CINTA SEORANG PANGERAN

Berjanji



Berjanji

Alena berdiri karena ditarik Nizam, Ia lalu membalikkan badannya hendak pergi. Tapi belum juga kakinya melangkah tangan yang masih dicekal Nizam langsung ditarik oleh Nizam hingga tubuh Alena terjerembab dalam pelukan Nizam. Belum hilang rasa kaget Alena ketika Nizam langsung menghujamnya dengan ciuman yang dalam.     

Tubuh Alena sesaat membeku dalam pelukan tubuh Nizam yang basah dan dingin. Lidahnya masih terjulur kaku ketika dipermainkan oleh lidah suaminya sebelum akhirnya Alena membalas tak kalah panasnya dengan suaminya. Nizam mengerang ketika tangan mencengkram kedua pinggul Alena dengan kuat. "Alena..Aku mencintaimu sangat mencintaimu. Aku bisa gila dengan perasaan ini" Mulut Nizam meracau sambil menurunkan ciumannya ke leher Alena yang jenjang. Alena merintih sambil memeluk suaminya dengan erat.     

"Nizam, Katakanlah padaku, Apa aku gadis murahan dimatamu?" Alena memandang Nizam dengan mata besarnya. Nizam menghentikan ciumannya. Ia lalu menatap Alena dengan pandangan aneh. "Mengapa kau tanyakan pertanyaan konyol itu padaku?" Kata Nizam sambil membelai leher Alena.     

"Aku menunggumu setiap hari di Harem. Tapi kamu tidak pernah datang. Aku tidak tahan, Aku ingin melihatmu. Mengapa Kamu tidak pernah datang. Apa cintamu tidak sebesar cintaku?" Alena menatap Nizam dengan muram.     

"Tentu saja Aku mencintaimu. Cintaku tidak kurang sedikitpun dari cintamu. Bahkan lebih. Tapi Aku tidak bisa bertindak seperti dirimu. Kamu Ingat Aku adalah Calon Raja. Pemimpin negaraku. Bagaimana Aku bisa memimpin kalau Aku tidak bisa menguasai perasaanku sendiri. Lagipula Alena, Aku mencintaimu karena kamu begitu berterus terang.. Hanya kadang tindakanmu membuat Aku ketakutan. Seperti sekarang ini."     

Alena menatap Suaminya, yang ditatap malah tersenyum lalu kembali mencium bibir Alena. Suasana menjelang sore hari menjadi terasa indah. Alena memegang dada suaminya yang sedikit berbulu. Baru kali ini Ia melihat Nizam tidak mengenakan pakaian. Selama ini Ia selalu melihat Nizam memakai pakaian tertutup. Berkemeja lengan panjang. Memakai outfit semi jas atau sweeter seleher. Entah itu musim panas, semi,gugur apalagi musim dingin. Baru kali ini Ia melihat Nizam bertelanjang dada. Ia hanya mengenakan celana pendek yang basah. Sekarang Ia dapat melihat dan merasakan betapa indahnya tubuh Nizam. Dada yang sixpack sangat bidang. Otot bisep yang terbentuk sempurna karena latihan yang rutin. perut yang datar.     

Tubuh Alena tiba-tiba gemetar. Ia mengkerut dalam pelukan Nizam yang tidak melepaskan ciumannya sedikitpun. Sampai Alena sesak. Melihat Nizam yang mulai begitu bernafsu. Rasa takut mulai menyelimutinya. .     

"Nizam..." Alena gemetar dalam pelukan Nizam. "Hmmm..." Nizam hanya mengguman ketika tangannya meluncur tak terkendali kedalam gaun Alena. Alena melotot merasakan tangan Suaminya menyentuh puncak dadanya. Bagai ada ribuan serangga yang merayapinya. Tubuh Alena terasa panas membara. Tangan Nizam yang tak terkendali membuat Alena sangat ketakutan. Alena merintih kesakitan ketika tangan Nizam meremas dengan kuat. Alena meronta ingin melepaskan diri.     

"Nizam Kau menyakitiku..Akh.... Jangan Nizam. Aku takut..Aku takut.. Apa Kamu mau menyentuhku sekarang?" Tubuh Alena menggigil.     

" Takut apa?Aku suamimu. Badanmu adalah milikku. Aku berhak melakukan apa saja. Diamlah jangan meronta. Aku sedang menikmatimu.." Suara Nizam juga terdengar gemetar, Ia merasa semua hasratnya sudah berkumpul dan akan meledak. Kepalanya yang biasanya penuh dengan pertimbangan, aturan, dogma, akal sehat semuanya buyar. Yang ada tinggallah warna-warna pelangi. Merah,kuning, hijau,ungu..dan ribuan kunang-kunang yang mengitarinya, berkeliling dalam benaknya. Ada lava yang menggelegak dalam dadanya. Rasanya sangat panas membakar seluruh tubuhnya.     

