CINTA SEORANG PANGERAN

Perjanjian



Perjanjian

0Pangeran Nizam menatap Ibundanya yang sedang memperhatikan para pelayannya mengatur hadiah yang jumlahnya mungkin ratusan yang akan diberikan kepada Putri Reina sebagai tanda ucapan selamat atas kesucian yang sudah dipersembahkannya kepada Kerajaan. Putri Reina sendiri duduk dihadapan tamu undangan. Berada dibalik tirai bersama para saudara dan sahabat perempuannya. Para pelayan berbaris dibelakangnya.     
0

Usai mengatur hadiah untuk Putri Reina. Ratu Sabrina segera menduduki tempat yang sudah disediakan. Hari ini adalah hari perayaan kesucian Putri Reina.     

Pangeran Nizam sendiri duduk disamping saudara-saudara laki-lakinya yang tak henti menggodanya.     

"Hmmm ...Aku berani taruhan Ia sekarang tidak akan pernah menang lagi kalau lomba renang dengan kita, lututnya sudah lemas karena banyak digunakan kegiatan lain..ha.ha..ha.." Pangeran Thalal berkata sambil tertawa-tawa ditimpali suara saudaranya yang lain.     

"Apalagi kalau kita ajak dia bermain polo berkuda. Ia tidak akan bersedia karena sudah memiliki tunggangan lain." Pangeran Rasyid bercanda vulgar. tapi kemudian Ia terdiam karena dadanya disikut oleh Pangeran Husen.     

"Ssst..tutup mulutmu, lihat Ibunda Ratu Sabrina melirik ke arah kita."     

Pangeran Rasyid langsung terdiam dengan wajah pucat. Yang lain malah cekikikan mereka ketakutan Pangeran Rasyid walaupun tertawanya sedikit ditahan karena takut juga.     

Pangeran Nizam sendiri sama sekali tidak menanggapi candaan saudara-saudaranya. Ia juga tidak memandang Putri Reina sedikitpun, padahal pandangan Putri Reina tidak pernah terlepas dari wajah Pangeran Nizam. Pangeran Nizam hanya memperhatikan wajah ibunya, Ia tidak sabar ingin membicarakan sesuatu. Acara perayaan kesucian istrinya sangat membosankan. Tarian demi tarian terus berlangsung. Ia ingin segera acara ini berakhir.     

"Kenapa Kamu terlihat bosan? " Kata Pangeran Thalal.     

"Jangan katakan Kau sedang mengingat kekasihmu di Amerika" Pangeran Thalal mencoba menebak pikiran Pangeran Nizam.     

" Ssst.. diamlah. Mulut kalian lebih berbisa dari ular" Pangeran Nizam melotot.     

"Cepat bawa gadismu ke sini, Kami tidak tahan ingin sekali melihatnya. Penasaran ingin tahu gadis seperti apa yang berhasil membuat Pangeran Nizam kami terperangkap. " Pangeran Husen berbisik pada Pangeran Nizam.     

"Tentunya Kau tidak akan menyembunyikannya di dalam sangkar emas. Biarkan Kami melihat dan berbicara dengan nya." Kata Pangeran Rasyid     

Lagi-lagi Pangeran Nizam terdiam. Ia biarkan saudara-saudaranya mengoceh. Ia hanya fokus merangkai kata-kata dalam pikirannya untuk dikatakan pada Ibunya.     

Akhirnya acara menyebalkan itu berakhir bertepatan dengan adzan Ashar. Pangeran Nizam segera pergi pergi menemui ibunya.     

"Ibunda Ratu..." Pangeran Nizam menghadang langkah Ibunya yang sedang berjalan menuju mesjid Istana. Ratu Sabrina berhenti, sehingga iring-iringan dibelakangnya juga turut berhenti. Putri Reina yang ada dibelakang nya menatap wajah Pangeran Nizam yang terlihat tidak memperdulikannya.     

"Bisa Kita berbicara sebentar saja.."     

