CINTA SEORANG PANGERAN

Menikahlah Jonathan dan Arani ( 10 )



Menikahlah Jonathan dan Arani ( 10 )

0Melihat mata cemerlang Alena yang berbinar-binar dan ucapannya yang spontan tanpa dibalut kemunafikan membuat Sultan Mahmud yang hatinya gersang menjadi sejuk laksana kemarau panjang yang diguyur salju. Di usianya yang mendekati 55 tahun, dimana Ia hidup dilingkungan istana, dikelilingi empat istri dan puluhan selir membuat Sultan Mahmud tahu persis bagaimana sifat para wanita. Di haremnya hampir seluruh wanita bertingkah bukanlah berdasarkan perasaannya sendiri. Semua berjalan sesuai protokol kerajaan. Tujuan mereka cuma dua yaitu menyenangkan hatinya dan melahirkan anak-anaknya.     
0

Hatinya beku, kosong dan hampa. Semua wanita bertingkah begitu manis, manja dan penurut. Mereka tahunya cuma bersolek, bergosip dan bersaing satu sama lain. Tidak ada hal yang begitu membosankan selain berbicara tentang basa-basi dengan mereka. Hingga Sultan Mahmud kemudian merasa bahwa Ia hanyalah sebuah mesin reproduksi yang tugasnya hanya memproduksi anak sebagai generasi keturunan bagi Kerajaan Zamron. Para wanita itu seperti sekumpulan kelinci putih yang lembut dan meloncat-loncat mencoba menarik perhatiannya.     

Melihat Alena yang begitu menawan, segar, bergairah dan penuh semangat Sultan Mahmud seperti melihat kijang cantik yang menarik dengan larinya yang sekencang angin menantang setiap harimau untuk datang mendekat dan memangsanya.     

"Apakah Tuan putri Alena menyukainya?" Tanyanya dengan lembut. Kalau saja Ia tidak bisa mengendalikan dirinya, tangannya yang gagah itu pasti sudah hinggap di kepala Alena. Alena menganggukan kepalanya dengan kuat hingga kerudungnya bergerak-gerak memperlihatkan sebagian rambutnya yang terurai.     

"Aku menyukainya Yang Mulia, ini sangat indah, Bola-bola itu sangat bagus. Aku belum pernah melihat mainan anak-anak sebagus ini. Kedua anakku pasti akan sangat menyukainya. Sungguh Yang Mulia Aku sangat berterima kasih atas hadiahmu. Kau adalah kakek mereka sekarang" Kata Alena sambil mengambil tangan lelaki tua itu lalu menciumnya bagaikan seorang anak mencium tangan seorang ayahnya.     

Nizam terkejut melihat ulah istrinya bahkan semua mata kini memandang Alena dengan perasaan tidak kalah kagetnya. Sultan Mahmud sendiri langsung terlihat gemetar ketika punggung tangannya dicium Alena. Sejak dari tadi Ia menyukai Alena sebagaimana perasaan laki-laki kepada wanita dan bukanlah suka seorang Ayah kepada anaknya     

"Alena.. Itu kurang pantas dilakukan." Kata Nizam sambil meminta maaf kepada semua tetua yang hadir atas prilaku Alena yang tidak pantas dilakukan. Sultan Mahmud bukanlah siapa-siapa Alena sehingga secara Agama dan adat Azur, Alena tidak boleh melakukannya. Alena sendiri kaget dengan kelakuannya yang sembrono. Tapi Ia segera memutar akalnya yang suka muncul dalam situasi genting.     

"Yang Mulia, Aku mohon maafkan tindakan yang tadi. Sungguh Aku tidak bermaksud melanggar norma agama dan adat. Aku hanya memperlakukan Yang Mulia serupa dengan Ayahku. Di negaraku sudah menjadi kebiasaan mencium punggung tangan orang yang kita anggap mulia dan dimuliakan. Yang Mulia begitu baik hati dan menyayangi anak-anak hamba. Bagaimana bisa hamba tidak menghormati Yang Mulia."     

Para Tetua langsung saling berpandangan mata dan menganggukan kepalanya, apa yang dikatakan Alena sangat masuk di akal. Dan Nizam tersenyum lebar. Sebenarnya Ia sengaja menyalahkan Alena dengan dua tujuan, Yang pertama untuk menunjukkan bahwa jika istrinya salah walaupun Nizam sangat mencintai Alena tetapi Nizam tidak akan segan-segan menegurnya. Dan yang kedua adalah Ia ingin memberikan kesempatan kepada Alena untuk membela dirinya sendiri di hadapan para tetua. Dan ternyata Alena memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.     

