CINTA SEORANG PANGERAN

Terperdaya



Terperdaya

0Alena menatap layar Handphonenya dan Ia tampak terkejut menatap tulisan yang ada diatasnya.     
0

'Alena, ini Aku Sisca. Aku sedang dalam bahaya, apakah Kau dapat menolongku?'     

Tulisan di layar itu membuat Alena sangat terkejut. Apalagi ketika melihat nama Sisca.     

'Sisca, kamu ada dimana? Katanya kamu sedang sakit.' Alena segera membalas pertanyaan itu dengan hati bergetar. Ia mendadak jadi gelisah. Walau bagaimanapun Sisca adalah sahabatnya sewaktu SMA. Walau Sisca telah menyakitinya Alena sudah memaafkannya.     

'Tolong jangan beritahu suamimu tentang percakapan ini'     

'Tapi mengapa?'     

'Suamimu tidak akan pernah mengerti tentang persahabatan kita'     

'Baiklah, ceritakanlah Kau dalam bahaya apa?'     

'Kau tahu Aku sedang dirumah sakit jiwa. Aku sebenarnya tidak gila. Tetapi Rendi menuduhku gila agar Ia dapat mengambil anakku. Alena Kau tahu, bahwa Rendi sangat jahat. Untungnya Aku bisa melarikan diri. Aku sangat membutuhkan pertolonganmu. Alena tolonglah Aku memerlukan sejumlah uang agar Aku bisa melarikan diri. Aku tahu Aku banyak melakukan kesalahan kepadamu. Untuk itu Aku minta maaf. Demi persahabatan yang pernah kita miliki, tolonglah Aku'     

Alena tertegun dengan mata berkaca-kaca, tidak dapat ditahan Ia langsung menghubungi nomor yang tertera dilayar handphonenya. Tetapi lama menunggu, Ia tidak menemukan jawabannya. Kemudian Alena melihat lagi ke layar handphone-nya. Alena menemukan ada sebuah pesan baru.     

'Tolong untuk tidak menghubungiku langsung. Aku sedang bersembunyi. Aku tidak ingin ada orang yang menemukanku selain dirimu.'     

'Ok, baiklah. Berikan alamatmu. Aku akan datang untuk memberikan uangnya'     

'Tapi aku ingin kau datang sendirian, tidak ditemani siapapun'     

'Tapi kenapa? Aku tidak boleh bepergian sendirian. Kau tahu Aku sedang hamil. Nizam pasti akan marah padaku'     

'Ini Cuma sebentar saja. Kau cari cara agar bisa keluar. Aku tunggu yah. Makasih Alena. Kau selamanya menjadi sahabatku'     

Alena tertegun. Ia lalu duduk dipinggir tempat tidur. Menatap Nizam yang sedang tertidur. Ia bingung harus bagaimana. Perlahan Ia meraih tasnya dan dompetnya. Semenjak Ia menikah dengan Nizam Ia tidak pernah berurusan dengan uang. Semua keperluannya di atur oleh asisten pribadinya. Dompetnya hampir kosong. Ia hanya memiliki kartu-kartu. Kartu pribadi, Kartu pemberian mertuanya dan kartu pemberian Nizam. Tapi hampir satupun tidak ada yang Ia gunakan. Untuk apa, Karena sekarang Ia hanya tinggal bilang maka apapun yang Ia inginkan akan Ia dapatkan.     

Alena berencana akan pergi ke ATM dulu, Agar terhindar dari kecurigaan NIzam mungkin Ia harus mengambil uangnya pribadi. Karena kalau menggunakan ATM dari Nizam atau mertuanya maka setiap penarikan akan terdeteksi melalui rekening Koran dari Bank.     

Alena perlahan mendekati Nizam yang sedang terlelap lalu Ia mendekatkan mukanya ke muka Nizam. Terlihat Nizam sangat terlelap tapi Ia perlu mengeceknya dulu. Lalu Alena mencium bibir Nizam lidahnya menjulur membuka mulut Nizam. Nizam yang tadi malam kurang tidur karena terus menerus menumpahkan rasa cintanya pada Alena tidak tergerak. Alena bersorak dalam hati. Siapa suruh terus-terusan menyentuhnya. Sudah dibilang agar berhenti tapi Nizam ga ada puasnya. Jadinya sekarang Ia tertidur bagai bangkai. Alena sendiri karena semalam tidak banyak gerak jadi tidak terlalu letih.     

Setelah meyakinkan dirinya sendiri bahwa Nizam tidak terbangun. Alena bergegas keluar. Tetapi diluar Ia melihat para penjaga sedang berjaga-jaga. Tapi yang berjaga adalah anak buah Nendri. Sementara Fuad dan Ali ternyata tidak ada. Alena mengeluh. Apa Ia bisa keluar.     

