CINTA SEORANG PANGERAN

Lamaran



Lamaran

0Mata Alena terlihat bengkak karena menangis semalaman. Ia melihat Handphonenya tapi Nizam masih belum menghubunginya. Dengan malas Ia bangun dan berjalan ke kamar mandi. Mandi dengan badan yang lemas. Dipagi hari biasanya perutnya terasa lapar tetapi kali ini sama sekali Ia tidak lapar. Kepalanya malah pusing. Alena teringat saat di Amerika kalau Ia sedang sedih selalu ada Cynthia yang menemaninya dan bahkan dipagi hari seperti ini selalu ada sarapan yang dibawa dalam nampan berkaki lalu nampan itu dibawa ke tempat tidur. Tapi di Indonesia memang sedikit pantang untuk makan di atas tempat tidur kecuali sedang sakit.     
0

Tepat pukul 10 Nanti Om Hartono akan datang bersama istri dan putranya untuk melamar Alena. Dan hampir semalaman Alena menimbang-nimbang keputusan apa yang harus Ia ambil. Alena berpikir sangat tidak mungkin Ia menceritakan hal ini pada Nizam karena walau bagaimanapun Nizam belum menjadi suaminya. Lagipula uang 35 juta dolar Amerika Bukanlah uang sedikit. Sangat mustahil bagi Alena meminta bantuan Nizam. Jangan-jangan Ia malah akan kehilangan muka. Ia akan dicap sekongkol dengan orang tuanya mencoba memeras Nizam. Memanfaatkan Nizam untuk membayar utang-utang mereka. Sehingga akhirnya Ia akan dicap sebagai wanita matrealistis. Lagipula Ia tidak tahu sekaya apa Nizam. Uang 35 Juta Dolar Amerika itu jelas-jelas tidak akan bisa dimiliki oleh setiap orang.     

Ibunya tidak masuk kedalam kamarnya. Padahal biasanya kalau Ia telat bangun sedikit saja Ibunya sudah nongol kedalam kamarnya dan berusaha membangunkannya. Alena paham dengan suasana muram yang terjadi di rumah ini. Alena memilih gaun berwarna gading untuk menerima Rombongan Om Hartono. Walau ia membenci pertemuan ini Ia tetap saja Ia tidak tampil asal-asalan.     

Didalam Rumah ternyata sedang sibuk mempersiapkan kedatangan tamu agung. Rumah dari subuh sudah dibersihkan dan meja makan sudah tertata dengan rapih. Ruang tamu utama tampak penuh dengan bunga. Alena melihat Ibunya sedang mengatur-ngatur para pembantu yang berjumlah 3 orang diluar koki dan sopir. Melihat Alena turun Ibunya tersenyum tetapi Alena melihat sangat jelas bahwa Senyum Ibunya adalah suatu keterpaksaan.     

"Alena.. kemarilah, walaupun kita hendak menolak lamaran ini tetapi tentu saja kita tidak bisa asal-asalan menerima kedatangan mereka. Mengingat Pak Hartono adalah salah satu pengusaha terbesar di Surabaya dan teman lama Ayahmu."     

"Tentu saja, Bu. Ibu tenang saja. Alena yakin akan jalan keluarnya."     

"Semoga saja Alloh menolong kita"     

"Aamiin.." Alena mengguman.     

Pukul 10 lebih sedikit Pak Hartono datang bersama rombongan. Ada dua mobil mewah dengan hampir 10 penumpang. Di mobil depan Pak Hartono dan keluarganya berada dengan seorang sopir pribadi.     

Alena melihat seorang pria muda mengenakan stelan jas biru tua dan Alena sangat terkejut melihat pria itu     

"Hallo Alena..." Katanya sambil tersenyum manis. Alena hampir muntah saking terkejutnya.     

"Ka..Kau, Andre!!" Alena tercengang melihat makhluk tampan tapi menyebalkan itu ada didepannya.     

"Nah..kan Betul Pak Gatot..Ternyata mereka sudah saling mengenal." Pak Hartono tertawa tergelak-gelak, Ia kelihatan sangat suka dengan kejutan ini.     

