CINTA SEORANG PANGERAN

Cincin yang Kembali



Cincin yang Kembali

0Edward tidak mencari lagi. Ia malah pergi menuju meja tempat menyimpan sampenye menuangkan segelas lalu mengambil buah strawberry yang ada sisi botol sampanye kemudian duduk menunggu sambil menikmati minuman nya. Mulutnya terasa dingin ketika Ia meminumnya lalu rasa itu menyebarkan kehangatan ke dalam tubuhnya.     
0

Edward yakin Lila tidak ada di dalam kamarnya. Mungkin Ia sedang keluar dulu sebentar. Tapi kemana! dan buat apa? satu-satunya kenalan dia di Amerika adalah Alena. Apa dia mau menemui Alena? Apa mereka sedang membicarakan proyek untuk tugas akhir Alena. Sesaat Edward mau menelpon Alena. Ia meraih handphonenya yang tersimpan di meja yang ada di depannya. Tangannya bergerak meraih handphonenya tetapi kemudian tangannya terhenti setelah Ia mengambil handphonenya. Ada handphone lain disamping handphonenya. Itu adalah handphone milik Lila.     

Edward mengerutkan keningnya, alisnya terangkat ke atas. Jelas-jelas dilihatnya ada handphone Lila disana. Mengapa Lila gadis yang begitu cerdas bisa sampai ceroboh seperti itu. Bepergian ke luar tanpa membawa Handphonenya. Edward menggenggam handphonenya ditangan dengan erat. Ia masih menimbang-nimbang untuk menelpon Alena. Hampir saja Ia menyentuh nama Alena dilayar handphonenya. Tetapi tangan itu seakan ada kekuatan yang menahannya untuk tidak bergerak. Ia menjadi berpikir dengan cermat.     

Logikanya masih berjalan dengan baik. Jika Ia menelpon Alena sekarang akan ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Pertama, jika Lila benar sedang bersama Alena lalu Ia telepon maka Edward merasa khawatir kalau Lila malah berprasangka buruk disaat Ia menelpon Alena. Ia sudah sangat menyakiti Lila. Ia tidak ingin tambah menyakitinya. Edward mau bertobat.     

Lalu yang kedua kalau Alena tidak sedang bersama Lila pasti Ia sedang bersama Nizam. Dan kalau Nizam tahu Ia menelpon Alena maka bisa dipastikan Ia akan kena amuk pria posesif itu lagi. Dan Kalau Ia kena amuk Nizam pasti Lila juga akan merasa sakit hati. Lila akan mengira bahwa Edward kembali mendekati Alena sehingga memicu kemarahan Nizam. Edward mengeluh menjadi serba salah.     

Akhirnya Edward memutuskan untuk tidak menelpon Alena. Ia akan menunggu saja sambil menikmati sampanye-nya. Hingga kemudian detik demi detik berlalu, menit demi menit melintas dan tidak terasa sudah hampir dua jam. Edward mulai gelisah kembali. Ini tidak bisa dibiarkan. Edward lalu menggerutu Lila ini benar-benar membuat hatinya cemas. Edward akhirnya memutuskan untuk mencari Lila sendiri.     

Ia lalu merapikan pakaiannya yang acak-acakan. Mencuci dulu mukanya agar sedikit terlihat fresh. Ia adalah publik figur, banyak paparazi yang mengintai untuk mencuri fotonya. Ia harus selalu tampil fresh. Setelah selesai merapihkan dirinya Edward lalu berjalan menuju pintu keluar. Hanya saja belum juga Ia membuka pintu dan melangkah keluar, terdengar suara pintu yang diketuk dari luar.     

Edward tersentak mendengar ketukan pintu. Hatinya melonjak bahagia. Dengan penuh semangat Edward segera berjalan dengan cepat ke arah pintu dan membukanya, Ia berharap itu Lila yang tidak membawa kartu akses ke kamar sehingga pintu harus dibuka dari dalam.     

Tetapi Edward terkejut karena yang Ia lihat adalah seseorang dalam seragam hotel. Ia pasti seorang pelayan kamar.     

Pelayan itu menganggukan kepalanya dengan sopan lalu berkata, "Maafkan saya Tuan Edward, Saya sudah dua kali mengetuk pintu kamar Anda. Tetapi baru kali ini dibuka. Tadi Saya bertemu istri Anda dan Ia meminta saya untuk mengembalikan sebuah cincin dan ini cincin yang dititipkan oleh istri Anda kepada Saya."     

Tangan Edward masih memegang pintu sehingga Ia mencengkram pintu itu oleh kedua tangannya dengan erat seakan tubuhnya akan ambruk ke atas lantai. Jelas sekali terlihat yang dipegang oleh pelayan itu adalah cincin pernikahan mereka. Jelaslah sudah apa yang terjadi. Wajah Edward pucat sepucat-pucatnya.     

Melihat Muka Edward pucat pasi bagaikan melihat hantu. Pelayan itu kebingungan, " Are you Ok? Tuan Edward..??" Pelayan itu berkata sambil menyodorkan cincin milik Lila.     

Edward tetap terdiam membeku dan membisu hingga pelayan itu menjadi salah tingkah. Tangannya tetap terhulur menyodorkan cincinnya tapi Edward sama sekali tidak bergeming. Matanya kosong, pikirannya buntu.     

"Tuan Edward?? Kau menakutiku. Apa yang terjadi? Ini cincin istri Anda" Pelayan itu mencoba mendekati Edward. Edward malah mundur Ia lalu berbalik dan berjalan cepat meninggalkan si pelayan yang termangu masih dengan menyodorkan cincin ditangannya.     

Edward dengan serampangan mencari kunci mobilnya. Ia mencari kunci di atas meja, di dalam laci, di pakaiannya, di Jasnya semua Ia telusuri, tapi kemudian Ia baru menyadari bahwa Ia tidak membawa kunci mobil karena Ia pergi bersama sopir.     

Edward semakin panik, Ia lalu berjalan ke arah keluar tergesa sehingga tanpa sadar menabrak tubuh si pelayan yang berdiri tepat di depan pintu. Pelayan yang tidak menyangka akan tertabrak badannya oleh Edward menjadi sedikit limbung.     

Cincin yang dipegangnya sampai terjatuh menggelinding ke sana kemari. Suara cincin berdenting saat berbenturan dengan lantai dan menimbulkan suara yang membuat suasana semakin getir mencekam.     

Lalu si pelayan itu membungkukkan badannya akan mengambil cincin tersebut. Tetapi Ketika Si pelayan itu berniat mau mengambilnya Edward berteriak. "Biarkan saja cincin itu di situ? Kau keluarlah..ikut denganku untuk mencari istriku" Teriak Edward. Edward berjalan tergesa keluar menuju kamar manajernya dengan panik     

Pelayan itu segera berlari keluar mengikuti langkah Edward. Perasaan si pelayan campur aduk antara heran, takut, kasihan dan ikut panik juga. Langkah Edward panjang-panjang membuat Ia setengah berlari mengikuti langkah Edward.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.