Ia benar-benar mengunci Alena dalam pelukannya. Ia menekankan tubuhnya pada tubuh Alena yang mungil. Alena semakin panik ketika sadar ada yang mengganjal keras pada tubuhnya. Wajah Alena pucat sepucat-pucatnya. Ia bagaikan seekor tikus yang sedari tadi meloncat-loncat diatas tubuh harimau yang sedang tidur. Dan ketika harimau itu terbangun si tikus langsung menangis ketakutan.     

Disaat Alena tidak berdaya dalam pelukan suaminya. tiba-tiba terdengar suara.     

"Yang Mulia...Ratu Sabrina telah tiba" Nizam dan Alena tersentak. Ciuman mereka langsung terlepas. Wajah mereka seketika pucat pasi. Apalagi Alena. Darahnya serasa berhenti mengalir. Ia langsung mencengkram tangan Nizam dengan kuat.     

"Nizam selamatkan Aku, Aku tidak mau dicambuk lagi" Alena mulai menangis.     

"Sst..diamlah. Kali ini Kamu tidak akan kubiarkan dicambuk. " Nizam menepuk tangan Alena. Nizam meminta Pelayan untuk memberikan pakaiannya. Ia lalu memakai pakaiannya dengan tergesa-gesa. Bahkan Ia tidak melepaskan celananya yang basah oleh air kolam.     

Nizam keluar dari ruangan tempat Ia mandinya. Di kamar Ibunya sudah berdiri dengan para pelayannya.     

"Ibunda Ratu.. Assalamualaikum. " Nizam mencium tangan ibunya. Alena juga mengikuti sambil ketakutan.     

Ratu Sabrina menggelengkan kepalanya. Ia menatap pada Nizam dan Alena bergantian dengan marah. Wajah Alena yang kusut. Bahkan gaun depannya sudah acak-acakan. Rambutnya yang panjang juga terlihat kusut. Dan Ratu Sabrina semakin murka melihat rambut Nizam yang basah. Dan pakaiannya juga sama tidak rapih. Dibelakang Ratu Sabrina tampak Cynthia, Ali dan Fuad yang menunduk dengan tegang.     

"Sudah kuduga Alena berada di sini. Tadi Aku hendak ke kamarnya mau fiting pakaian pengantin. Pas dilihat ternyata tidak ada dikamarnya. Sebaiknya katakan apa yang telah terjadi? Nizam..Kau ?? Kau apakan istrimu itu? Bukankah Kau sudah berjanji untuk tidak menyentuhnya? Mengapa Kau begitu tidak sabaran?" Saking marahnya Ratu Sabrina bahkan tidak memanggil yang Mulia.     

Nizam terdiam dengan wajah merah padam. Perasaan malu langsung merayapinya. Tapi Ia tetap fokus pada Alena.     

"Ibunda..Ini semua salah Ananda. Ananda mohon lepaskanlah Alena. Ia tidak bersalah."     

"Bagaimana bisa Ia tidak bersalah, Bukankah Ia ada disini? Ia kabur dari Harem"     

"Ananda yang memintanya, Ananda tidak tahan ingin bertemu dengannya. Ibunda Ananda hanya mencium Alena dan tidak bertindak lebih dari itu. Mohon Ibunda betul-betul memaafkan Kami berdua"     

"Keadilan harus ditegakkan " Suara Ratu Sabrina sangat dingin.     

Tapi kemudian tiba-tiba Nizam segera menghampiri ibunya, Ia lalu mengambil tangan kanan Ibunya lalu menaruhnya di atas kepalanya. "Ibunda berjanjilah demi nyawa Ananda, Jangan Kau hukum Alena. Ananda berjanji ini yang terakhir Dia melanggar aturan di Harem. Kalau melanggar lagi biarlah Ananda yang akan menghukumnya sendiri."     

"Yang Mulia!! jangan berkata hal yang menakutkan" Suara Ratu Sabrina terdengar tambah keras. Ia berusaha menarik tangannya dari atas kepala Nizam. Tapi Nizam menahan tangan ibunya di atas kepalanya.     

"Berjanjilah,, atau hamba bisa berbuat yang lebih dari sekedar meminta janji"     

Mendengar kata-kata Nizam, Akhirnya Ratu Sabrina tidak berani berbuat apa-apa.     

"Hmmm.. baiklah. Alena apa kau dengar kata-kata yang Mulia Nizam? Jangan melakukan tindakan yang memalukan lagi. Kabur dari Harem tanpa seijin ku adalah kesalahan besar. Kamu bisa terbunuh nanti" Ratu Sabrina menatap tajam.     

Alena menundukkan kepalanya lalu mengangguk dengan hormat. Ia bersumpah tidak akan membuat kesulitan pada Nizam lagi.     

"Sekarang Ibunda mau permisi dulu. Oh ya Putraku Nizam jangan lupa besok adalah lomba hoki berkuda. Apakah Kalian sudah berlatih dengan baik? " Tanya Ratu Sabrina pada anaknya.     

"Iya Ananda sudah berlatih. Nanti malam Ananda dan yang lain akan berlatih kembali."     

"Baiklah, Ayo Alena kita kembali ke Harem." Ratu Sabrina mengajak Alena untuk pergi. Alena melangkah pergi diiringi tatapan mata Nizam yang tajam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.