CINTA SEORANG PANGERAN

Kau Akan Bertahan ( 7 )



Kau Akan Bertahan ( 7 )

0Ketika Nizam sampai di ruangan Alena, Ia malah mendapatkan kejutan. Tampak kedua orang tua Aena sudah tiba dari Indonesia untuk menengok cucu pertamanya. " Ayah, Ibu.." Katanya sambil membungkukkan badannya dan mencium tangan keduanya dengan penuh rasa hormat.     
0

"Selamat Yang Mulia atas kelahiran Putra dan Putri kalian" Kata Ayahnya Alena dengan penuh rasa kebahagiaan. Bahkan Ia memeluk Nizam dengan erat.     

" Terima Kasih Ayah, Terima Kasih Ibu. Atas berkatndan doa kalian, Anak Kami lahir kami dengan selamat" Nizam membalas pelukan Ayah mertuanya dengan perasaan sama bahagianya.     

"Alena benar-benar anakku, dia melahirkan anak kembar tanpa di operasi. Padahal dia ini tidak tahan rasa sakit. Waktu masih kecil, jatuh sedikit saja nangisnya sampai guling-guling. Ibu pikir dia akan langsung dioprasi walaupun ada kesempatan untuk melahirkan normal" Kata Ibunya Alena sambil menimang cucunya Alexa. Sedangkan Ayahnya lalu menimang Axel, mereka berdua tampak bahagia.     

"Tentu saja Bu. Aku memang wanita yang hebat, melahirkan kembar dengan normal. Ibu tidak tahu malahan Nizam yang pingsan karena stress melihat Aku melahirkan" Kata Alena sambil tergelak-gelak. Wajah Nizam memerah. Orang tua Alena memandang Nizam dengan keheranan. Itu badan segeda beruang. Wajah segalak singa. Suara menderu bagaikan topan tapi pingsan saat istri melahirkan. Sungguh keajaiban dunia.     

"Benarkah itu Nak Nizam?" tanya Ibunya Alena sambil senyum-senyum lucu. Nizam menganggukan kepalanya sambil tersipu-sipu. Tetapi kemudian Ayahnya Alena seakan memahami perasaan Nizam Ia segera mengalihkan topik pembicaraan.     

"Apakah Orang tua Yang Mulia sudah datang menengok?" Tanya Ayahnya Alena.     

"Kebetulan Ayah Saya sedang tidak sehat, tetapi mungkin jika nanti Ayah saya sudah mulai membaik maka Ibunda akan kesini menengok cucunya." Kata Nizam.     

"Oh ya, Nak Nizam. Karena ini adalah cucu pertama kami, maka kami ingin ada adat kami yang harus dijalani oleh kedua cucu kami" Ibunya Alena tiba - tiba berkata sambil mencium pipi Alexa dengan gemas.     

"Sst..Ibu ini. Inikan anak mereka ya terserah mereka saja" Kata Ayahnya sambil melirik istrinya.     

"Ya ndak toh..Yah. Kita inikan orang Jawa. Cucu-cucuku ini punya darah Jawa juga. Dia harus diperkenalkan dengan adat dan budaya Jawa. Iya toh Nak Nizam" Kata Ibunya Alena dengan logat Jawanya yang kental.     

Nizam tersenyum penuh maklum, " Nggih Bu..Monggo.." Katan Nizam menggunakan bahasa Jawa, entah darimana dia tahu. Karena Alena sendiri tidak pernah menggunakan bahasa Jawa di depan Nizam. Alena sampai ngakak guling-guling mendengar kata-kata Nizam. Tapi Ia langsung terdiam mengaduh karena ibunya mencubit pahanya dengan keras.     

"Ndak sopan, suami sendiri ditertawakan seperti itu. Nganu lho Nak Nizam Yang Mulia. Di daerah Kami ada adat yang disebut Babaran. Adat ini merupakan syukuran terhadap kelahiran bayi. Apalagi ini anak pertama. Kami sudah membawa kelapa, gula merah, dawet dan telor bebek sebagai persyaratan adat ini." Ibunya Alena nyerocos pada menantunya.     

Nizam menganggukan kepalanya. "Iya silahkan Bu, Saya hanya menurut saja"     

"Waduuh..Nak Nizam ini sungguh mantu yang sangat baik. Tidak sia-sia putriku menikah dengan mu. Sungguh Alena sangat beruntung. Tadinya Kami takut Nak Nizam akan menolak. Maklum saja inikan budaya Indonesia dan bukannya Azura."     

"Tidak apa-apa, Bu. Bukankah anak kami adalah memiliki campuran dua budaya. Ini adalah keberuntungan bagi Alexa dan Axel. Mereka menjadi lebih kaya budaya dari anak yang lain."     

"Itu benar Yang Mulia, Walaupun secara hukum anak-anak ini adalah milik Azura tetapi tetap dia adalah cucu kami. Mereka memiliki darah Jawa. Makanya Dia harus diperkenalkan dengan budaya Jawa sejak dia kecil. Dia juga harus mengenal Indonesia sama baiknya dengan Azura" Kata Ayahnya Alena dengan berapi-api.     

Alena yang ikut mendengarkan perkataan Ayahnya mengerutkan keningnya, "Apa maksud Ayah kalau secara hukum Anak-anakku millik Azura? Mereka adalah anak-anakku. Mereka bukan milik Azura. Mereka milikku dan milik Nizam" Kata Alena dengan cemberut. Ia tidak suka ketika ayahnya menyebutkan anak-anaknya milik Azura. Azura?? Azura apaan. Emangnya anak-anak itu barang ? Pake milik Azura segala."     

