CINTA SEORANG PANGERAN

Lila Jangan Sembunyi!!



Lila Jangan Sembunyi!!

0Pukul 10 malam, matahari sudah mulai terbenam. Edward ketiduran setelah mengusir Lila. Ia tiba-tiba merasakan kehausan. Matanya yang indah terbuka sedikit, Ia lalu mengerjakan matanya, warna matanya yang seperti batu zamrud itu terlihat seakan bersaing dengan keindahan matahari yang baru saja terbenam dan digantikan oleh bulan purnama. Kepalanya sedikit pusing tetapi Ia masih belum sadar akan situasi yang terjadi. Dengan suara serak Edward memanggil Lila,     
0

"Lila...honey..." Katanya sambil menggapai-gapaikan tangannya ke samping mencari-cari tubuh istrinya. Ia ingin memeluk tubuh harum Istrinya. Sejak menikah dengan Lila kebiasaan Edward adalah memeluk Lila kapanpun Ia akan tidur, tidur dan terbangun. Ia ingin Lila selalu ada disisinya. Terlebih saat Ia sedang mengingat Alena. Ketika Ia hanya mendapatkan lembutnya permukaan bantal, Edward kembali memanggil lebih keras.     

"Lila!! Lila!! Dimana Kamu?" Edward kembali berteriak memanggil istrinya. Tetapi tidak terdengar ada jawaban. Suasana begitu hening dan sepi. Tidak ada suara apapun yang terdengar. Edward menajamkan pendengarannya, berharap terdengar suara air mengalir atau air terciprat yang menunjukkan kalau Lila ada di kamar mandi.     

Edward lalu bangkit dari tidurnya dan duduk sambil memegang kepalanya. Kepalanya terasa sangat sakit. Ia menggelengkan kepalanya berharap rasa pusing akan hilang. Edward membuka lebar-lebar mata zamrud nya kemudian mencari-cari Istrinya. Saat ini perasaannya terasa hampa dan kosong. Entahlah ingin rasanya Ia memeluk tubuh Lila dengan erat dan melepaskan semua beban yang terasa menghimpit dadanya.     

"Lila!! LILAA!!" Edward semakin keras memanggil nama Lila. Tetapi tetap Ia tidak memiliki jawaban. Edward mulai gelisah. Ia turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi. Berharap Lila sedang berendam sambil mendengarkan musik sehingga Ia tidak mendengar suara panggilannya.     

Dengan mengendap-endap Edward masuk ke dalam kamar mandi. Ia ingin mengagetkan Lila. Tapi ketika dia membuka pintu kamar mandi. Kamar itu, kosong, sunyi, sesunyi hatinya. Wajah Edward mulai pucat, hatinya berdebar kencang. Ia lalu keluar menuju balkon kamar, berharap Lila ada disana sedang duduk sambil menikmati pemandangan malam. Ketika Ia membuka pintu ke arah balkon Ia kembali menemukan kekosongan.     

Mata Edward beriak kebingungan, Ia seakan sedang tenggelam dalam pasir hisap kehampaan. Pasir itu perlahan namun pasti menenggelamkan dirinya ke dalam pusaran ketakutan yang tak bertepi. Edward duduk di kursi yang berada di balkon. Kursi itu memang disediakan untuk menikmati keindahan pemandangan kota New York dari ketinggian hotel.     

Edward memegang kepalanya mengingatkan-ngingat apa yang terjadi sebelum Ia tertidur pulas. Bayangan Alena adalah yang terbayang pertama kali. Lalu Nizam yang mengancamnya. Edward menggelengkan kepalanya dengan kuat. Ia mengingat kembali jalannya konferensi pers.     

Ia mengingat saat la menyanyikan lagu terbarunya yang menceritakan penderitaan kisah cinta nya yang tidak terbalaskan. Kasihnya yang tak sampai selama bertahun-tahun. Bahkan saat Ia bernyanyi dengan sedih, Alena tidak memperdulikannya sedikit pun. Ia malah mengajak Nizam pergi meninggalkannya dengan penuh luka.     

Edward menutup wajahnya dan mulai meratap. Ia menangisi nasib malangnya. Mengapa kisah cintanya begitu memilukan. Ia memandang langit malam. Dimana Matahari baru saja tenggelam di telan kegelapan. Bulan purnama dengan cepat menggantikan tugas matahari yang kelelahan karena bersinar lebih lama dari musim lainnya. Cahaya bulan bersinar dengan kuat memancar menerangi mayapada. Cahayanya menerobos ke dalam pekatnya hati Edward yang hancur terberai.     

Tetapi kemudian Edward membuka matanya dengan sedikit terkejut ketika mengingat bahwa ketika Ia meratapi Alena tadi seusai konferensi pers Ia menyuruh Lila pergi meninggalkannya. Edward menelan ludahnya yang tiba-tiba terasa kering. Badannya gemetar Mengingat bahwa tadi sore Ia sangat menyakiti hati Lila Istrinya.     

Edward seakan baru terbangun dari mimpi buruk, dengan linglung Ia kembali mencari Lila. Bahkan bagai anak kecil yang sedang bermain petak umpet. Edward mencari Lila ke setiap sudut. Dia mencari ke dalam lemari, balik gorden, tirai kamar mandi, ke bawah meja, sebalik kursi. Edward berharap Lila marah dan mempermainkannya agar Ia kebingungan.     

Edward membuang pikiran buruknya bahwa Lila akan melaksanakan perkataannya. Kalimat itu Ia ucapkan di alam bawah sadarnya. Ia sama sekali tidak berniat mengusir Lila. Ia hanya sedang gundah gulana dan resah gelisah. Edward lalu berteriak, berharap Lila yang hanya sedang bersembunyi darinya mendengar lalu keluar dan memeluknya dengan erat.     

"Lila...Honey..tolong keluar, jangan bersembunyi lagi. Aku takut. Aku sedang ketakutan." Edward berkata dengan suara parau.     

"Lila.. tolong maafkan Aku. Jangan membuat ku takut. Sayang..keluarlah. Sudah cukup kau menakutiku. Kalau kamu bersembunyi untuk menghukumku. Kau berhasil. Kau berhasil membuat ku takut dan cemas. Jadi sudah!! cukup!! keluarlah. Datanglah ke dalam pelukanku" Suara Edward seakan bersaing dengan angin yang berhembus melalui pintu balkon yang terbuka.     

Tidak terdengar jawaban apapun, Edward semakin gelisah. Ia sama sekali tidak menduga apalagi berharap Lila melakukan perkataannya. Dia baru pertama kali ke Amerika. Ia tidak punya siapapun yang Ia kenal. Ia juga belum tahu seluk beluk Kota New York. Edward yakin Lila tidak akan kemana-mana. Pandangan mata Edward lalu hinggap pada tas tangan Lila. Ia tersenyum lebar. Ia berjalan mendekati tas itu dan memeriksa nya. Isinya adalah alat kosmetik Lila, tisu, handphone dan dompet.     

"Lila...Kau jangan membodohi ku. Ayolah sayang. Coba lihat Aku menemukan apa? Ini tas tanganmu. Kau tentu takkan kemana- mana tanpa tas tanganmu. Kamu tahu ini ada dompetmu. Isinya adalah kartu kredit, kartu ATM dan kartu identitas mu. Ayolah sayang tentunya kau tidak gila pergi tanpa ini semua" Kata Edward sambil tersenyum lebar. Ia merasakan sangat cerdas karena mengira Lila memang tidak akan kemana-mana tanpa tasnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.