CINTA SEORANG PANGERAN

Dia Bereaksi Terhadap Kandungan Alena



Dia Bereaksi Terhadap Kandungan Alena

0Alena menatap wajah Nizam lalu berkata, " Apakah Kau akan ikut masuk menemaniku ?" Tanya Alena.     
0

Nizam menggelengkan kepalanya, "Kau sajalah yang masuk. Kehadiran ku tidak akan berdampak apapun terhadap Lila. Aku akan menunggumu disini sambil bekerja" Kata Nizam seraya mengeluarkan laptopnya dari tas yang dibawa oleh Ali.     

"Mengapa Kau selalu bekerja Nizam?" Kata Alena terheran-heran. Suaminya itu calon raja tetapi ga ada santai-santainya. Dimana pun berada Ia selalu berkutat dengan dua benda yaitu laptop dan buku. Santainya Nizam adalah ketika sedang mempermainkan Alena atau berolahraga. Dan untuk penyeimbang keduanya Nizam tidak pernah melalaikan ibadahnya.     

Mendengar pertanyaan Alena, Nizam berkata dengan tenang, "Ada tambahan dua anak yang harus Aku hidupi, makanya Aku harus rajin bekerja" Kata Nizam pada Alena.     

"Oh iya benar juga. Mungkin Aku juga nanti akan ikut bekerja untuk membantumu mencari uang" Kata Alena dengan serius. Sambil tersenyum lucu Nizam menjawab.     

"Tentu saja sayangku. Kau dapat bekerja untukku, Jadi nanti setiap malam Kau akan ku kerjain" Kata Nizam sambil berbisik ditelinga Alena. Mata Alena membesar dengan Indah.     

"Apa maksudmu dengan mengerjaiku??" Katanya sambil menatap wajah Nizam. Nizam memalingkan wajahnya ke arah yang lain. Ia menahan tawa. "Sudahlah Alena!! Masuk sana, Aku sudah tidak tahan dengan ratapan Edward. Kepala ku jadi pusing." Kata Nizam sambil mendorong Alena dengan lembut.     

Alena kembali menganggukkan kepalanya lalu     

melangkah masuk ke dalam kamar, tempat Lila dirawat. Ia berjalan melewati Edward yang duduk di kursi rodanya. Tetapi kemudian langkah Alena terhenti lalu Ia berkata tanpa melihat wajah Edward yang terlihat begitu murung.     

"Apakah jika Ia nanti tersadar Kau akan menyakitinya lagi? " Kata Alena dengan suara yang begitu dingin. Di saat seperti ini, wajah polos Alena berubah jadi menakutkan. Jarang-jarang suara Alena terdengar seperti itu, kesannya benar-benar sangat menakutkan dan menyakitkan bagi Edward. Hingga kemudian Edward hanya terdiam membisu membuat Alena tidak berniat beranjak sedikitpun dari tempatnya berdiri.     

Akhirnya Edward menjawab lirih, " Aku akan melupakan sosok dirimu dalam hatiku sebagai wanita yang kucintai, tetapi Aku akan tetap menyimpan sosok dirimu sebagai sahabat yang sangat kusayangi. Berikan Aku kesempatan untuk melakukan itu. Aku berjanji tidak akan pernah menyakiti Lila lagi."     

"Edward, Kau tahu? Aku juga sebenarnya sangat menyayangimu, Aku berulang kali mengatakan kepadamu, bahkan jauh sebelum bertemu denganmu bahwa Aku sudah mencintai Nizam. Aku mencintainya begitu dia mengucapkan salam kepadaku untuk pertama kalinya." Kata Alena sambil tetap tidak melihat ke wajah Edward.     

"Aku tahu Alena. Hanya Aku saja yang terlalu bodoh." Edward menundukkan kepalanya, hilang sudah sifat keras kepala Edward yang biasanya begitu tampak kalau Ia bertemu dengan Alena. Perasaan takut kehilangan Lila ternyata akhirnya lebih besar daripada rasa cintanya kepada Alena.     

"Aku senang mendengarnya. Semoga kesungguhan hatimu dapat menggerakan hati Lila agar Ia bisa memperoleh semangat dalam hidupnya." Kata Alena akhirnya Ia masuk menghampiri Lila yang sedang terbaring dengan lemah.     

Dokter Afgan berdiri disamping Alena memperhatikan reaksi Lila dengan mesin monitornya. Ia sangat penasaran dengan perkataan perawatnya bahwa Lila bereaksi saat Alena berkata-kata dengan Lila.     

Alena menatap wajah Lila yang sangat pucat. Jika tidak melihat layar monitor Lila yang menunjukkan bahwa Lila masih hidup mungkin siapapun akan menyangka kalau Lila sudah meninggal saking pucatnya. Ia bagaikan mayat hidup. Alena mengusap wajah Lila sambil duduk di kursi yang disediakan oleh perawat untuknya.     

