CINTA SEORANG PANGERAN

Menikahlah Jonathan dan Arani ( 8 )



Menikahlah Jonathan dan Arani ( 8 )

0Para tetua kerajaan langsung berdiri begitu Nizam dan Alena memasuki ruangan. Mereka bagaikan sepasang dewa dan dewi dalam balutan pakaian putih. Bagaimana Nizam begitu tampan dan berwibawa dengan pakaian tradisional kerajaan Azura. Penampilannya mampu menawan semua mata yang hadir di ruangan itu. Pesona Nizam mampu mengalahkan semua keindahan yang pertama mereka lihat.     
0

Bahkan pakaian Nizam berkibar tertiup angin di musim panas menambah dramatis penampilannya. Warna keemasan dan hitam yang mencampuri warna putih pada pakaian Nizam menambah kemewahan yang membalut tubuh tinggi,kekar dan atletis. Sungguh sangat tidak diragukan lagi mengapa putri-putri mereka dengan sukarela bersedia di bawa ke harem Nizam. Bahkan banyak di antaranya yangmeminta sendiri tanpa di suruh mereka. Walaupun di dalam Harem ternyata penuh penderitaan karena Nizam belum pernah menyentuh mereka karena Nizam hanya sibuk mengurus Alena.     

Agaknya bagi putri - putri itu memiliki status sebagai istri Nizam secara negara dan adat istiadat lebih masuk ke dalam akal sehat mereka dibandingkan dengan penderitaan sebagai istri yang tidak tersentuh oleh Nizam. Seakan tidak ada puasnya mata mereka menatap menantunya yang begitu memukau kalau seandainya tidak ada seberkas sinar yang mencoba bersaing dengan pesona matahari. Kemilau pesona di samping Nizam membuat mata mereka mau tidak mau ikut memandang sosok mungil yang berjalan disamping sang perkasa Yang Mulia Putra Mahkota Nizam.     

Wanita disamping Nizam itu adalah wanita yang selama dua tahun ini sanggup mengguncangkan kerajaan Azura dengan dua puluh kerajaan aliansi di bawah kerajaan Azura. Wanita yang hanya memiliki tinggi 165 cm itu sebenarnya tidak memiliki kecantikan yang luar biasa seperti para putri kerajaan Azura yang rata-rata memiliki tinggi semampai di atas 170 cm. Kulit Alenapun jauh dari putih. Alih-alih putih seperti salju malahan kulit alena ini seperti buah sawo yang berwarna coklat muda. Halus mulus dan bersinar.     

Wajah itu terlalu polos untuk ukuran calon seorang ratu tanpa hiasan wajah yang mencolok sebagaimana tradisi kerajaan Azura yang penuh dengan kemewahan dan sarat dengan warna. Alena lebih memilih riasan minimalis khas asia. Bibirnya yang ikal hanya berpoleskan lipstik warna merah muda yang cerah dan tanpa pewarna lainnya yang mencolok. Alena memang pandai berdandan sejak dari dulu. Ia mampu mengubah kesederhaan dandanannya menjadi sesuatu yang menakjubkan mata yang memandangnya.     

Alena tampil menjadi sosok wanita yang sangat jauh dari penampilan wanita Azura pada umumnya walaupun Alena mengenakan pakaian wanita tradisional Azura. Pesona Alena tampil tak kalah kuatnya dengan pesona Nizam. Matanya memancarkan cahaya keberanian dan acuh tak acuh terhadap semua tatapan mata para tetua. Ia datang bagaikan air bah yang akan menghapus semua kesombongan yang ditampilkan oleh para tetua kerajaan.     