Nizam dan Ayahnya Alena langsung terdiam. Ayahnya Alena lupa kalau Alena tidak mengetahui perjanjian pra nikah yang mereka jalani dimana ada pasal yang menyebutkan bahwa setiap anak yang terlahir dari rahim wanita siapapun jika ayahnya adalah Nizam maka anak itu otomatis akan menjadi milik Azura. Menjadi kewarganegaraan kelas satu di Azura. Siapapun ibunya dan dimanapun mereka dilahirkan.     

Waktu itu Ayahnya Alena masih ingat kalau Alena tidak boleh tahu tentang perjanjian pra nikah yang mereka jalani. Melihat Nizam dan Ayahnya Alena terdiam lalu Ibunya Alena malah setali tiga uang dengan Alena. Dia berkata dengan polosnya.     

"Lha iya, Alena. Jangan mau kalau anakmu jadi milik Azura. Nanti kalau ada apa-apa dengan..mmm..maaf ya Nak Nizam. Kalau ada apa-apa dengan Nizam. Lalu amit-amit jabang bayi. misalnya kalian kemudian cerai. Lha itu anak-anak Kalian bagusnya harus ikut ibunya. Jangan ikut ayahnya. Mana anaknya lucu-lucu begini"     

"Iya benar Nizam, Makanya kamu nanti jangan aneh-aneh. Aku sudah bilang kalau kau berani macam-macam Aku akan bawa kedua anakmu ini ke Indonesia." Alena lalu tertawa terkikik-kikik. Wajah Nizam berubah jadi merah, lalu ungu lalu hitam lalu putih saking gemasnya pada Alena yang terkikik-kikik. Apa dia tidak tahu kalau kata-kata mertuanya itu membuat hatinya jadi galau. Kalau bukan mertuanya yang ngomong sudah pasti mereka ditendang sampai jauh.     

Apa pentingnya membahas status anak ditengah kebahagian mereka. Bayi-bayi itu baru saja ditangan mereka. Dilahirkan dengan penuh perjuangan bahkan Nizam sampai pingsan karena tidak tahan melihat Alena melahirkan. Sekarang malah diingatkan dengan perjanjian pra nikah yang menyebalkan itu. Tapi bukan Nizam kalau tidak bisa seperti bunglon. Lain dimuka lain di hati.     

Nizam tersenyum manis, "Tentu saja Ayah dan Ibu. Anak-anak kami adalah milik Kami bukan milik siapapun. Mereka akan tumbuh besar dengan asuhan kami. Dan Kami tidak akan terpisahkan sampai ajal menjemput Kami. Jadi Ibu tidak usah Khawatir Saya akan meninggalkan Alena karena saya akan ikut kemanapun Alena pergi. Bagi Saya seribu kerajaan Azura tidak akan bisa sebanding dengan putri Anda." Nizam mengeluarkan segenap kemampuannya mengucapkan kata-kata semanis mungkin untuk menenangkan mertua wanita dan Alena.     

Alena langsung berseri-seri, "Tuh lihat Bu. Menantu ibu ini emang paling the best. Mana ada pria setampan Nizam yang memiliki mulut semanis itu, Mulutku juga sudah sama manisnya dengan mulut Nizam karena kami sering berciuman"     

Sontak Ayah, Ibu dan Nizam memandang Alena dengan pandangan takjub. Itu mulut apa website berita gosip sampai ga bisa disaring gitu. Nizam jadi geregetan dengan kelakuan istrinya. Berani benar berkata seperti itu di depan mertuanya. Hendak dikemanakan harkat dan derajatnya di depan mereka. Ayahnya Alena sendiri langsung berbisik kepada istrinya, "Kelakuan anakmu itu persis dirimu. Ga tahu malu. Aku jadi kasihan sama menantuku"     

"Ga tahu malu bagaimana? Yah wajar kalau mereka sering berciuman kan udah nikah. Kamu juga dulu lebih parah dari Nak Nizam. Belum nikah udah pengen nyosor duluan" Kata Ibunya Alena dengan suara keras sambil cemberut. Ayahnya Alena yang sekarang merah padam. Nizam mengusap keringatnya yang keluar dari keningnya. Satu Alena saja Ia sudah pusing apalagi ternyata ibunya Alena lebih parah lagi dari anaknya.     

Nizam lalu memeluk Ayah mertuanya, " Ayah tentu Ayah lelah setelah perjalanan jauh. Bagaimana kalau kita berbincang-bincang diluar saja sambil menikmatik kudapan khas Azura yang disiapkan oleh koki kami dari Azura."     

"Eh..Nak Nizam, Ibu juga kepengen kudapan khas Azura" Kata Ibunya Alena     

"Tentu Bu, Nanti akan disiapkan juga untuk Ibu. Ibu hendak menikmatinya bersama kamikah?" Tanya Nizam dengan hati yang sedikit ketar-ketir. Takut kalau Ibu mertuanya ikut nimbrung ngobrol dengan Nizam dan Ayahnya Nizam. Bisa-bisa Dia dan Ayahnya Alena dijadikan bulan-bulanan Dia lagi.     

"Tidak! Ibu mau makan di sini saja bersama Alena. Ibu masih kangen sama mereka. Ibu juga mau berbicara serius dengan Alena tentang perawatan wanita yang habis melahirkan"     

Ayahnya Alena melengos mendengar kata-kata istrinya, Bagi Istri dan Anaknya antara serius dan lelucon sangat sulit untuk dibedakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.