CINTA SEORANG PANGERAN

Pernikahan Akbar ( 4 )



Pernikahan Akbar ( 4 )

0"Ibunda, mengapa Ibunda menghubungi ku untuk urusan pernikahan Pangeran Thalal". Kata Nizam sambil menatap jenis makanan yang mulai dihidangkan di depan matanya.     
0

"Kau jangan pura-pura bodoh. Bukankah Waktu itu Kau yang berjanji akan menangani permasalahan adikmu itu. Ratu Zenita sudah berulangkali menanyakan keadaan anaknya"     

Nizam tersenyum mendengar intonasi perkataan Ibunya yang begitu terdengar gusar dan kesal. Tapi Ia masih ingin menggoda Ibunya.     

"Mengapa Ibunda Ratu Zenita tidak menelpon langsung kepada Pangeran Thalal"     

"Kau hendak mempermainkan ibumu sendiri atau bagaimana?"     

"Ha..ha..ha...Ibunda selalu tampil cerdas." Nizam tertawa. Ia sangat suka dengan pemikiran ibunya yang cerdas. Ibunya tahu pertanyaan yang Nizam tanyakan hanya bisa dijawab oleh Nizam sendiri.     

Kecerdasan Ibunya memang mengagumkan tetapi terus terang Nizam sama sekali tidak menginginkan memiliki istri yang cerdasnya seperti ibunya. Nizam lebih suka menginginkan istri yang mencintainya dengan segala ketulusannya. Istri yang selalu mengaguminya dan selalu menganggap dirinya pelindung dalam kehidupannya.     

Wanita yang kecerdasannya seperti Ibunya sering kali tampil melebihi kapasitas suaminya. Ia terkadang bertindak superior dan memiliki hati yang penuh dengan siasat. Cinta bagi wanita-wanita cerdas seperti Ibunya penuh dengan pertimbangan logika.     

"Baiklah Ibunda. Memang Pangeran Thalal akan lebih menurut kepadaku dibandingkan terhadap Ratu Zenita. Ia akan melakukan apapun yang Aku suruh. Mengenai pernikahannya dengan Putri Lili dan Putri Andora. Aku akan berusaha untuk berbicara dengannya. Tetapi Aku tidak bisa memaksanya. Kalau seandainya Ia memang tidak menginginkan pernikahan itu terjadi maka Aku pastikan pernikahan itu tidak akan pernah terjadi.     

Pernikahan dengan suatu paksaan sangat menyakitkan. Bunda harus belajar tentang pernikahan Nanda dan Putri Reina. Apa Ibunda menginginkan Putri Lili dan Putri Andora bernasib sama seperti dengan Putri Reina."     

Ratu Sabrina terdiam. "Tapi Anakku, suatu pernikahan bisa saja berjalan baik seiring berjalannya waktu. Walaupun pernikahan itu dipaksakan."     

Nizam tersenyum. "Ibunda Ratu sangat benar. Tetapi berapa persen hal itu dapat terjadi? Apakah Ibunda hendak gambling ( bertaruh ) dengan nasib Pangeran Thalal? Dia sudah seperti anak Ibunda sendiri. Ia juga saudara tiri yang paling dekat dengan ku. Saat ini Ia sedang menikmati kebersamaannya dengan Cynthia. Apakah Ibunda benar-benar tidak punya hati hendak merenggut kebahagiaan mereka"     

"Anakku Pangeran Nizam. Apa sebenarnya yang ada dalam benakmu? Apakah Kau hendak merubah tatanan yang sudah ada di kerajaan kita selama berabad-abad. Apakah Kau tahu bahwa di kerajaan sedang terjadi gejolak yang diakibatkan oleh dirimu dan Pangeran Thalal?" Suara ibunya terdengar melemah.     

"Ananda tahu Ibunda. Ibunda tidak usah khawatir. Ananda adalah orang yang sangat kompeten. Ananda akan memimpin kerajaan sesuai dengan aturan Ananda. Apa-apa yang tidak sesuai dengan kemajuan zaman sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama kita maka akan Ananda hapuskan."     

"Itu akan menimbulkan gejolak yang sangat hebat"     

"Suatu Revolusi tidak akan berjalan dengan mudah. Percayakan saja segala sesuatunya. kepada Ananda"     

"Baiklah. Tolong sampaikan salam ku untuk Alena. Jaga dia baik-baik Nizam. Kau jangan banyak menyakiti dan mengganggunya. Wanita yang sedang mengandung ada kalanya tidak ingin diganggu"     

Nizam jadi dongkol mendengar kata-kata Ibunya. Semenjak kejadian dimalam pertama waktu itu. Ibunya seakan-akan selalu menuduh dia menyakiti atau mengganggu Alena terus menerus. Alenanya saja tidak trauma tetapi ini malah Ibunya yang terus menerus mengingatkan dia, seakan Ratu Sabrina yang trauma.     

Sekarang Ibunya minta supaya Nizam lebih pengertian. Mau pengertian bagaimana lagi. Bukankah dari sebulan yang lalu. Nizam baru dapat jatah sekarang. Itulah sebabnya Nizam sekarang sedang dongkol.     

"Ibunda tidak usah khawatir. Alena bukan gadis Azura yang bisa disakiti seenaknya. Dia terkadang lebih galak dibandingkan dengan Ananda." Kata Nizam setelah terdiam sejenak     

"Kau ini!!! Kalau bicara suka sembarangan. Ya sudah. Ibunda tutup dulu teleponnya. Jangan lupa Kau sampaikan ke Pangeran Thalal. Siapa tahu dia berubah pikiran"     

"Ibunda tenang saja di Azura. Tolong sampaikan juga pada Ibunda Ratu Zenita agar tidak perlu khawatir. Pangeran Thalal adalah tanggung jawab ananda. Kalau sampai ada yang mengintimidasi nya nanti di Azura maka Ia akan berhadapan dengan Ananda"     

Terdengar Ratu Sabrina menghela nafas. "Kau sudah menabuh genderang perang dengan pamanmu. Kau perlu ingat. Dia memiliki banyak pengikut. Sebagian besar para pejabat lebih takut kepadanya dibandingkan kepada Ayahmu"     

"Itu karena Ayahanda terlalu lemah sehingga Ia mudah di stir oleh Paman Salman"     

"Iya...Ibunda tahu itu. Makanya cepatlah Ananda selesaikan kuliah Ananda agar segera dapat mengambil alih tampuk pimpinan"     

"Iya.. Mudah-mudahan tidak lama lagi. Terimakasih Ibunda atas dukungan Ibunda selama ini"     

"Ibunda hanya ingin Kau menjadi Raja yang baik"     

"Ananda akan berusaha semaksimal mungkin Ibunda"     

Nizam menutup teleponnya. Ia lalu melemparkan handphonenya kepada Arani. Untungnya Arani dengan sigap menangkapnya.     

"Arani Kau belikan Aku handphone nya yang terbaru dan isikan dengan nomor-nomor orang terdekat ku"     

"Baiklah yang Mulia" Kata Arani.     

Seorang Pelayan lalu menghampiri Nizam dan mulai melayani Nizam makan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.