Jawaban Alena yang begitu masuk di akal membuat para tetua sadar bahwa ternyata Alena tidaklah sebodoh yang mereka duga. Alena pandai berkelit dan bersilat lidah. Pendidikannya di Amerika itu ternyata membuat Alena tidak bisa disejajarkan dengan para putri dari kerajaan Azura yang rata-rata hanya mempelajari tentang kewanitaan saja.     

Pernyataan Alena juga ternyata memukul hati dari Sultan Mahmud untuk segera menyadari bahwa ternyata memang Dia harus tahu diri. Alena menganggapnya sebagai seorang ayah dan Ia seperti kakek bagi si kembar, beraninya Ia memiliki pemikiran kotor terhadap wanita sesuci Alena. Perasaan Sultan Mahmud langsung berubah dari rasa cinta berubah menjadi perasaan sayang dari seorang ayah kepada putrinya.     

"Jangan Yang Mulia menyalahkan putri Alena. Kita memang harus menyadari bahwa yang disampaikan oleh Putri Alena adalah benar. Aku pernah berkunjung ke Indonesia dalam rangka menghadiri pelantikan presiden Indonesia. Di sana memang terbiasa mencium tangan orang yang lebih tua. Dan itu berlaku untuk laki-laki ataupun wanita. Dan itu dilakukan untuk seluruh orang dengan latar belakang agama apapun. Terima kasih sudah menganggap Pria tua renta ini sebagai orang yang layak kau hormati"     

Alena tertawa kecil, matanya yang indah berkedip dengan lucu, " Yang Mulia begitu gagah masa dibilang tua renta. Benarkan Yang Mulia?" Alena bertanya kepada Nizam.     

Nizam tersenyum senang melihat kecerdasan istrinya yang berkembang dengan pesat. Effek melahirkan si kembar membuat Alena semakin dewasa. " Tentu saja.. Yang Mulia Sultan Mahmud adalah singa gurun bagaimana bisa menjadi tua renta dengan penampilan yang bahkan begini gagah. Sepuluh pemuda tidak akan dapat merobohkan Yang Mulia" Kata Nizam dengan bersungguh-sungguh.     

"Kalian berdua pandai benar mengambil hati orang" Sultan Mahmud turut tertawa. Suasana yang tadi kaku sedikit mencair. Sultan Mahmud adalah raja yang paling di segani melebihi Raja Al-Walid ayahnya Nizam. Kalaupun Kerajaan Azura tetap menjadi pusat kerajaan itu karena kekuatan dari Ratu Sabrina yang bekerjasama dengan Perdana Mentri Salman.     

Jadi ketika melihat Sultan Mahmud sikapnya mencair itu membuat para tetua yang lainnya juga otomatis mencair. Hanya Perdana Mentri Salman yang terlihat sangat tidak menyukai suasana kebencian yang Ia bangun sejak dari Azura sekarang menjadi hilang karena Sultan Mahmud terpesona oleh Alena. Alena..lagi - lagi Alena. Apa istimewanya wanita yang tingginya hanya seleher anaknya Putri Rheina.     

Cynthia yang sedang duduk di belakang Nizam memperhatikan jalannya perbincangan Para Tetua dengan Alena dan Nizam dengan hati puas. Selain effek dari melahirkan, diam-diam Chynthia terus mengajari Alena tentang segala macam taktik, siasat, gaya bicara dan segalanya agar Alena tidak terus menerus bertingkah konyol. Alena yang memang pada dasarnya cerdas sangat cepat menangkap pelajaran yang diberikan Chynthia.     

Padahal awalnya Alena tidak mau mempelajari tentang taktik dan politik yang tidak disukainya. Tetapi Cynthia selalu mengatakan bahwa nasib si kembar ada ditanganya. Jika Ia bodoh maka Ia tidak akan bisa melindungi buah hatinya padahal di Azura banyak orang yang akan sangat membenci si kembar. Jadi mau tidak mau Alena sekarang berjuang untuk menjadi pintar agar bisa menyelamatkan anak-anaknya dari ancaman para predator di Istana kelak.     

Setelah acara ramah tamah dan ucapan doa dan selamat kepada si kembar. Nizam segera ke acara inti yaitu konfrensi Pers yang akan segera diselenggarakan. Para Tetua segera dipersilahkan duduk kembali. Para wartawan dari berbagai negara memasuki aula, Nizam melihat para wartawan itu kebanyakan berasal dari Azura. Nizam harus segera menyelesaikan permasalahan Alena dan Jonathan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.