"Bukankah ini sedang berlangsung adzan Ashar?"     

"Maksud hamba, nanti setelah sholat Ashar."     

Ratu Sabrina melirik menantunya.     

"Apakah istrimu akan ikut dengan pembicaraan itu."     

Pangeran Nizam menatap istrinya dengan wajah datar. "Tentu saja tidak Ibunda, Apakah Ibunda tidak kasihan dengan menantu ibunda yang sangat kelelahan. Pastinya sekarang Putri Reina ingin berbaring di tempat tidur. Benarkah demikian istriku. Bukankah tadi pagi Kamu bilang masih sakit ketika Aku hendak ke kamarmu. " Kata Pangeran Nizam pura-pura polos.     

Wajah Putri Reina memerah, Kebohongan Pangeran Nizam membuat Ia malu dua kali lipat. Para wanita yang ada dalam rombongan Ratu Sabrina dan dirinya, menutup mulut menahan tawa. Karena dikiranya kata-kata Pangeran Nizam benar. Hanya Putri Reina yang terlihat kesal pada suaminya. Matanya menatap tajam pada suaminya. Agaknya Pangeran Nizam tidak henti-hentinya menyakiti dirinya.     

"Anak tidak tahu malu.." Kata Ratu Sabrina mengomeli anaknya.     

" Baiklah.. tunggu Ibunda di Taman Salsabila,"     

"Terimakasih Ibunda." Pangeran Nizam mencium tangan Ratu Sabrina kemudian membiarkan rombongan Ibunya pergi. Sedangkan Ia kembali pada saudara-saudaranya untuk pergi bersama ke mesjid juga.     

****     

Taman Salsabila adalah taman yang terletak di Istana utama. Dibuat sebagai persembahan Kakeknya Abdul Malik pada Istrinya Ratu Ainurahman. Arsitek nya berasal dari negara Prancis.Taman itu terkenal karena keindahan danau buatan yang ada ditengah taman. Danau itu sangat luas sehingga siapapun dapat naik perahu untuk mengitarinya. Ada banyak sangkar burung yang isinya adalah burung-burung mahal dari berbagai negara. Ada pengatur suhu di setiap sangkar agar tiap burung bisa mendapatkan suhu sesuai dengan negara asalnya.     

Selain itu didanau juga diisi oleh ikan-ikan hias yang dapat terlihat dari atas permukaan danau karena air yang sangat jernih. Pangeran Nizam sudah duduk menunggu ibunya datang. Disampingnya berdiri beberapa pelayan dan penjaga. Pangeran Nizam mengeluarkan rokok dari kemejanya. Sore ini Ia sengaja tidak mengenakan pakaian tradisional negaranya. Ia mengenakan celana jeans dan kemeja berwarna biru langit. Ia juga tidak mengenakan penutup kepala sehingga rambut coklatnya dapat dinikmati oleh setiap wanita yang melihatnya. Para pelayan wanita dibelakangnya berulang kali mengucapkan syukur sudah mendapatkan kesempatan melihat salah satu makhluk Tuhan yang paling Indah.     

Jari-jari yang langsing dan runcing itu menjepit batang rokok dan mulai menyalakan nya. Bibir seksinya menghisap rokok dengan penuh perasaan. Asap rokok mengalun dari hidungnya. Pikirannya melayang-layang hingga Ia tidak menyadari bahwa Ibunya sudah datang.     

Ratu Sabrina sengaja meminta pelayan untuk tidak memberitahukan kedatangannya pada Pangeran Nizam sehingga ketika tiba-tiba Ratu Sabrina sudah di samping nya. Pangeran Nizam kaget dan langsung berdiri. Rokoknya segera Ia matikan.     

Ratu Sabrina menatap wajah anaknya. Delapan belas tahun Ia mendampingi anaknya, tujuh tahun kemudian Putranya tinggal di Amerika Tetapi dua bulan terakhir Ia merasa Putranya telah berubah menjadi orang asing. Sejak kapan putranya menjadi seorang perokok.     

