CINTA SEORANG PANGERAN

Usaha Keras



Usaha Keras

0Tergesa-gesa Alena dan Cyntia meninggalkan Edward dan Elsa. Ketika tadi ngobrol dengan Edward. Mereka melihat Nizam keluar kelas dan pergi menuju kantin. Sehingga akhirnya mereka setengah berlari mau mengejar Nizam. Langkah Nizam yang panjang-panjang hampir tak terkejar.     
0

Alena dan Cyintia grasak-grusuk. "Ayo cepat.. cepat.. nanti Dia keburu menghilang " Kata Alena.     

"Kenapa Kamu bukannya tadi ngobrol dengan Nizam, padahal Kamu duduk disampingnya" Cyntia ngomel-ngomel.     

"Tadikan lagi ujian, bagaimana mau ngobrol. Lagipula tadi Aku masih kaget sama kelakuannya Justin. Untung saja Ia tidak berhasil mencium Aku. Iih jijik.... " Alena mengusap-ngusap bibirnya dengan gemas. Untung Ia memakai lipstik yang tidak menempel sehingga lipstiknya tidak belepotan.     

"Hentikan Alena!! Jangan lakukan itu!!!" Cyntia membentak Alena. Mengusap-ngusap bibir seperti itu malah akan semakin menantang pria untuk mencoba mencium bibirnya Alena.     

Alena nyengir Ia paham apa maksud Cyntia tapi kemudian dia mengerling nakal pada Cyntia dan berkata : "Jangan bilang kalau Kamu juga jatuh cinta padaku " Katanya sambil senyam-senyum lucu.     

Mata Cintya melotot hebat seakan- akan keluar dari tempatnya. "Jangan gila Kamu, Aku masih waras, walau kamu secantik bidadari tapi Aku lebih baik mencintai laki-laki yang kena kutuk jadi kodok sekalian."     

Alena sampai terkikik-kikik mendengarnya. Ia senang bisa menggoda sahabatnya.     

"By the way, apa Kamu yakin Nizam ke kantin? " Tanya Alena sambil tetap menjajari langkah Cyntia.     

"Aku yakin sekali karena tadi sewaktu Kamu menyapa Edward, Aku melihat tadi Dia ke arah sini. Jadi jelas Dia menuju ke kantin. Sedangkan kalau Dia mau pulang atau ke perpustakaan pasti dia ke arah sana." Cyntia menjawab pertanyaan Alena panjang lebar.     

Alena tidak berkata lagi dan mempercepat langkahnya hingga akhirnya mereka sampai di kantin.     

Memang benar kata Cyntia ternyata Nizam ada di kantin. Dia duduk di pojok sendirian ditemani segelas kopi dan sebuah roti sandwich yang belum disentuhnya. Ditangannya ada sebuah buku tebal. Alena mengeluh itu makhluk doyan amat baca buku. Habis ujian saja ia masih membaca buku apa hidupnya hanya dipenuhi oleh buku.     

"Tuh kan apa kubilang. Lihat dia ada di sini. " Cyntia berbisik ditelinga Alena.     

"Ya...ya.. ya.. Aku sudah menlihatnya" Jawab Alena.     

"Ingat.. Kamu harus bersikap elegan. Ungkapkan beberapa kalimat bahwa kamu bersedia menjadi teman dansanya. Dan jangan meminta langsung, nanti Kamu kehilangan harga diri. " Cyntia menjelaskan secara detail.     

"Ya.. ya.. ya.. Aku sudah tahu. " Alena menyahut dengan tidak sabar bahkan ia sudah melangkahkan kakinya menuju ke arah Nizam. Baru juga kakinya melangkah dua langkah, Cyntia menariknya kembali ke belakang.     

"Mau kemana Kamu? " Tanya Cyntia sambil melotot.     

Alena balas melotot "KEMANA??? Alena balik bertanya dengan nada tinggi lalu berkata lagi : "Ya ke Nizamlah memangnya mau kemana lagi? " Alena bersungut-sungut.     

"Dasar gadis bodoh, sudah kubilang untuk bersikap elegan. Jangan menunjukkan bahwa Kamu sengaja mencarinya ke sini. Sana beli minuman atau makanan dulu, lalu Kamu bilang 'Aah.. what a surprise we meet at here.. ' Kemudian Kamu minta ijin untuk duduk bersamanya" Cyntia menjelaskan sambil sedikit mengomel.     

