CINTA SEORANG PANGERAN

Nasihat Fuad Kepada Ali



Nasihat Fuad Kepada Ali

0Ali berjalan tergesa hingga Fuad hampir tidak bisa mengejarnya. "Ali !! Ada apa dengamu? Mengapa Kau bertingkah aneh seperti ini?" Fuad tidak mengerti. Ali hanya menggelengkan kepalanya dengan resah.      
0

"Tidak Fuad.. ini urusan pribadiku " Kata Ali sambil kemudian melangkah gontai tanpa ada gairah. Ia terus menyesali dirinya yang tidak menyatakan cintanya kepada Zarina. Ia terlalu banyak pertimbangan. Ia merasa tidak sanggup bersaing dengan Pangeran Thalal. Ia benar - benar menyesal karena ternyata Amar lebih berani darinya. Dia lebih berani menanggung resiko menikahi Zarina walaupun cinta tidak berbalas. Tetapi kemudian Ali berpikir, bagaimana bisa Amar yang tidak terlalu mengenali Zarina bisa langsung mengajaknya menikah. Apakah ada motif lain disebaliknya.     

Kalau seandainya Amar menikahi Zarina karena memanfaatkan kelebihan kemampuan Zarina, Ali merasa tidak terima. Cintanya kepada Zarina tanpa ada motif apapun. Dia mencintai Zarina dengan tulus. Ia mengenal Zarina lebih lama dari Amar. Bukankah Amar juga baru - baru ini mengikuti Nizam setelah Ia menggantikan posisi Imran yang sedang memperkuat basis di Azura dan untuk menghindari kasus kematian Sisca di New York.     

Mata Ali mendadak berkilat - kilat, Ia harus mencari tahu apa motif Amar untuk menikahi Zarina. Bukankah sebelum akad nikah berlangsung segala kemungkinan bisa saja terjadi. Ia masih ada waktu untuk berbicara dengan Zarina. Ia harus berusaha meyakinkan Zarina kalau Ia mencintai Zarina melebihi cinta Amar kepadanya. Dan Ali tahu siapa yang bisa Ia minta tolong. Nizam ya.. Nizam, Ia harus berbicara dengan Yang  Mulia Pangeran Nizam.     

Bukankah waktu itu Yang Mulia Pangeran Nizam sudah memberikan sinyal berupa lampu hijau kepada Ali untuk menikahi Zarina. Ia berharap Nizam dapat membantunya untuk meluruskan masalah ini. Ia sudah ditinggal oleh istrinya dan sekarang jika cintanya gagal, Ali merasa tidak sanggup.     

"Apa Kau mencintai Zarina ? " Kata Fuad tiba -tiba membuat Ali menghentikan langkahnya. Ia lalu berbalik menatap Fuad. Ali dan Fuad saling bertatapan mata dengan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata - kata. Ada banyak kata - kata yang ingin mereka saling sampaikan tetapi lidah mereka mendadak kelu.     

Ali lalu membalikkan tubuhnya lagi dan mulai berjalan lagi meninggalkan Fuad. Tetapi Fuad ternyata tidak putus asa. Selama ini seluruh hidupnya sebagian besar dihabiskan dengan Ali untuk menjaga Nizam. Ali adalah pribadi yang kuat dan cerdas. Ia juga bukan tipe laki - laki labil yang mudah terbakar perasaannya. Sebagai pengawal pribadi Nizam yang hidupnya sebagian besar penuh pengabdian untuk menjaga keselamatan Pangeran Putra Mahkota, Ali sama sekali tidak boleh terlalu banyak bermain perasaan karena itu akan mengganggu kinerjanya.     

Tapi sekarang wajah Ali yang biasanya jarang terlihat resah sekarang sangat berbeda. Ada bias kecemasan pada dua bola matanya. Ada riak gelisah, kecewa dan ketakutan yang sangat mendalam pada raut wajahnya. Fuad jelas memahami kalau sahabatnya itu sedang mengalami pergolakan perasaan yang sangat besar dan pergolakan itu muncul ketika Ia mendengar Amar hendak menikahi Zarina.     

"Ali !! Tolonglah.. Aku bukannya hendak turut campur. Tetapi kebersamaan kita sudah bertahun - tahun. Mengapa Kau menyembunyikan sesuatu dariku ? Bagaimana mungkin Kau bertingkah seperti itu dan Aku tidak berbuat apa  - apa. Kau tahu kita sedang menghadapi musuh yang kuat. Pangeran Abbash, Ia bukan lawan enteng yang bisa dikalakan hanya dengan sekali pukulan.     

Kita bisa melawannya jika kita solid. Tetapi dengan wajahmu yang seperti ini maka bagaimana kita semua dapat melawan Pangeran Abbash?" Kata Fuad  mencoba membujuk temannya.     

Ali terdiam tapi masih tetap berjalan hanya saja sekarang jalannya tidak terlalu cepat Ia berjalan perlahan karena  Ali berjalan sambil  memikirkan sesuatu. Apa yang dikatakan sahabatnya itu sangat jelas dan masuk di akal. Kalau Ia tidak dapat menenangkan dirinya sendiri bagaimana Ia melindungi Nizam dari kejahatan pangeran Abbash yang sangat licin bagaikan ular.     

Akhirnya Ali berkata perlahan, "Baiklah Fuad. Aku memang mencintai Zarina. Aku sedang bersedih karena ternyata Ia sudah dilamar oleh Amar. Aku kehilangan Zarina. Aku kalah cepat dengan Amar. Aku merasa tidak sanggup melihat kenyataan bahwa Zarina akan menikah. Aku sangat menyukai Zarina sejak pandangan mata yang pertama kalinya di restorannya pada waktu itu " Kata Ali sambil  berjalan tetap dengan langkah gontai.     