"Bissmillahirrohmanirrohim.." Alena mengucapkan Basmalah sebelum Ia memulai berbicara dengan Lila. Suara Alena terdengar begitu memikat hati setiap orang yang mendengarnya.     

"Lila..ini Aku, Alena. Aku meminta maaf karena baru datang lagi. Aku kemarin sakit Lila. Mungkin karena kecapaian. Kau tahu? Aku kurang tidur. hampir setiap malam kedua anakku muter-muter terus didalam perut membuat Aku tidak bisa tidur."     

"Lila, Kamu sekarang lagi apa? Apakah kamu masih tidak ingin bangun? Bangunlah, Lila! Edward sudah berjanji padaku untuk tidak menyakiti mu lagi. Kalau nanti dia ingkar janji, Kita pukul Ia pakai sendal jepit, eh...jangan sendal jepit tapi kita pukuli Ia menggunakan bakiak. Sendal jepit terlalu lembut untuknya dibandingkan dengan bakiak" Kata Alena sambil mengusap-usap wajah Lila dengan lembut dan penuh perasaan.     

Tetapi Lila tidak bereaksi apa-apa. Alena menatap Dokter Afgan. Dokter Afgan sendiri melihat layar monitor Lila dengan sedikit putus asa. Ternyata dugaannya salah. Lila sama sekali tidak bereaksi mendengar kata-kata Alena. Atau mungkin belum.     

"Apakah ada perubahan, Dokter??" Tanya Alena. Dokter menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Ia belum bereaksi apa-apa, Lila masih tidak menunjukkan reaksi apa-apa." Kata Dokter Afgan sambil menatap"     

"Mungkin Aku belum lama mengajaknya berbicara. Aku akan mengajaknya bicara lagi. Kata Alena sambil kembali berbicara panjang lebar. Mulutnya terus mengoceh tiada henti. Dokter Afgan jadi senyum-senyum sendiri mendengarkan ocehan Alena yang tidak berujung pangkal.     

Edward memandang Alena dan Lila. Ia begitu putus asa ketika mendengar perkataan Dokter Afgan bahwa Lila tidak bereaksi sama sekali.     

"Lila.. Ayolah!! Kalau marah jangan lama-lama. Kasihan Edward, lihat wajahnya sekarang. Sudah kuyu mirip kaya kambing yang ga pernah mandi. Bahkan Aku taksir dia ga pergi-pergi dari sisimu. Badannya sudah bau banget. Lila bangunlah, kenapa Kamu begitu tega. Setahuku Kau orang yang sangat baik hati. Kau jangan bilang, gara-gara bersama Edward Kau jadi ketularan bodoh." Kata Alena sambil memegang tangan Lila.     

Edward hanya melongo mendengar kata-kata Alena. Sementara Dokter Afgan sudah tidak tahan lagi berdiri di depan Alena. Ia bisa gila lama-lama mendengarkan ocehan wanita cantik di depannya itu.     

"Lila, Kau tahu? Suamimu yang bodoh itu terus menerus menangis sambil meratap. Ratapannya bahkan terdengar lebih memilukan daripada ratapan anak tiri. Sebentar lagi rumah sakit ini akan tenggelam karena tetesan air matanya. Kalau itu terjadi lalu bagaimana dengan bayi dalam kandungan ku. Karena Aku rencananya mau melahirkan di rumah sakit ini. Aku tidak ingin melahirkan dalam kubangan air mata suamimu" Kata Alena dengan wajah yang sangat serius. Matanya yang bagai bintang kejora itu bersinar dengan cantiknya.     

Perawat yang ada disamping Alena membuang mukanya, setelah berurai air mata oleh ratapan Edward Ia kini dibuat menahan tawa karena ocehan Alena yang konyol.     

"Oh Ya Lila.. ngomong-ngomong soal kandungan ku, Coba pegang perutku yang besar ini" Tangan Lila dipegangkan ke perut Alena yang besar dan sudah terasa sangat berat ke bawah.     

"Bayiku ini akan segera keluar dalam minggu-minggu ini. Alangkah bahagianya Aku, kalau kau sudah siuman saat Aku melahirkan. Ia lahir dengan dua Tante yang sangat baik. Yaitu Cynthia dan Kau. Kau harus sehat dan segera memiliki anak sendiri. Anak kita nanti akan bersahabat. Anakku, Anakmu dan Anak Cynthia."     

Tangan Lila dielus-eluskan ke perut Alena. Dan perawat yang sedari tadi melihat ke layar monitor berseru karena terkejut.     

"Dokter!! Dokter Afgan!! Lihat denyut jantungnya mengalami peningkatan" Teriak Perawat tanpa sadar.     

Edward terlonjak dan segera memajukan kursi rodanya menuju Lila. Teriakan perawat bahkan bisa di dengar oleh Nizam. Nizam yang sedang mempelajari pergerakan saham dan memeriksa beberapa laporan keuangan langsung berlari menuju kamar Lila.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.