Alena jadi senyum-senyum lucu, dalam hatinya ia memuji otak Cyntia yang brilian bagai berlian. Diam-diam dia membatin apa mungkin dia reinkarnasi dari Einstein atau Leonardo da Vinci. Tapi apa mungkin laki-laki bereinkarnasi jadi perempuan. Aah Alena menggelengkan kepalanya. Ia harus membuang pikiran yang tidak -tidak. Ia harus fokus pada Nizam. Tetap fokus.. tidak boleh gagal.     

Alena lalu membeli secangkir kopi latte karena ia tidak suka dengan kopi hitam. Lalu dengan gemulai ia berjalan ke arah Nizam. Tapi sial tiba-tiba sosok tubuh tinggi berotot menghadangnya di depan.     

"Hallo.. Alena What a surprise. Sungguh suatu kejutan yang menyenangkan." Katanya dengan nada riang.     

Alena langsung gelisah.. "Haduuh.. Jonathan" Alena berkata dalam hati. Jonathan satu pria yang mengejar-ngejarnya. Ia Mahasiswa jurusan hukum. Badannya tinggi berotot sesuai dengan olahraga basket yang ditekuninya. Ia andalan kampus disetiap pertandingan basket universitas. Wajahnya tidak bisa dibilang jelek. Berambut coklat kemerah-merahan dan bermata coklat gelap. Senyumnya teramat manis. Ia tidak kalah konyolnya dengan Justin dalam rangka mengejar-ngejar dirinya. Bahkan kadang lebih konyol. Kata teman-temannya setiap kali timnya berhasil memenangkan pertandingan maka ia akan membuka bajunya dan memamerkan dadanya yang bertatokan " I Love Alena" sambil berlari-lari mengelilingi lapangan basket.     

Walaupun kata teman-temannya tato itu bukan tato permanen tapi tetap saja benar-benar konyol. Itulah sebabnya Alena tidak pernah mau menonton pertandingan basket. Ia malu sama penonton yang lain. Pernah satu kali ia menonton pertandingan itu dan benar saja ketika tim kampus mereka menang. Jonathan berlari menghadap ke Alena sambil memerkan dadanya. Spontan para penonton bersorak-sorak sambil melihat ke arah Alena.     

Muka Alena sampai merah padam menahan malu.     

Alena gugup dan bingung bagaimana kali ini ia bisa lolos dari sergapan Jonathan. Walaupun Jonathan tidak pernah melakukan kontak fisik dengannya tapi ia punya usaha yang gigih untuk mengajaknya berbincang-bincang. Ketika Alena kebingungan tiba-tiba " Brak.. "dari belakang ada yang menabrak Jonathan. Tubuh Jonathan sedikit limbung ke depan sambil berteriak kaget. "Oh shit.. "katanya sambil merasakan panggungnya basah oleh suatu cairan lengket.     

"Oh Jonathan.. Maafkan Aku. Aku tidak sengaja menabrakmu dan menumpahkan jus jeruk ice creamku ke bajumu. " Cyntia berkata sambil menujukkan wajah penuh penyesalan. Ia memegangi kemeja Jonathan yang sudah basah kuyup dan lengket. Alena menutup mulutnya menahan geli dan sekali lagi memuji kepintaran Cyntia. Ia tahu pasti Cyntia melakukannya dengan sengaja agar Ia bisa terlepas dari Jonathan.     

"Bagaimana bisa ini terjadi? " Jonathan menatap kesal pada Cyntia.     

"Kakiku tersandung sendiri. Oh come on Jonathan jangan membuat Aku merasa sangat bersalah, lihat semua mata memandang ke arah kita dan seakan-akan aku adalah terdakwa dari kasus pembunuhan. Marilah kita ke ruang laundry dan Aku bersedia mencucikannya untukmu. " Cyntia berkata sambil menarik tangan Jonathan menjauh dari Alena dan mengajaknya keluar. Walaupun kesal tapi Jonathan tidak mempunyai pilihan lain sehingga ia terpaksa mengikuti Cyntia.     

Setelah Jonathan dan Cyntia pergi ruangan kantin kembali seperti biasa. Mereka anggap keributan tadi adalah insiden yang biasa saja. Alenapun melangkah kembali mendekati Nizam. Nizam tampak tenang membaca, apakah Ia tadi terganggu atau tidak oleh kericuhan yang tadi terjadi atau tidak, Alena tidak sempat memperhatikannya.     

