Karena sholat maghrib itu bacaanya harus dikeraskan.     

Setelah sholat maghrib Nizam tidak keluar dari mesjid tetapi memilih berdzikir sambil menunggu sholat Isya. Ali dan yang lainnya duduk di belakang Nizam, yang tampak sedang duduk sambil menyender ke dinding mesjid.      

"Ya Rab.. Hamba sangat menyesal telah memukul istri hamba. Hamba terbawa emosi. Hamba mohon wahai dzat pemilik alam semesta, tempat hamba mengadu. Sadarkanlah istri hamba dan biarkan dia kembali ke sisi hamba. Berilah hamba kesempatan untuk memperbaiki tingkah laku hamba yang seperti binatang." Air mata Nizam lalu meleleh membasahi pipinya. Nizam menggigit bibirnya agar suara tangisnya tidak terdengar.     

"Ya Rab.. hamba adalah manusia biasa yang memiliki banyak ketidak sempurnaan. Jika memang Engkau menghukum hamba karena banyaknya dosa - dosa yang hamba miliki maka ampunilah segala dosa hamba itu. " Tangis Nizam kini mulai terdengar lirih. Para pengawal yang tadi ikut sholat berjamaah tampak ikut terenyuh.     

"Ya Rohman.. Ya Rohim.. hamba mohon sadarkan istri hamba. Kasihanilah juga anak - anak hamba. Mereka sangat merindukan ibunya. " Nizam semakin bersedih, tangis yang Ia tahan sekuat tenaga kini tidak bisa ditahan lagi. Dengan bibir gemetar Nizam lalu kembali berdzikir tetapi kemudian Ia menutup mulutnya dengan punggung tangannya. Rasa sedih dan sakit di dadanya membuat Nizam tidak bisa menahan isak tangisnya lagi sehingga Ia menahan suaranya dengan punggung tangannya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.