CINTA SEORANG PANGERAN

Pernikahan Akbar (11)



Pernikahan Akbar (11)

0Betapa anggunnya, betapa cantiknya. Edward menatap wajah Lila dibalik tudungnya. Tudung simbol kesucian dan bagi seorang wanita hanya suaminyalah yang berhak menyentuh kesuciannya. Sebagaimana seorang suami yang membuka tudung pengantin wanita untuk pertama kalinya sebagai simbol sentuhan pertama bagi kesucian Istrinya.(*)     
0

Ketika ikatan janji suci sudah diucapkan, Edward menyimpan kedua tangannya di tepian bawah tudung pengantin lalu membukanya. Sesaat dua pasang mata saling berpandangan. Sinar yang terpancar dari kedua pasang mata itu bagaikan gemerlap bintang di malam yang gelap.     

Ketika Edward mendengar perkataan pendeta bahwa Ia boleh mencium pengantin wanitanya. Edward tertegun lalu mulai menundukkan kepalanya. Bibirnya menyentuh bibir Lila yang lembut. Edward gemetar. Ia mungkin orang Amerika. Ia mungkin hidup dilingkungan yang serba permisif. Tetapi Ia adalah anak seorang pejabat. Ia dilahirkan hidup dengan perhatian penuh dari banyak orang.     

Orangtuanya mendidik dan menjaga dia dengan baik. Ia sama sekali tidak pernah terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Didalam hidupnya Ia hanya terobsesi oleh Alena. Ia mencintai dan memujanya. Ia tidak pernah memiliki siapapun yang pernah Ia cintai. Ia hanya memiliki Elsa sebagai sahabatnya.     

Karena Alena wanita yang dicintainya tidak membalas cintanya otomatis Edward belum pernah menyentuh wanita manapun. Sehingga ciuman ini adalah ciuman pertamanya. Ia juga tidak pernah tahu bagaimana berciuman dengan benar sehingga Ia hanya menyentuhkan bibirnya sedikit ke bibir Lila.     

Para tamu undangan yang menunggu momen yang paling ditunggu ini hanya terpana dengan mulut terbuka. Mana ciuman yang dalam dan penuh kasih sayang. Lila menghela nafas ketika Bibir Edward menyentuh bibirnya. Ia sudah bersiap dengan segala kemungkinan yang terburuk. Bahkan baginya Edward bersedia mengucapkan janji suci pernikahan saja sudah merupakan hal yang terindah. Lila sama sekali tidak mengira kalau Edward tidak memiliki keterampilan mencium. Lila mengira kalau Edward memang tidak mau menciumnya.     

Alena menyenggol lengan Nizam. "Kenapa Edward tidak mencium Lila seperti Kau menciumku" Kata Alena seakan tidak iklash kehilangan momen melihat Edward mencium Lila.     

Nizam menoleh ke arah Istrinya tersenyum lucu. "Mungkin dia malu berciuman di depan orang banyak."     

"Masa sih malu. Inikan ciuman tanda cinta suci."     

"Bagaimana kalau kita saja yang berciuman untuk mewakili mereka" Nizam berbisik ditelinga Alena. Alena menginjak kaki Nizam sekuat tenaga membuat Nizam memekik kaget. Akibatnya semua mata langsung tertuju ke arah mereka. Termasuk kedua pengantin dan pendeta. Mata Edward langsung terpentang ke arah Alena yang sedang mengenakan pakaian rancangan Issabela.     

Jarak antara Altar dan tempat Alena serta Nizam duduk tidaklah terlalu jauh. sehingga Edward masih bisa melihat betapa cantiknya Alena dengan balutan gaun berwarna krem lembut. Perutnya yang semakin gendut malah semakin menambah pesona Alena. Apalagi kemudian Alena melambaikan tangan dan tersenyum manis kepadanya.     