"Eheum... Alena mendehem. Nizam menurunkan buku yang dibacanya dari pandangannya. Ia tengadah menatap Alena dengan pandangan tak acuh. Alena jadi sedikit keder. Tangannya menjadi rada gemetar.. hampir saja kopinya tumpah.     

"Eumm.. bolehkah Aku duduk di mejamu? " Tanya Alena.     

Nizam tampak mengerutkan keningnya. "Setelah tadi Kau membuat keributan di sana, maksudmu Kamu juga mau membuat keributan di sini? " suara Nizam terdengar dingin sedingin salju di bulan Desember.     

Alena menelan ludahnya tapi dengan tegar dan mencoba bersikap masa bodoh Ia langsung duduk di kursi depan meja Nizam.     

"Aku kehabisan kursi.. jadi Aku mau duduk di sini, meja kursi inikan bukan milikmu. " Kata Alena mencoba berargumen.     

"Tapi Aku merasa terganggu. Kamu tidak lihat apa, Aku sedang membaca buku" Suara Nizam tetap sedingin balok es. Bahkan pandangan matanya tidak lepas dari buku yang dibacanya.     

Dalam kebingungan Alena tanpa sengaja mengusap bibirnya dengan telunjuknya. Nizam tampak melihat dengan ujung matanya dari samping buku. Wajah Nizam berubah sedikit merah tanpa Alena sadiri.     

"Tapi Aku mau mengatakan sesuatu." Kata Alena akhirnya.     

"Katakanlah cepat.. " Nizam akhirnya menutup bukunya lalu jari-jarinya meraih cangkir kopi didepannya dan meminum isinya. Alena menatap jakun yang turun naik mengikuti gerakan air kopi yang turun melewati tenggorokan Nizam. Alena menggigil menahan rasa yang menyeruak menggoda nafsunya. Pandangan Alena juga turun ke bawah jakun dan Ia melihat ke dada Nizam. Entah apa yang terjadi kali ini agaknya Nizam lupa mengancingkan kemeja atasnya. Dan alhasil bulu dadanya mengintip dengan bebas disebalik kemejanya. Alena menggigit bibirnya erat-erat. Ia mencoba membuang rasa gerah yang datang menyergapnya bagai tamu tak diundang.     

"Kenapa Kamu malah diam? " Nizam berkata dengan nada sedikit tinggi.     

Alena tersentak bagai mendengar petir dan ia langsung berkata dengan terbata-bata : " Aku mau mengajakmu ke pesta dansa dan Aku ingin Kamu menjadi pasanganku di pesta itu? " Akhirnya Alena mengutarakan keinginanya langsung tanpa sempat membuat kata-kata siasat lagi.     

"Maaf Alena, sebaiknya Kamu tidak mengajak Aku. Aku tidak suka pergi ke acara demikian. Itu bukan budayaku dan Aku rasa itu juga bukan budayamu. Bukankah Kamu berasal dari Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia ?? " Nizam berkata dengan tajam.     

Alena menjadi semakin tersudut lalu ia mencoba membela diri.     

"Tapi nanti kita tidak usah berdansa, kita melihat mereka saja sambil minum dan berbincang-bincang " Alena berkata pelan, Ia sudah mulai putus asa.     

"Aku juga tidak berminat untuk berbincang-bincang denganmu apalagi ditengah pesta dansa, maaf Alena Aku tidak bisa lama-lama. Aku ada urusan dengan dosen pembimbing karya tulisku. " Nizam tampak mengambil bukunya lalu berdiri dan siap melangkah pergi. Tetapi Alena mencoba menahannya sambil memegang lengan Nizam.     

Nizam tersentak kaget refleks ia menyingkirkan tangan Alena dari lengannya.     

"Alena bukankah Aku sudah mengatakan kalau Kamu harus menjaga jarak denganku, Apalagi sampai memegang tanganku? Aku tidak suka Kamu melakukan hal itu" Suara Nizam terdengar sangat gusar. Mukanya menahan amarah dan ia langsung pergi meninggalkan Alena.     

Alena berdiri mematung, hatinya benar-benar hancur berkeping-keping. Usaha kerasnya sia-sia, harapannya musnah bagai bunga dandelion yang tertiup angin melayang tak tentu arah. Dalam keputus asaannya Ia bersumpah akan menghapus nama Nizam selamanya dalam hatinya. Tanpa sadar airmata Alena menetes satu persatu membasahi pipinya yang ranum.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.