Fuad terkejut mendengar kata - kata Ali. " Mengapa Kau diam saja. Sejak Kau mecintainya mengapa kau tidak mengatakan langsung kepadanya ?" Fuad tanpak sangat menyesal. Ia tidak keberatan Zarina menikah dengan Amar tetapi mendengar kata - kata Ali yang begitu memelas karena keduluan orang lain. Membuat Fuad merasa sedang berhadapan dengan salah satu bucin di kediaman rumah Nizam dan Alena.     

"Ali.. tolong untuk berpikir realistis. Kedudukan Amar lebih penting dari kedudukan kita di kerajaan Azura. Ditangannya terletak stabilitas keamanan Azura. Kalau seandainya Kau berkonfrontasi dengannya hanya karena seorang wanita. Bagaimana Kau mempunyai muka dihadapan Yang Mulia. Bukankah sumpah setia kita adalah mengabdi kepada Yang Mulia Pangeran Nizam dan keluarganya dan kerajaan Azura.     

Yang Mulia saat ini sedang banyak masalah. Apakah kau tidak malu ketika kau menghadapnya hanya untuk bicara masalah pribadi. Apakah Kau juga sudah memikirkan bagaimana nanti gundahnya pikiran yang Mulia dihadapkan dua pilihan yang sangat sulit. Jika Ia membelamu maka hati salah satu jendralnya akan terluka. Tetapi kemudian jika Yang Mulia memilih Amar maka hati penjaga setianya yang akan terluka. Apa Kau pikir Yang Mulia tidak akan kebingungan dan merasa gundah" Kata Fuad.     

Kata - kata Fuad bagaikan sebilah pedang tajam yang langsung menghujam ke ulu hatinya. Wajahnya yang mendung menjadi semakin gelap. Udara di sekitar juga terasa sangat dingin dan terasa lebih getir dari biasanya. Ali menundukkan kepalanya dengan sedih.     

"Kita hanyalah seorang pengawal pribadi yang pangkatnya hanyalah seorang letnan. Sedangkan Amar adalah seorang jendral besar. Secara kedudukan, kita jelas ada dibawahnya sebanyak empat pangkat. Bagaimana mungkin kita bersaing melawan seorang jendral besar  yang jelas - jelas kedudukannya sangat penting dibandingkan dengan kita" Kata Fuad lagi dengan lemah lembut.     

"Aku tidak takut dengan pangkatnya " Kata Ali bersikeras. Tetapi Fuad lalu memegang bahu Ali.     

"Kita bukan bicara tentang pangkat tapi tujuan hidup kita. Aku secara pribadi sangat membelamu sebagai seorang teman. Tetapi Ali, Kita benar - benar harus realitis. Kita bukan para pangeran yang bebas memperjuangkan rasa cintanya. Kita adalah para pejuang yang membela bangsa dan negaranya. Kita bersumpah setia  untuk negara. Dan kita tidak selayaknya bersitegang dengan teman sendiri hanya karena cinta kepada seorang perempuan. "Kata Fuad sambil menatap Ali.     

Ali berdiri membeku. Ia menengadahkan kepalanya menatap langit yang terbentang luas. Ia menahan air matanya yang hampir meleleh membasahi pipinya. Tubuhnya gemetar menahan isak tangis. Fuad memegang bahunya.     

"Seorang prajurit tidak menangis karena cinta kepada wanita. Kau harus tahan Ali. Kita hidup untuk melaksanakan tugas negara. Kita hidup bukan untuk menjadi beban negara. Kau pikir apakah Amar menikahi Zarina hanya karena cintanya. Aku rasa tidak. Kita tahu, bertahun - tahun Amar mengabdi kepada kerajaan tetapi tidak pernah sekalipun kita melihatnya Ia menyukai seorang wanita. Lantas kau pikir apa yang menyebabkan tiba - tiba Ia menikah Zarina. Apa karena cinta? Itu tidak mungkin. Ia pasti memiliki tujuan tertentu. Bukankah selama ini Ia hanya sibuk menjadi mata - mata Yang Mulia dan menata para prajurit di kerajaan. Bagaimana bisa tiba - tiba Ia tertarik pada wanita begitu saja tanpa ada suatu proses?" Kata Fuad menambah pedih hati Ali karena itulah yang menjadi dugaannya selama ini.     

"Itulah sebabnya Aku sedikit tidak terima. Dia tidak mencintai Zarina seperti Aku mencintainya, bagaimana Ia bisa membahagiakan Zarina" Kata Ali tersedu, Ia menggigit bibirnya sendiri sampai hampir berdarah.     

"Kau benar - benar sedang kacau saat ini hingga tidak bisa berpikir jernih. Amar adalah seorang jendral besar yang memiliki tatakrama tinggi. Ia berasal dari keluarga pejabat yang sangat mementingkan etika. Apakah kau pernah mendengar Ia mempermainkan seorang wanita? Untuk membahagiakan seorang istri tidak diperlukan cinta tetapi cukup dengan kasih sayang seorang suami, karena cinta akan tumbuh kemudian. " Fuad berusaha memberikan pengertian kepada Ali.     

Fuad sama sekali tidak membayangkan apa yang terjadi kalau Amar dan Ali lalu bersitegang berebut Zarina. Dan dengan sifat Nizam yang tegas maka Nizam pasti akan lebih memilih  mengusir Zarina daripada harus membuat dua anak buahnya berkelahi memperebutkan Zarina.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.