CINTA SEORANG PANGERAN

Curhat



Curhat

0"Ok, fine. Kalau kalian mau tertawa terus. Aku pergi saja" Chyntia membalikkan badannya.     
0

"Oh. ha..ha..No..No.. Cynthia. Please don't go! Maafkan Aku...Ok kemarilah silahkan duduk" Nizam mempersilahkan Cynthia duduk sambil masih tersenyum. Ia merasa sedikit terhibur dengan kelucuan Cynthia. Cynthia lalu duduk.     

Nizam melambaikan tangannya menyuruh Fuad dan Ali keluar dari kamar.     

Nizam kemudian meminta pelayan menyajikan minuman untuk Cynthia. Mata Cynthia melebar melihat botol anggur merah yang disajikan disamping gelas berkaki. Sekilas Cynthia tau itu adalah anggur mahal dengan tahun pembuatan yang cukup tua. Anggur berkualitas tinggi yang hanya dapat Ia minum pada saat perayaan hari besar. Ada kue-kue mungil yang biasa ada di Amerika. Kebetulan lidah Cynthia memang belum beradaptasi dengan makanan khas Azura.     

"Kamu mau mabuk?? Bukannya Kamu tidak boleh minum minuman berakohol? " Cynthia menatap dengan heran ke arah Nizam.     

"Tidak..itu bukan untukku, Itu untukmu. Aku sengaja mencarikannya untuk mu."     

"Oh Nizam Kamu sungguh orang yang baik" Cynthia berkata lalu langsung mengambil botol anggur dan menuangkannya ke dalam gelas berkaki lalu meminumnya dengan penuh kenikmatan.     

"Hati-hati Cynthia, Jangan sampai mabuk" Nizam tersenyum melihat Cynthia minum bagaikan musafir minum setelah menemukan air dipadang pasir.     

Cynthia mengangkat tangannya.     

"No way, Aku termasuk orang yang kuat minum. Damn..This wine is very good" Kata Cynthia sambil kembali meminum anggurnya. Cynthia merasa pikirannya sedikit tenang.     

"Sekarang ceritakan tentang istriku" Nizam memandang Cynthia penuh kemenangan. Cynthia langsung mendelik.     

"Kamu ternyata manusia licik, Nizam. Kamu menyuapku dengan minuman ini agar Aku mau membuka mulutku." Cynthia menatap dengan tajam.     

Nizam mengangkat bahunya. "Aku tahu kamu sangat marah padaku. Aku meninggalkan temanmu saat Ia dicambuk oleh ibuku."     

"You know that, so well, Nizam. Mengapa Kamu melakukan itu. Kamu sangat menyakitinya. Bukankah Kamu berjanji akan melindunginya bahkan dengan nyawamu sekalipun." Cynthia memandang Nizam dengan tajam.     

"Ya, Aku tidak akan melupakan hal itu. Tapi tadi nyawa dia tidak sedang terancam. Aku tahu ibuku hanya akan mendisiplinkannya bukan untuk membunuhnya. Dan Aku yakin Ibuku tidak akan keterlaluan memukulnya. Bukankah dalam Dua Minggu kedepan kami harus merayakan pernikahan Kami. Lagipula Dia akan segera sembuh. Kami punya obat luka yang sangat manjur."     

"Mengapa harus dengan memukulnya? Ia menjerit-jerit kesakitan. Aku hampir gila mendengar jeritannya. Kalau boleh memilih lebih baik Aku yang dicambuk daripada Alena yang dicambuk. Kamu tau Ia tidak tahan sakit. Kena duri aja dia bisa berurai air mata apalagi dicambuk."     

"Itulah yang menyebabkan aku pergi. Suara jeritan Alena membuat hatiku serasa diiris. Aku benar-benar tidak tahan mendengar jeritannya. Lagipula Aku tidak bisa mencegah ibuku dalam mendisiplinkan penghuni Harem. Ibuku mempunyai wewenang penuh dalam menegakkan peraturan di Harem. Jangankan Aku, Ayahku pun sebagai Raja. Tidak bisa turut campur didalam menegakkan peraturan Harem. Kecuali kalau ada tindakan kriminal yang sudah terbukti kesalahannya."     

