CINTA SEORANG PANGERAN

Belajar Mencintai (6)



Belajar Mencintai (6)

0Nizam bangkit dari tempat tidur meninggalkan Alena yang langsung terlelap usai menghabiskan tenaganya. Nizam mengambil pakaiannya yang berserakan. Ia juga merasa tidak enak dengan bau minyak Lawang yang menempel ditubuhnya. Karena sering sakit pinggang Alena suka sekali digosok oleh minyak Lawang Padahal Nizam tidak terlalu suka dengan baunya tetapi terpaksa Ia menahannya. Nizam melemparkan pakaiannya ke keranjang pakaian kotor lalu Ia masuk ke dalam bathtub dan mulai berendam.     
0

Pikirannya melayang ke perkataan adiknya. Sudah jelas tadi Pangeran Thalal bertanya tentang ramalan wanita tua. Wanita tua itu pasti yang tadi berbincang dengannya. Nizam memastikan saat Ia berada ditempat pernikahan Edward posisi Dia dan Cynthia sangat jauh. Cynthia ada di depan mendampingi Lila demikian juga Pangeran Thalal. Dia duduk dibarisan depan sedangkan Nizam berada dibarisan paling belakang. Tetapi mengapa Pangeran Thalal dan Cynthia sampai tahu ramalan itu.     

Nizam mengurut-ngurut keningnya sendiri. Apa perkataan Cynthia benar kalau Edward memperkenalkan mereka. Dan hanya sebatas itu. Sebenarnya Nizam tidak terlalu pusing dengan ramalan itu karena di Azura ada para pejabat tua yang suka mencampur adukkan antara budaya dan agama. Beberapa diantara mereka ada yang suka bermain tentang ramalan. Bahkan beberapa menggunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka menghitung hari baik, bulan baik dan ramalan-ramalan tentang masa depan juga tahayul. Adat itu hampir mirip dengan budaya sebagian besar negara Asia.     

Nizam sendiri karena dia memang perpaduan antara Timur dan Amerika Ia sama sekali tidak suka dengan ramalan-ramalan itu. Nizam memejamkan matanya. Ada beberapa teori yang berputar dikepalanya. Yang pertama adalah Cynthia mencari informasi tentang ramalan itu. Dan darimana Cynthia sampai tahu tentang ramalan itu. Pasti Arani yang meminta. Karena diantara semua pengawalnya Asisten pribadinya lah yang paling tahu dan berani seperti itu. Atau yang kedua memang Edward memperkenalkan Nenek tirinya itu pada Pangeran Thalal dan Cynthia kemudian terjadilah perbincangan tentang ramal meramal itu. Kalau sampai perbincangan tentang ramal meramal itu ada didepan Edward maka akibatnya sudah bisa Nizam duga.     

Nizam tiba-tiba jadi gelisah, Ia tidak khawatir tentang ramalan itu kekhawatirannya timbul karena hal lain. Kalau sampai ramalan tentang dia dan Alena buruk maka Edward pasti akan bereaksi. Tentu saja Nizam tidak berpikir tentang kebenaran ramalan itu tapi Ia malah khawatir Edward yang mempercayai nya dan akibatnya sangat mudah ditebak Edward tentu saja tidak akan tinggal diam membiarkan Alena dalam kesulitan.     

"Shit!!!!" Nizam mengumpat dalam bahasa kasar. Kalau benar dugaannya, maka sebentar lagi pasti Edward akan menghubunginya. Tapi kalau dugaannya salah dan sampai besok Edward terlelap maka Ia bisa bernafas lega. Nizam lantas melihat ke arah handphonenya yang dia simpan di samping bathtub. Nizam bagaikan punya Indra keenam karena tidak lama Kemudian handphone itu berdering.     

Wajah Nizam langsung berubah kelam melihat nama yang tertera dihandphonenya. Dengan cepat ia menyambar handphonenya dan berkata.     

:telephone_receiver: " Bicaralah!!"     

Terdengar suara tawa sinis dari ujung sana.     

:telephone_receiver: "Gerak refleks yang sangat bagus, Yang Mulia Pangeran Nizam. Kau tentunya sedang menunggu telepon dariku"     

Mulut Nizam mengerucut kesal. Matanya menyipit. Ia sedikit mengangkat tubuhnya dari dalam bathtub.     

:telephone_receiver:" Kau jangan menguji batas kesabaranku!! " Suara Nizam terdengar sangat tajam.     

