CINTA SEORANG PANGERAN

Cinta Bertepuk Sebelah Tangan



Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

0

Mobil Mercedes Benz segera meluncur di salah satu jalan di New York menuju salon "Beauty Salon". Alena duduk di jok belakang. salon langganannya ini berjarak kurang lebih 4 km dari kampus nya. Cuaca musim panas di New York yang panas tetapi lembab membuat kulitnya sedikit lengket. Alena mendesah di dalam mobilnya yang sejuk walau AC menyala maksimal tetapi tidak membuat ternyata tidak membuat hatinya sejuk.

0

Hatinya gundah setiap ia mengingat kelakuan Nizam di kelas yang memintanya untuk menjaga jarak dengannya. Alena berandai-andai jika Ia laki-laki mungkin kelakuannya akan seperti Justin yang mengejar-ngejar dirinya. Tetapi sayangnya Ia adalah perempuan. Sungguh memalukan jika Ia sampai mengejar - ngejar Nizam.

Alena bosan dikejar - kejar pria. Bukan hanya Justin yang mengejarnya, tapi hampir setiap laki-laki yang punya nyali berusaha mengejarnya. Mereka mencoba memikatnya dengan kekayaan, kecerdasan, ketampanan dan banyak lagi. Sialnya Nizam pria yang ia suka malah tidak menyukainya. Jangankan membalas perhatiannya bahkan menatapnya pun tidak pernah. Menyebut namanya saja juga tidak pernah.

Nizam selalu menundukkan pandangan, Satu-satunya kalimat yang sering ia ucapkan kalau bertemu dengannya adalah : "Assalamualaikum ya Ukhti" hanya itu dan cuma itu yang biasanya ia balas menjawab "Waalaikumsalam " dengan bibir bergetar. Tidak heran kalau Nizam mengucapkan salam kepadanya karena ia memang memperkenalkan dari Indonesia dan ia mencantumkan agamanya Islam di data identitasnya.

Walau hidup di Amerika Alena tetap seorang muslim. Alena ingin teman-temannya tahu dan menghormatinya. Alena tidak meminum minuman yang beralkohol ataupun makan makanan haram lainnya. yaah.. walaupun Ia masih belum menggunakan hijab. Bahkan gaya berpakaiannya cenderung terbuka.

Alena kembali menarik napas panjang. Ia sering mengeluh mengapa ia harus mencintai Nizam. Mengapa ia tidak mencintai Justin atau Edward atau Nick atau Jonathan atau James atau yang lainnya.

Nizam.. Nizam.. Nizam.. wajah itu selalu terbayang dipelupuk matanya. Matanya yang tajam, rahangnya yang kokoh, dadanya yang bidang, rambutnya yang sedikit coklat dan wajahnya yang begitu tampan sempurna. Mengapa ia harus mencintai pria yang sedingin es.

Alena begitu tersiksa. Diam-diam air matanya mulai menggenang dipelupuk matanya. Sedikit demi sedikit air matanya menetes mrmbasahi pipinya yang ranum bagai apel yang berwarna merah. Dadanya turun naik menahan isak.

Thomas Sopirnya yang setia meliriknya dari kaca sopir yang di depan. Ia tidak mengerti mengapa akhir - akhir majikannya tampak murung dan kelihatan tidak bahagia. Gadis secantik dan sekaya Alena sungguh tidak beralasan sampai harus muram. Sementara banyak pria yang begitu tergila-gila olehnya. siapa yang tidak akan tergila-gila melihat gadis secantik dan seseksi Alena.

Karena tidak tahan menahan perasaan Alena kemudian berkata pada sopirnya. " Kita ke apartemen saja, aku tidak enak badan."

"Ok Miss... " jawab sopirnya dan segera memutar mobilnya menuju apartemen mewah milik Alena. Alena menatap pemandangan kota yang tidak pernah tidur di malam hari. Gedung-gedung pencakar langit tampak menjulang seakan berlari menjauhi dirinya. Langit biru di musim panas ini seakan tidak menggambarkan betapa mendung hatinya. Dunia terasa gelap gulita. Sesaknya penghuni Kota New York seakan mewakili hatinya.

Alena mengambil handphonenya. Handphone yang berwarna merah tua dan dihiasi berlian hadiah dari ibunya karena ia bersedia kuliah dijurusan ekonomi dan bukannya menjadi model. Alena mencari nomor temannya Cyntia, teman sekelasnya. sudah dua hari Cyntia tidak kuliah, ia sedang ada kerjaan.

Cyntia mahasiswa berasal dari California, Ia kuliah dengan biaya sendiri. Dia bekerja paruh waktu menjadi pelayan di restoran fastfood. Dia bilang ada temannya yang sakit. Sehingga ia harus bekerja shift siang dan malam. Kebetulan ia juga harus membayar biaya kuliahnya. Alena sudah sering membantunya tetapi Cyntia tidak mau dibantu terus menerus.

"Hello Cintya...what are you doing? I need you. " Alena menelpon dengan suara tersendat.

"Hello Allena, ada apa? apa yang terjadi? what can I do for you? " Cyntia tampak cemas.

"Kalau kamu ada waktu. Dapatkah kamu datang ke apartemen ku. aku ingin bicara sesuatu denganmu."

"Ok aku segera ke apartemenmu. kebetulan hari ini aku selesai jam 2 siang, temanku yang sakit sudah sembuh sehingga ia sudah masuk hari ini." Sahut Cyntia cukup membuat hati Alena sedikit terhibur. Mobil mewah seharga milyaran itu meluncur mulus menyusuri kota New York menuju ke apartemen.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.