Alena sendiri berusah untuk tampil penuh percaya diri. Ia tidak ingin mengulang kejadian saat Ia pertama kali datang ke Kerajaan Azura. Ia datang dengan wajah tertunduk bahkan Ia sampai dilempar sepatu oleh penduduk Azura yang sangat tidak menyukai Alena. Kepercayaan dirinya muncul ketika Ia mempersembahkan kesuciannya untuk putra mahkota yang kemudian menepis anggapan bahwa sebagai gadis yang kuliah di Amerika, Alena pasti terpengaruhi pergaulan bebas.     

Bahkan kasih sayang Ratu Sabrina yang tadinya begitu membencinya menjadi berbalik menyayanginya karena penderitaan yang Alena alami ketika menjalani prosesi perayaan hari kesucian. Alena juga kini memperkokoh kedudukannya sebagai calon ratu kerajaan menggeser kedudukan Putri Rheina karena Ia memiliki anak yang lahir terlebih dahulu dibandingkan Putri Rheina.     

Jadi Alena berpikir saatnya sekarang Ia menunjukkan jati dirinya kepada para tetua yang Ia yakini mereka semua meremehkan kedudukan Alena sebagai orang yang akan mendampingin Nizam mengurus kerajaan Azura yang begitu besar.     

Tetapi kemudian padangan kekaguman para tetua berubah menjadi kerutan di kening ketika melihat Alena berjalan disamping Nizam sambil menggandeng tangan Nizam. Bagaimana bisa seorang wanita khususnya di kalangan istana kerajaan ada wanita berjalan bergandengan tangan dengan laki-laki walaupun laki-laki itu adalah suaminya sendiri. Kalau bagi kalangan rakyat jelata itu masih memungkinkan tetapi ini yang digandengnya adalah Nizam, seorang putra Mahkota, seorang pangeran yang begitu mulia.     

Perdana mentri Salman menatap lekat kepada Alena. Ia sebenarnya sangat membenci wanita yang sedang berada di sisi Nizam ini dengan teramat sangat. Ingin rasanya Ia melenyapkan Alena dengan tangannya sendiri. Bagaimana tidak, Alena hadir menghancurkan semua impian dan cita-citanya sejak putrinya Rheina dilahirkan ke muka bumi ini.     

Tetapi sebagai seorang perdana Mentri yang memang sudah memakan banyak asam garam kehidupan, Perdana Mentri Salman cukup pandai menyembunyikan perasaan. Bahkan ketika Nizam berjalan menuju tempat duduknya Ia segera menghampiri Nizam dan menjabat tangannya lalu saling menyentuhkan pipinya kepada Nizam. "Assalamualaikum Yang Mulia. Semoga limpahan berkah dan rahmat Alloh selalu menyirami kehidupan Yang Mulia. Syukurlah kelihatannya Yang Mulia tampak sehat." Katanya sambil menjabat erat tangan Nizam.     

"Aamiin.. terima kasih Paman. Sebaliknya Aku juga bersyukur Paman tampaknya semakin sehat dan selalu terlihat lebih muda" Kata Nizam sambil membalas senyum mertuanya.     

"Putriku menitipkan salam untuk Yang Mulia. Betapa Ia sudah amat merindukan suaminya. Sehingga kemarin Ia sampai merengek ingin ikut. Tentu saja anak bodoh itu hamba hardik. Bagaimana bisa seorang wanita bepergian tanpa seiijin suaminya. Bukankah ijinnya ada di tangan Yang Mulia, sehingga hingga detik ini putriku tidak bisa meninggalkan Harem sejengkalpun"     

Ada kalimat yang begitu menusuk perasaan Nizam ketika Perdana Mentri yang begitu pandai bersilat lidah itu langsung memporak porandakan hatinya. Nizam juga langsung melirik ke arah Alena yang sedang mengepalkan tanganya karena menahan emosi perasaannya.     

Alena tahu kalau pria tua di depannya ini sedang mencoba membuat emosinya terbakar dengan perkataannya. Harapan Perdana Mentri itu adalah membuat Alena menjadi marah dan melakukan tindakan yang diluar kendalinya sehingga citra Alena akan semakin buruk di mata publik.     

