CINTA SEORANG PANGERAN

Kalah Putri Reina



Kalah Putri Reina

0Azura     
0

Nizam dengan tenang duduk di sebuah taman Istana ibundanya. Di sebuah meja kecil menghadap kolam ikan yang didesain dengan indahnya oleh seorang arsitek dari Prancis. Air terjun buatan yang ada disamping kolam memancarkan keanggunan maha karya dari seorang arsitek yang tidak pernah diragukan keahliannya. Beberapa ikan mahal yang penuh dengan warna warni tampak berenang kesana kemari dengan tenang. Seakan hidup hanyalah suatu kenikmatan semata. Berenang bebas lalu menunggu makanan yang akan datang padanya dengan teratur. Beberapa ekor burung merak berjalan dengan pesona keanggunan yang luar biasa seakan mempertegas siapa saja yang tengah Melihatnya bahwa tidak usah ada kesangsian lagi bahwa dirinyalah buruh terindah di seantero jagat.     

Para pelayan cantik yang berdiri disamping Nizam menunduk takut-takut. Tetapi rasa takut tetap saja tidak dapat mengalahkan rasa penasaran. Mereka baru dua tahun direkrut jadi pelayan di Istana Permaisuri. Selama ini Mereka hanya mendengar rumor tentang ketampanan Sang pewaris tahta. Mereka hanya tahu wajah Pangeran dari foto yang di peroleh di internet itupun tidak banyak dan tidak jelas karena Pangeran Nizam memang tidak suka difoto. Pangeran Nizam hanya suka difoto kalau sedang ada kegiatan kenegaraan. Tidak ada foto yang menampilkan wajah secara utuh. Entahlah kalau Ia nanti menjadi Raja. Karena Harus ada foto secara resmi untuk ditempel di tiap ruangan resmi seluruh kerajaan.     

Dari samping yang terlihat jelas adalah hidungnya yang macung. Pakaian nasional kerajaan berupa gamis putih dengan strip hitam dan penutup kepala membuat keanggunan Pangeran Nizam sebagai seorang Putra Mahkota Kerajaan semakin terpancar. Hampir sesak nafas para pelayan itu menyaksikan tangan runcing pangeran ketika meraih gelas yang berisi jus jeruk. Lalu meminumnya sedikit. Mereka melihat kesabaran Pangeran Nizam mulai sedikit meluntur ketika waktu 30 menit sudah berlalu. Pangeran memalingkan wajahnya ke arah ruangan untuk mencari sosok ibunya.     

"Sedang apakah Ibunda Ratu? Mengapa Beliau belum keluar juga? " Tanya pangeran kepada pelayan. Pelayan itu langsung sedikit tergagap. " Hamba kurang mengetahuinya. Jika Pangeran mengizinkan biarlah hamba periksa ke kamar beliau. "     

Nizam membaca nama si pelayan yang terpasang di dada.     

"Terima kasih, tidak usah Nona Latifa. Biar Aku tunggu saja. " Nizam menjawab sambil kembali menatap taman. Mendengar kata-kata Pangeran yang begitu manis dan sopan membuat para pelayan itu hampir meleleh karena terpesona. Tangannya lalu mengambil Handphone. Dibukanya layar handphonenya di sentuhnya sebuah nama yang selalu ada dalam benaknya. Alena.. wajah cantik Alena segera muncul di ujung layar. Wajah yang sedang tersenyum. Nizam hanya memandang saja tidak berani menyentuh satu hurufpun untuk memulai chat dengan Alena.     

Ia melihat daftar panggilan dari Alena yang begitu banyak. Nizam sama sekali tidak berniat untuk menghubungi Alena sekarang. Ia belum memperoleh kepastian yang jelas tentang Alena dari pihak kerajaan. Bahkan bercerita pada ibunya pun belum. Nizam tidak mau memberikan harapan kosong kepada gadis yang dicintainya.     

"Assalamualaikum Nizam.. " Terdengar suara yang sangat dikenalnya. "Waalaikumsalam Ibunda.." Nizam berdiri mencium tangan lalu memeluk wanita yang sangat Ia sayangi. Wajah cantik. Ratu Sabrina adalah Ratu yang tercantik diantara semua istri ayahnya. Ketampanan Nizam banyak diperoleh dari ibunya.     

"Maaf lama menunggu, Ibunda harus mengurus sesuatu dulu. " Ibunya berkata sambil duduk kemudian mempersilahkan Nizam untuk duduk. Nizam memberi hormat kepada Ibunya sebelum ia duduk.     

"Sedang sibukkah bunda? " Tanya Nizam.     

"Ada beberapa urusan Istana yang harus diselesaikan. Beberapa hari ini Bunda merasa sudah terlalu lelah mengurus Istana seorang diri. Ibunda butuh seseorang untuk membantu Bunda."     

"Benarkah? Bukankah ada Ibu Aura, Ibu Iklima dan Ibu Zenita yang dapat membantu Bunda." Tanya Nizam.     

"Kamukan tahu mereka selalu mengincar kedudukan Ratu, Kamu belumlah menjadi Raja. Jika Ratu Aura atau Ratu Zenita yang menjadi permaisuri maka yang akan jadi Raja adalah Pangeran Husen atau Pangeran Thalal." Suara ibunya seperti suara keluhan.     