Dan betul saja ketika melihat Alena keluar sendirian. Seorang penjaga segera bertanya," Nyonya hendak keluar?" Katanya sambil melirik ke arah temannya.     

"Iya benar. Aku ada perlu." Kata Alena dengan gugup.     

"Apa yang Mulia tahu Nyonya hendak pergi? Kenapa sendirian?"     

Penjaga itu tampak menyelidiki dengan penuh rasa heran. Karena selama ini Ia tidak pernah melihat Alena pergi sendirian. Selalu ada Nizam disampingnya atau para pengawal dari Azura.     

Alena bertambah gugup." Ia…Ia sedang tertidur, Aku tidak mau mengganggunya. Tolong biarkan Aku pergi. Ini hanya sebentar saja."     

Kedua penjaga itu lalu kembali saling berpandangan. " Bagaimana kalau Saya antar, Agar aman. Kalau Cuma sebentar saja, Saya rasa tidak ada masalah"     

Alena tertegun, Ia sedikit bimbang. " Apa tidak apa-apa?" Alena malah bertanya.     

"Tentu saja Nyonya tidak apa-apa. Bukankah kalau diantar malah tambah cepat. Nyonya tinggal menyebutkan alamatnya dan Saya akan bantu mencarinya"     

Akhirnya setelah terdiam beberapa saat, Alena menyetujuinya. Tidak lama kemudian Alena segera berada di dalam mobil.     

Mobilpun melesat dengan kecepatan tinggi. Alena pergi dengan dua orang penjaga yang diberikan Nendri untuk berjaga dirumah Alena.     

Seorang penjaga menelpon seseorang, " Hallo Bos, Kijang sudah masuk perangkap. Mau dibawa kemana? Ke markas kitakah? Oh begitu? Ok..siap. Ha..ha..ha..iya..iya..Ok..Kami segera meluncur"     

Alena sendiri malah sibuk chatting dengan Sisca. ' Sisca Aku sekarang OTW ke tempatmu. Kamu tunggulah sebentar.'     

' Kamu dengan siapa? Naik apa?' Jawaban yang ada dilayar handphone     

'Aku bersama dua orang pengawal'     

'Kenapa Kau pergi bersama pengawal? Bukankah Aku sudah bilang untuk pergi sendiri?'     

'Aku tidak bisa pergi kalau sendiri. Kau tahu Nizam sangat posesif. Tapi tenang ini bukan pengawal Nizam. Ini pengawal Nendri?'     

'Alena kenapa Kau pergi dengan pengawal Nendri?. Aku tidak percaya dengan bajingan itu. Kembali saja ke rumah cepat!!'     

Alena menjadi bingung, Kenapa Sisca tahu tentang Nendri. Dan kenapa malah menyuruhnya kembali. Alena mengangkat wajahnya. Ia menatap dua orang penjaga suruhan Nendri.     

"Ada apa Nyonya?" Tanya seorang penjaga     

"Mengapa Sisca menyebut Kalian berbahaya?"     

"Siapa Sisca?" Tanya penjaga itu sambil tersenyum menjijikan.     

"Aku perintahkan untuk kembali sekarang juga!!" Alena langsung menyadari dirinya dalam bahaya ketika melihat senyum yang menjijikan dari penjaga itu.     

Tetapi kemudian Ia melihat penjaga itu mengambil sesuatu dari dalam laci mobil dan 'Sreet..' terdengar suara semprotan dari benda yang diambil penjaga itu dan menyemprotkannya ke wajah Alena. Alena langsung terkulai pingsan.     

"Kenapa Kau bius dia?" Tanya penjaga yang sedang menyetir.     

"Dia sudah mencurigai kita. Daripada nanti dia histeris"     

"Kau bisa menebak siapa yang mengajaknya keluar?"     

"Aku tidak tahu. Dan Aku tidak perduli. Kita selalu menunggu kesempatan ini. Kali ini Kita benar-benar beruntung. Si Pangeran itu benar-benar membuat kita tidak berkutik. Ia menjaga istrinya bagaikan menjaga nyawanya. Dan kedua penjaga bodohnya malah pada pergi ke air dulu. Aku pikir untuk wanita semenarik Alena, memang wajar. Bahkan Bos kita yang biasanya tidak terlalu perduli dengan wanita malah ikut-ikutan ingin memiliki.     

Tapi terserahlah, Yang penting si Boss memberikan kita sejumlah uang yang sudah disepakati. Aku tidak perduli apapun yang terjadi. Ayo percepatlah mobilnya. Tanganku sudah gatal ingin memegang lembaran uang yang sangat banyak. Ha..ha..ha.."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.