Tiga Minggu sudah Edward mencoba sekuat tenaga melupakan Alena tetapi kini wanita itu ada didepannya. Kaki Edward refleks melangkah hendak menghampiri Alena tetapi Cynthia dan Elsa yang sedang berdiri dekat Edward langsung mengambil tindakan. "Ayo Lila lemparkan bunganya" Kata Cynthia sambil meminta para gadis lajang berdiri dibelakang pengantin.     

Langkah Edward langsung terhenti karena para gadis sekarang berkumpul dibelakang mereka bersiap untuk berebut buket bunga pengantin.     

Wajah Alenapun tertutup kerumunan para gadis. Lila tersenyum kepada Edward. Lila akan berusaha menahan Edward untuk tetap ada disisinya. Ia sekarang sudah sah menjadi istrinya Edward. Sah secara hukum dan agama. Ia tidak akan membiarkan suaminya memikirkan gadis lain lagi. Lila lalu melemparkan buket bunga dengan penuh harapan. Semoga bunga yang Ia lemparkan akan melemparkan juga hati Edward kedalam hatinya.     

Para Gadis berebut buket bunga yang dilemparkan Lila. Hingga akhirnya seorang gadis berambut cokelat mendapatkan bunga itu. Ia lalu berlari ke arah kekasihnya dan berpelukan dengan erat. Katanya barang siapa yang berhasil mendapatkan bunga maka akan segera menyusul ke pernikahan. Lila menggenggam tangan Edward. Edward malah menatap wajah Lila dengan pandangan yang sukar disebutkan. Ia menyayangi Lila tapi Ia masih mencintai Alena.     

Ketika Nizam memekik pandangan para tamu undangan tertuju kepadanya dan akibatnya dapat ditebak. Para wanita langsung tidak dapat memalingkan wajahnya dari Nizam. Ketampanan Nizam langsung menyedot perhatian mereka. Bahkan seorang wanita tua yang duduk tepat di depan Nizam dan Alena memutar kepalanya kebelakang mengulurkan tangannya dan berkata.     

"Terberkati lah wajahmu Nak. Mengapa ada manusia setampan dirimu? Apakah Kau jelmaan Malaikat yang sengaja dikirim Tuhan untuk memberkati pernikahan Edward??"     

Nizam mengangkat alisnya. Ia sebenarnya bukan tipe pria yang senang menyentuh wanita yang bukan muhrimnya. Tetapi melihat wanita Tua itu mengulurkan tangannya dan memberkatinya atas nama Tuhan. Nizam menjadi tidak tega. Ia segera mengambil tangan wanita tua itu lalu menciumnya dengan lembut. Tangan wanita tua itu kemudian memegang kepala Nizam.     

Melihat adegan yang tidak pantas menurut adat Kerajaan. Dilarang keras menyentuh kepala keluarga kerajaan di muka umum. Para pengawal pribadi Nizam langsung bereaksi hendak mengambil tindakan. Tapi Nizam mengangkat tangannya menyuruh mereka untuk mundur.     

"Terima kasih Madam.." Kata Nizam sambil melepaskan tangannya.     

"Siapakah namamu??"     

"Saya Nizam dan ini istri saya Alena"     

Wanita itu lalu memandang Alena dengan tajam kemudian memandang Nizam lagi.     

"Aku melihat Kalian saling mencintai. Tetapi ke depan mungkin akan banyak kejadian tidak terduga. Pereratlah cinta suci kalian. Karena sesungguhnya Cinta itu akan membantu kalian melawan semua masalah yang akan menghadang kalian"     

Nizam dan Alena saling pandang. Ramalan didalam keyakinan mereka sangat dilarang dan mendekati kedalam hal kemusyrikan. Tetapi ramal meramal hampir ada di setiap keyakinan manapun. Nizam menganggukan kepalanya dan berkata penuh hormat.     

"Terimakasih atas perhatian, Madam. Kami akan selalu ingat nasihat Anda."     

"Pemuda yang baik" Kata wanita itu sambil menepuk pundak Nizam.     

***     

(*) Sumber dari beberapa literasi internet     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.