"Ananda sungguh tidak keberatan, Pangeran Husen atau Pangeran Thalal mereka sama layaknya dengan Ananda. "     

"Nizam..tolong untuk berhati-hati dengan setiap perkataanmu, Nak. Situasi saat ini sedang tidak baik. Kamu tau kondisi Ayahmu semakin hari semakin menurun. Investasi di Negara kita juga sedang tidak baik. Beberapa saham kerajaan anjlok sampai titik terendah. Beberapa investor tidak berani menanamkan investasinya di negara kita. 3 tahun ini sejak kepulanganmu terakhir banyak perusahaan kita yang tutup. Kamu tahu bahwa kita tidak bisa selamanya mengandalkan kilang minyak kita. " Ibunya begitu lugas menjelaskan kepada Nizam. Selain cantik Ratu Sabrina juga adalah Ratu yang sangat cerdas.     

Nizam menarik nafas panjang. Apa yang ditakutkannya ternyata benar terjadi. Ibunya akan menekan dia dengan alasan politik. Selama di Amerika juga sebenarnya Ia tidaklah diam. Ia berusaha mempelajari perusahaan dan aset kerajaan. Tetapi tanpa kekuasaan hal itu tidak berarti apa-apa.     

Nizam masih terdiam membisu. Muka tampannya membeku hatinya mengeras. Tangannya memegang erat pada lengan kursi yang Ia duduki. Seperti ada duri dalam hatinya.     

"Nizam.. ini bukanlah masalah cinta. Hidup kita tidak ditakdirkan untuk cinta. Kau pikir Apa Aku mencintai ayahmu?? Bertahun-tahun Aku berada di sisi Ayahmu dengan penuh tekanan. Fakta bahwa Aku hanya memiliki seorang anak cukup membuatku selalu dihina secara diam-diam. Dan Ayahmu yang lemah itu hanya bisa menghiburku tanpa bisa berbuat banyak. "     

Nizam terdiam Ayahnya raja yang agung itu secara fisik memang tidak terlalu bagus. Dari ibunyalah Ia mewarisi ketampanan dan kecerdasan. Tetapi Ia tidak seambisius ibunya. Ia sudah tahu sejak lama bahwa Ibunya tidak mencintai Ayahnya walaupun ayahnya sangat mencintai ibunya.     

Nizam kembali memainkan jarinya pada bibir bawahnya. Ia gelisah dan resah serasa duduk di atas bara api.     

"Gadis Indonesia itu sudah berhasil membuatmu melupakan tujuanmu? Apa yang dia miliki? Ayahnya hanya seorang pengusaha dari negara berkembang. Assetnya tidak seberapa. Apakah kau akan membiarkan dia merusak impian Bunda yang dengan susah payah Bunda bangun. " Ibunya berkata seraya melambaikan tangannya pada asistennya ibunya yang selalu menemaninya. Asisten itu menghampiri Ratu memberi hormat lalu memberikan map ke Ratu Sabrina.     

Nizam melirik ke arah ibunya yang mulai membuka map berwarna merah lalu mengeluarkan isinya. Nizam terkesiap melihat isi map itu. Map itu berisi foto-foto Alena dan dirinya. Ia sedang membopong Alena, Alena yang sedang keluar dari apartemennya. Ia dan Alena ketika bertemu di restoran dan banyak lagi. Walaupun Ia sebenarnya tidak terlalu kaget tetapi kenyataan bahwa ibunya sangat bersungguh-sungguh memata-matainya membuat Ia menjadi miris.     

"Apakah ada sesuatu yang ingin Kau katakan?"     

Nizam menggelengkan kepalanya.     

"Agaknya penjelasan Bunda sudah sangat jelas. Bersiaplah untuk menikah minggu ini" Suara ibunya bagai suara martil yang menghantam dadanya. Matanya terasa panas. Ketika Ibunya berdiri Nizam mencekal tangannya.     

"Bunda.. Hamba mohon..Tolong untuk bermurah hati kepada anakmu. Hamba mencintainya. Sangat mencintainya. " Nizam menatap ibunya dengan mata berkaca-kaca. Ratu Sabrina tertegun menatap anaknya. Nizam berhenti menangis ketika usianya tiga tahun sejak saat itu Ia tidak pernah melihat Nizam menangis atau merengek. Sekarang Ia melihat mata anak semata wayangnya itu berkaca-kaca. Wajah cantik itu menjadi gelap.     

"Ibunda harap Kamu sudah sangat memahami apa yang Bunda jelaskan. Cinta hanya akan melemahkanmu. Jangan pertaruhkan harapan rakyat padamu. Mereka sangat menunggu kedatanganmu pulang dari Amerika. Jika ternyata kamu mengecewakan hati mereka, maka kita tinggal menunggu kehancuran Dinasti kerajaan kita. "     

Nizam melepaskan pegangannya secara perlahan. Titah ibunya bagai suatu perintah dari langit. Siapapun tidak akan ada yang mampu menolaknya. Harapan Nizam hancur tak berkeping. Tadinya Ia ingin menjelaskan kepada ibunya dengan Hati-hati. Lalu meminta restunya. Sekarang malah Ia kalah total dari ibunya. Ibunya sudah mengetahui segalanya. Nizam berdiri dan melangkah dengan gontai diiringi tatapan mata para pelayan yang mendadak menjadi iba.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.