"Sejak kapan Ananda merokok ?" Katanya sambil duduk di depan putranya. Pangeran Nizam menundukkan kepala memberi hormat sambil duduk di kursinya.     

"Sejak Hamba merasa sering gugup karena menghadapi pernikahan Hamba."     

" Segitu besar perubahan yang Ibunda lihat pada diri Ananda"     

"Ibunda Hamba memohon maaf dari Ibunda, Ibunda bukankah Hamba sudah mengikuti semua keinginan Ibunda, Hamba mohon ijin pamit untuk kembali ke Amerika. Liburan hamba tinggal tiga hari lagi. Hamba perlu mempersiapkan materi kuliah hamba." Pangeran Nizam mencoba mengalihkan pembicaraan.     

"Hmmm.. kenapa Ibunda merasa Ananda sedang mencoba membodohi Ibunda?"     

"Apakah Ibunda hendak mencoba mengingkari kesepakatan yang sudah kita buat?" Pangeran Nizam malah balik bertanya     

Ratu Sabrina menghela nafas. Anaknya memang terlalu pintar untuk disiasati olehnya.     

.     

"Baiklah.. baiklah. Tidak perlu harus mengintimidasi Bunda. Apa yang akan Ananda lakukan di Amerika?"     

"Tentu saja kuliah. Bukankah kuliah hamba tinggal setahun lagi?"     

"Selain itu?"     

"Mengapa Ibunda harus berbelit-belit. Tanyakan langsung pada hamba, Kapan Hamba akan menikahi Alena? Betulkan, itu yang akan Ibunda tanyakan?"     

"Kamu tahu dengan baik." Ratu Sabrina tersenyum Seraya meminum teh hijau yang diimpor langsung dari Jepang.     

"Ibunda tidak usah khawatir, Hamba tidak akan melakukan hal yang memalukan Ibunda. Hamba pastikan akan menikahinya secara adat istiadat kerajaan kita. Dan apa yang dialami oleh Putri Reina akan dialami juga oleh Alena. Tetapi Ibunda hamba juga mungkin akan pergi ke Indonesia untuk menikahinya secara adat istiadat sana." Ia memahami apa maksud perkataan ibunya. Ibunya sangat takut Pangeran Nizam akan menikah diam-diam dan tidak mengikuti adat istiadat kerajaannya.     

Sampai disini Pangeran Nizam kemudian terdiam karena Ia melihat Ibunya hendak mengatakan sesuatu. Tapi kemudian Pangeran Nizam berkata lagi sebelum Ibunya mengatakan sesuatu.     

" Ibunda, Hamba tahu apa yang akan dikatakan Ibunda. Hamba tidak mengharuskan Ayahanda dan Ibunda pergi ke Indonesia karena hal ini akan membuat urusan yang rumit. Pernikahan hamba di Indonesia biarlah menjadi urusan hamba. Setelah Hamba dan Alena menyelesaikan kuliah kami. Hamba akan membawanya ke Azura untuk menikahi nya secara resmi."     

"Kedengarannya itu cukup bagus. Kapan Ananda akan menikahinya?"     

"Hamba akan melihat situasi yang akan terjadi nanti."     

" Mohon Ananda ingat. Untuk tidak menyentuhnya sebelum pernikahan resmi di Azura. Ingat Kita memiliki perayaan kesucian sebagai pembuktian bahwa para istri dari pewaris tahta haruslah berasal dari keluarga baik-baik dengan kesucian yang terjaga."     

Pangeran Nizam menganggukkan kepalanya.     

"Hamba akan memberikan jaminan untuk itu."     

" Pergilah.. Semoga Kamu berbahagia. Oh ya ingat janji yang sudah Ananda ucapkan."     

"Tentu Ibunda" Pangeran Nizam meraih tangan ibunya lalu menciumnya penuh sayang. Ia senang melihat Ibunya mulai melunak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.