:telephone_receiver:" Itulah sebabnya Kau harus sudah memikirkan untuk membunuhku. Karena Aku tidak akan pernah meninggalkan Kalian"     

:telephone_receiver:" Aku selalu berpikir kalau Aku sudah gila karena mencintai Alena. Tetapi Kau seribu kali lebih gila dariku"     

:telephone_receiver: "Ha...ha..ha..Kau tahu itu. Tapi Aku masih Edward seorang pria yang terhormat. Aku tidak seperti Andre atau Nendri yang berniat untuk merebut Alena dari tanganmu"     

:telephone_receiver:" Jadi maksud dari perkataan mu apa?"     

:telephone_receiver:" Alena adalah nyawaku, hanya karena kau lebih beruntung kau berhasil mengikatnya ditangan mu. Seandainya Waktu itu Goerge tidak hendak memperkosanya mungkin saat ini Ia sudah aman dalam pelukanku"     

Nizam terdiam dengan muka merah padam, Ia hampir membanting handphonenya lagi kalau Ia tidak mendengar lagi kata-kata Edward.     

:telephone_receiver:"Aku sudah bilang waktu itu. Setiap Alena dalam kesulitan Aku tidak akan pernah tinggal diam. Aku bersumpah demi nyawaku sendiri Aku akan selalu mengikuti kalian hanya untuk memastikan keselamatan Alena"     

:telephone_receiver:" Edward!! Aku ini seorang pangeran calon raja. Aku memiliki banyak pengawal dan pelayan. Kau tentu tahu apa artinya itu?"     

:telephone_receiver:" Malah itu yang menjadi penyebab Aku khawatir. Hidup disampingmu bagaikan berada ditepian pusaran api. Kau tahu betapa lugu dan polosnya Alena. Ia sesuci cintaku dan orang-orang di sekelilingnya nanti pasti akan memanfaatkan keluguannya. Ramalan Nenek tiriku jarang ada yang meleset. lagipula itu sesuai logika ku."     

:telephone_receiver:"Aku tidak percaya ramalan"     

:telephone_receiver:" Aku juga. Cuma masalahnya aku tidak mau bertaruh atas keselamatan nyawa Alena"     

:telephone_receiver:" Edward!! Tolonglah. Kau tahu Aku tidak bisa membunuhmu karena Alena sangat perduli dengan mu. Tetapi kalau kau terus menerus mencampuri urusanku maka Aku tidak akan segan"     

:telephone_receiver:" Sungguh Aku sangat takut mendengar ancaman mu. Badanku sampai gemetar"     

:telephone_receiver: "Edward.. Bukankah Lila???" Nizam mencoba mengingatkan tentang Lila.     

:telephone_receiver: " Lila...ya Lila..." Edward jadi teringat betapa indahnya tadi Ia bercinta dengan Lila. Edward bagaikan kumbang yang berkali-kali menghisap madu bunga. Kini bunga itu sedang tertidur kelelahan. Wajah Edward jadi muram sesungguhnya Ia tidak tega.     

:telephone_receiver:"Aku tidak mencintainya. Aku tidak mencintai Lila"     

:telephone_receiver:" Mengapa Kau begitu keras kepala, belajarlah untuk mencintainya dan tinggalkan Alena."     

:telephone_receiver:" Mengapa harus Aku yang harus belajar mencintai wanita lain mengapa bukan Kau yang belajar mencintai Putri Reina dan membiarkan Alena berada disampingku hidup dengan tenang dan jauh dari bahaya"     

:telephone_receiver: "Dasar Keparat!!!" Nizam melemparkan handphonenya ke lantai kamar mandi dengan kesal. Handphone itu langsung pecah berantakan.     

Edward mengerutkan keningnya ketika mendengar handphone Nizam bersuara keras lalu mati. Ia sendiri menutup handphone nya lalu mulai membakar rokoknya. Ia menatap pemandangan hutan buatan dibelakang rumahnya. Ia berdiri di balkon kamarnya sambil mengenakan kimono tidurnya. Disampingnya ada segelas sampanye yang sudah ia teguk berkali-kali. Asap rokok membumbung tinggi. Edward menarik nafas panjang. Ia menghisap rokoknya dalam-dalam.     

Edward sama sekali tidak menyadari kalau Lila bersembunyi dibalik pintu menuju balkon mendengarkan dengan jelas perbincangan antara Nizam dan Edward. Lila merasakan hatinya yang disayat sembilu. Perkataan Edward kepada Nizam sudah jelas menggambarkan bahwa perjuangannya untuk memiliki hati Edward masih tetap ada dititik nol.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.