Tapi kali ini rupanya harapan Perdana Mentri itu akan kandas karena Alena sepertinya tidak terpengaruh perkataannya yang memprovokasi Alena. Alena malah tersenyum manis sambil menganggukan kepalanya.     

"Mohon ampuni Saya jika Saya salah berbicara. Sesungguhnya Yang Mulia Nizam tidak bersalah apapun. Bukannya Yang Mulia tidak memperdulikan Kakak Putri Rheina tetapi bukankah memang Yang Mulia masih harus menyelesaikan kuliahnya di Amerika bersama Saya. Jadi memang bukannya bermaksud untuk mentelantarkan Kakak Putri Rheina. Semoga Paman Perdana Mentri yang terkenal dengan kebijaksanaannya dapat memaklumi kondisi ini"     

Nizam dan Perdana Mentri Salman terkejut dengan keberanian Alena dalam berbicara. Seorang wanita Azura tidak boleh berbicara di depan laki-laki tanpa seijin muhrimnya. Atau kalau seorang Istri tidak boleh bicara tanpa seijin suaminya apalagi suaminya itu adalah anggota kerajaan. Wajah Perdana Mentri Salman berubah sangat kelam dan itu tidak dapat disembunyikan lagi.     

[ Kau sudah mulai menabuh genderang perang terhadap mereka Alena ] Nizam berkata dalam hatinya. Jadi ketika Alena sudah menabuh genderang perang dan menciptakan sensasi yang terbakar pada hati semua tetua maka Nizam tinggal mengipasinya agar kobarannya semakin membesar.     

"Apa kata Putri Alena adalah kebenaran belaka. Ampuni Ia jika Ia kurang mengerti tata krama kerajaan. Istriku ini lahir di negara yang berbeda dengan negara kita. Ia juga telah hidup di Amerika dengan waktu yang cukup lama. Sehingga tindak tanduknya tentu saja tidak akan bisa dibandingkan dengan Putri Paman. Aku hanya berharap Paman dapat memakluminya. Dan perkara Putri Rheina, Aku akan katakan kepada Paman sebagai ayahnya."     

Kemudian Nizam menatap ke semua mata tetua yang memandangnya lalu berbicara dengan gagah dan lantang. " Aku Nizam Putra Mahkota Kerajaan Azura. Suami dari para putri yang berada di Harem. Aku Nizam suami dari Putri Rheina dan yang lainnya. Memberikan ijin kepada mereka untuk keluar dari Harem dengan pendampingan yang semestinya dan dengan syarat mereka keluar tidak untuk melakukan hal-hal yang terlarang baik itu oleh agama maupun secara adat" Kata Nizam dengan suara yang menusuk hati bagaikan digores sebilah pedang yang teramat tajam. Pernyataan Nizam di depan semua para tetua membuat Aula menjadi bergemuruh.     

Semenjak Nizam dan Alena serta si kembar hadir semua perhatian tertuju pada Nizam. Para tetua itu tadinya bermaksud untuk memberikan Nizam peringatan melalui Perdana Menteri Salman agar Nizam membagi perhatiannya kepada istrinya yang lain tetapi di luar dugaan Alena malah dengan berani menjawab perkataan perdana mentri. Walaupun jawabannya hanyalah jawaban biasa tapi keberanian Alenalah yang membuat rasa keterkejutan luar biasa bagi mereka.     

Dan para tetua semakin merasa geram karena Nizam bukannya mengambil tindakan atas ketidaksopanan istrinya. Malah Ia membenarkan dan membuat pernyataan yang mengejutkan. Perdana Menteri mengatakan bahwa Putri Rheina sudah berusaha berkorban dengan tidak meninggalkan Harem tetapi Nizam bukannya bersimpati tetapi malah memberikan ijin Putri Rheina dan para putri lainnya agar bisa keluar dari harem walaupun dengan pendampingan yang seharusnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.