" Alena!! terakhir waktu Om kesini Kamu masih SD kelas 5, Sekarang sudah besar Kamu makin cantik saja..Pantas saja ketika Andre diperlihatkan fotomu, dia langsung mau. Dan tidak sabar ingin segera melamar." Pak Hartono terus saja berbicara sumringah, seraya masuk ke dalam. Ayah Alena cuma manggut-manggut sambil senyum-senyum melaksanakan, Walaupun Ia juga sebenarnya kaget karena ternyata anaknya sudah mengenal anak Pak Hartono     

"Iya Jeng Ratna, Anu lho..Anak kita serasi sekali. Ngomong-ngomong Andre Anak bungsuku ini banyak sekali yang suka. Banyak yang ingin mungut jadi mantu, tapi selalu saja menolak tapi aneh ketika diperlihatkan foto Alena Anak Jeng Ratna dia langsung mau. Tapi memang tidak heran Alena ini sangat cantik, persis Jeng Ratna waktu muda" Kata Bu Hartono sambil terus menerus melirik Alena. Seakan-akan Ia tidak pernah melihat wanita cantik.     

"Alena ini selain cantik juga pintar, kuliahnya di Amerika, kata Pak Gatot tahun depan selesai yah?" Kata Bu Hartono lagi sambil senyum-senyum     

"Iya Jeng ". Kata Ibu Alena sambil ikut melirik wajah anaknya dengan penuh tanda tanya.     

Perbincangan yang akrab dan hangat terjalin sambil diselingi makan minum. Hanya Ayah dan Ibu Alena terlihat tidak terlalu bersemangat, mereka bicara hanya basa basi. Pak Hartono sama sekali tidak menyadari bahwa calon besannya ini sedang bermasalah terhadap lamaran ini. Pak Hartono merasa bahwa Pak Gatot dan istrinya pasti menerima lamaran mereka.     

Andre terus menerus melihat Alena bagaikan kucing melihat ikan. Hatinya penuh kebahagiaan karena sebentar lagi gadis yang Ia incar waktu di Amerika sebentar lagi akan ada dalam dekapannya. Alena menatap dengan geram, Ia merasa sebal dengan tingkah Andre yang sok ganteng. Selain itu ia juga tidak menyukai sikapnya yang terlihat kurang menghargai wanita.     

Andre tersenyum melihat Alena yang sedikit cemberut, bibirnya terlihat manyun. Tapi dimatanya semakin cemberut Alena semakin menarik. Ingin rasanya Ia mencubit bibir yang seksi itu tapi karena masih ada orang tua mereka, Andre jadi hanya bisa menelan ludah.     

" Jadi gini lho Pak Gatot, sesuai dengan pembicaraan kita waktu itu, Anakku Andre ini usianya sudah mau 27, Tapi masih saja senang melajang. Padahal teman-teman seusianya sudah banyak yang sudah memiliki anak, yaah.. minimal istri gitu. Disuruh nyari sendiri ga dapat-dapat. Dicarikan juga sering nolak. Nah..saat diperlihatkan foto Alena Dia langsung mau. Bahkan tidak sabaran ingin lamaran. Hanya Saya pribadi Kho belum sreg kalau belum nanya langsung ke Alenanya ini. Jadi bagaimana Alena, apa Kamu bersedia menjadi mantu kami?" Tanya Pak Hartono sambil menatap Alena.     

Wajah Alena memerah, Ia memandang ayah dan ibunya yang menatap tegang kepadanya. Alena juga kemudian menatap Andre yang terlihat penuh percaya diri bahwa lamarannya akan langsung diterima.     

Setelah hening beberapa saat. Alena akhirnya angkat bicara.     

"Om dan Tante, Alena sangat berterima kasih atas lamaran ini. Tetapi Saya pribadi tidak bisa langsung menerima lamaran ini. Saya minta waktu untuk kami saling menjajaki. Betulkan Mas Andre?" Kata Alena sambil tersenyum. Andre tampak tergagap di lempari senyum yang begitu menggoda.     

