CINTA SEORANG PANGERAN

Maafkanlah Aku, Alena



Maafkanlah Aku, Alena

"Siapapun Kau? dan apapun motif mu Aku tidak perduli. Tetapi Aku bersumpah jika Kau berani lagi menyentuh istriku dengan tanganmu yang menjijikkan, maka Aku akan membunuhmu dengan kedua tanganku sendiri" Nizam bersuara mengerikan apalagi kemudian Ia mendengar telepon ditutup. Nizam membanting telepon itu hingga berkeping.     

Fuad dan Ali tertunduk pasrah ketika melihat Nizam kemudian terduduk dengan lesu di kursi. Badannya gemetar karena amarah. Kedua tangannya menutupi wajahnya Ia sangat terguncang mendapatkan telepon ancaman. Nizam menghela nafas panjang dan berat. Ia lalu berdiri, tubuhnya yang tinggi besar itu terlihat bagaikan monster Godzilla yang baru muncul dari dasar lautan. Keempat orang yang ada di ruangan itu merasakan ketakutan yang teramat sangat. Nizam melangkah keluar, begitu sampai pintu Ia bicara tanpa menolehkan kepalanya ke belakang. Wajahnya begitu dingin tanpa ekspresi.     

"Kau!! bersiaplah untuk mencari pekerjaan baru. Restoran ini Aku nyatakan tutup mulai sekarang. Aku menuntut kerugian immaterial yang tidak akan bisa kalian bayar karena kalalaian kalian!!" Nizam lalu keluar dari ruangan meninggalkan Manajer, teknisi dan dia orang pengawalnya yang berada dalam suasana yang mencekam.     

Nizam melangkah masuk ke dalam ruangan tempat Alena berada. Ia melihat Alena sedang tertidur pulas di atas sofa. Nizam menyuruh semua orang meninggalkan ruangan dengan isyarat tangan. Dua orang pengawal dan pelayan wanita segera pergi keluar dengan penuh hormat. Melihat wajah Nizam tidak ada satupun yang berani menatap wajahnya. Wajah Nizam sangat kelam menakutkan.     

Nizam duduk di sofa tempat Alena tertidur. Ia duduk disampingnya lalu menatap wajah Alena yang terlelap bagaikan bayi yang tidak berdosa. Tangan Nizam mengelus pipi Alena dengan lembut. Matanya muram dan terlihat sangat sedih. Merasakan ada yang mengelus pipinya Alena membuka matanya. Ia seperti merasakan kesakitan yang sedang dialami Suaminya. Padahal biasanya Alena kalau tertidur pulas Ia sulit dibangunkan.     

"Nizam ada apa? Mengapa wajahmu begitu kusut. Apa yang sebenarnya terjadi? Ada masalah kah?" Alena bangun sambil mengusap matanya. Ia melihat Nizam malah menatapnya dengan penuh kesedihan. Matanya yang tajam tampak berkaca-kaca. Bulu matanya yang panjang bahkan lebih panjang dari bulu mata Alena mengerjap menyapu seakan ingin mengusir kesedihan yang membuncah dalam dadanya. Saat ini Ia merasa sangat tidak berdaya. Ia merasa jadi seorang suami yang lagi-lagi tidak mampu melindungi Istrinya sendiri.     

Alena memeluk Nizam dengan erat Ia membenamkan muka yang begitu muram itu ke dadanya dan membelai kepalanya dengan penuh kelembutan.     

"Apakah orang yang menabrakku tadi melakukan sesuatu yang merisaukan mu?"     

"Alena... Maafkan Aku. Selama ini Aku selalu berusaha melindungi mu. Tetapi Aku terus gagal melakukan itu. Memang benar kata Edward. Aku hanya mendatangkan penderitaan kepadamu. Seandainya Kau bersama Edward mungkin Kau tidak akan pernah sesengsara ini"     

Alena melotot lebar. Nizam yang biasanya posesif bertingkah seperti ini. Apa Ia tidak salah dengar. Apa yang terjadi dengan suaminya.     

"Apakah Kau sudah tidak mencintaiku?? Apa Kau ingin meninggalkan ku sekarang?? Apa Kau sudah bosan?? Apa karena Aku sekarang gendut. Bagaimana bisa Nizam Kau berlaku demikian. Aku akan mencekikmu sampai mati" Alena menyimpan tangannya dileher Nizam dan mulai mencekiknya. Nizam langsung melotot lalu terbatuk-batuk dengan keras. Lidahnya terjulur keluar.     

Melihat Nizam megap-megap Alena baru melepaskan nya. "Kau mau membunuhku?? Alena..uhuk..uhuk... leherku sakit " Nizam terbatuk-batuk dengan keras. Para penjaga melihat ke dalam ingin tahu apa yang sedang terjadi. Mengapa Pangeran Nizam batuk dengan begitu hebat.     

"Aku tidak akan pernah tinggal diam kalau Kau berniat untuk meninggalkanmu. Akan Aku hajar kau sampai Kau merangkak di bawah Kakiku" Nafas Alena terengah-engah saking marahnya.     

Nizam langsung berlutut di hadapan Alena. "Aku tidak berani..Aku bersumpah tidak akan bicara seperti itu lagi. Yang Mulia Putri Alena maafkan hamba mu ini..." Nizam memeluk Alena dibagian perut Alena yang besar.     

"Setelah Kau puas meniduri ku sekarang Kau mau melemparkan Aku ke Edward??"     

"Ya Tuhan..Alena Kata-kata mu sangat mengerikan" Nizam semakin membenamkan wajahnya ke perut buncit Alena. Kepalanya yang pusing langsung terasa ringan. Kecemasannya hilang. Mengapa Ia harus cemas akan sesuatu yang belum terjadi. Mengapa Ia harus merasa membuat Alena menderita kalau ternyata Alena terlihat nyaman berada disampingnya.     

Alena terus mengomeli Nizam. Dan Nizam merasa bahwa omelan Alena seperti buluh perindu yang mampu menenangkan hatinya yang gundah gulana.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.