"Kenapa kita tidak saling menjajaki setelah menikah nanti? Alena Aku akan menerima Kamu apa adanya." Andre terlihat sangat tidak sabar karena ingin segera memiliki Alena.     

Shit..Alena mengumpat dalam hati. Ia benar-benar muak dengan pria ini. Dari tatapan matanya yang jalang Ia merasa pria ini lebih menyebalkan dari Justin. Karena Justin adalah pria yang berterus terang dan tidak munafik. Andre terlihat berupaya tampil begitu santun padahal Ia buaya. Bagaimana tidak buaya, bukankah Ia bertemu Andre saat bersama dengan Sisca. Dua orang berlainan jenis ada di luar negeri rasanya kalau sekedar sahabat tidak mungkin. Kecuali kalau perginya beramai-ramai dengan yang lain. Bahkan Ia jelas mendengar waktu Ia pertama kali bertemu Sisca di Amerika. Sisca berkata bahwa Andre adalah teman dekatnya.     

"Tidak Mas Andre, Kamu hanya melihat Aku di foto, belum tahu siapa Aku sebenarnya. Berikanlah Aku waktu bercerita sedikit saja tentang siapa Aku. Om Hartanto..Aku tidak ingin Mas Andre bagai membeli kucing dalam karung. Beri Aku waktu sebentar saja agar Kami bisa saling mengenal."     

Pak Hartanto adalah pembisnis sejati. Ia paham sekali kalau Alena sedang mencoba bernegosiasi dengan dirinya. Anaknya yang bodoh itu tidaklah menyadarinya. Dasar otak abal-abal.     

"Alena sayang...Om sangat memahami maksud dari perkataanmu. Memang tidak mudah menikah dengan seseorang yang belum kita kenal sama sekali. Apalagi Om bukanlah Datuk Maringgih yang memaksa Siti Nurbaya untuk menikah dengannya. Om ingin pernikahan kalian berjalan tanpa adanya paksaan. Semua harus sama-sama setuju dan saling menyukai" Kata Pak Hartono sambil memandang penuh bijaksana pada Alena.     

Alena sangat bahagia mendengar perkataan Pak Hartono. Dalam hati Alena berkata, mengapa ada anak yang menyebalkan yang lahir dari seorang ayah yang begitu bijaksana dan baik hati. Dan benar saja Andre langsung ngotot menolak.     

"Ayah.. kenapa Kami tidak langsung dinikahkan saja. Bila perlu besok harus akad. Aku sangat menyukai dan mencintai Alena. Apa itu tidak cukup alasan bagi Aku untuk menikahinya?"     

"Andre..jangan memaksakan kehendak kita kepada orang lain. Alena ini seorang wanita, tolong jangan mempersulitnya. Turuti saja keinginan Alena, Toh tidak ada ruginya kalau kalian saling menjajaki. Selama penjajakan Kamu bisa memperjuangkan hati Alena agar dia Setuju untuk menikah secepatnya. Karena Ayah sendiri sudah tidak sabar ingin menimang anak darimu."     

Wajah Alena kembali merona merah, Andre hampir saja ingin menerkamnya saking tidak tahannya.     

"Baiklah Ayah kalau keinginanmu, agar Aku memenuhi keinginan Alena seperti itu. Tapi Alena berjanjilah bahwa penjajakan itu tidak akan memakan waktu yang lama." Andre akhirnya mengalah.     

Alena hanya mengangguk. Ia menahan sepatunya erat-erat oleh kakinya. Ia khawatir lepas kendali dan menggetok kepala Andre oleh ujung sepatunya. Sementara itu orangtua Alena menarik nafas lega. Tadi mereka sudah merasa seakan-akan nyawa mereka segera terbang karena Alena langsung menolak perjodohan ini secara frontal. Syukurnya ternyata anak mereka pandai bersilat lidah. Kini mereka bisa memiliki waktu untuk memikirkan langkah selanjutnya.     

"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.