"Apa hukuman itu sering dilakukan ibumu?" Cynthia bertanya sambil menghela nafas.     

Nizam kembali mengangkat bahunya. "Aku kurang tahu juga. Harem didalam istanaku, baru ada setelah Aku menikahi Putri Reina. Ketika ibuku mengisinya dengan para gadis aku juga tidak tahu. Jadi memang sebenarnya Aku sama sekali tidak mengenal para gadis itu."     

"Katakanlah Nizam apa nanti kau akan tidur dengan mereka?"     

"Entahlah Cynthia..Kamu Tahu. Aku belum pernah tidur dengan siapapun termasuk Putri Reina. I'm Still virgin" Kata Nizam sambil menerawang memikirkan nasibnya yang malang. Punya istri dua, selir banyak tapi masih perjaka.     

"Apa kamu belum pernah menyentuh Putri Reina?" Cynthia menatap dengan heran.     

"Belum pernah, Aku tidak mau, bahkan memikirkannya pun Aku tidak mau"     

"Nizam kamu sungguh pencinta sejati. Ada berapakah pria sepertimu di dunia ini?     

"Hmmm... Apakah kamu hendak mengatakan kalau Kamu mulai tertarik padaku??" Tiba-tiba Nizam iseng menggoda Cynthia.     

Cynthia merengut. "Jangan harap.."     

Nizam tertawa, tapi kemudian dia terdiam.     

"Aku ingin melihat Alena. Apa lukanya parah?" Tanya Nizam pada Cynthia.     

"Pelayan itu mencambuknya sekitar lima kali, Ibumu menghentikannya. Katanya jangan sampai parah karena kalian harus merayakan hari pernikahan kalian."     

"Aku sudah menduganya, Aku yakin pasti dokter sudah merawatnya."     

"Iya, Dia sudah mendapatkan perawatan."     

Tiba-tiba Nizam teringat perbincangan di telepon.     

"Sebentar Cynthia, Kau tadi mengatakan bahwa Alena menyebut nama Edward?"     

"Ah ya... sebelum dia pingsan dia bilang sudah tidak tahan lagi. Dia meminta Aku menelpon Edward agar menjemputnya kemari"     

Nizam langsung terdiam lalu menyenderkan badannya ke kursi. Tangannya meremas rambutnya sendiri. Wajahnya langsung galau. Cynthia hanya memperhatikan Nizam sambil kembali minum anggur merah nya. Emangnya enak di dera rasa cemburu. Kata Cynthia dalam hati.     

"Apa Kamu akan memenuhi permintaan Alena, untuk menelpon Edward dan meminta untuk menjemput dia ke sini?". Nizam mendadak muram. Tidak ada lagi senyum yang tergambar diwajahnya.     

Dan Cynthia masih ingin membalas sakit hati Alena pada Nizam.     

"Mengapa tidak? Bukankah kalian belum tidur bersama. Berarti belum ada ikatan batin diantara kalian. Lagipula secara adat Azura kalian belum resmi jadi suami istri. Pernikahan Kalian baru diakui di Indonesia. Jadi why not? daripada Alena menderita di sini. lebih baik Ia hidup dengan Edward."     

Wajah Nizam langsung tegang.     

"Apa Alena sedemikian menderita??"     

"Coba saja Kamu pikir, Kamu sudah membohonginya, Kamu tidak mengatakan istrimu akan begitu banyak, Tiba di Bandara sudah di demo rakyatmu, datang ke istana malah melihat para wanitamu lalu karena kalap malah dicambuk, Apa bukan keterlaluan menderitanya?"     

Nizam terdiam, lalu menarik nafas panjang.     

"Dan terakhir Nizam, katakanlah Mengapa Kau belum memberitahukan kepadanya tentang perayaan kesucian. Waktu itu Kau tidak mengatakan pada Alena karena takut kalau Alena tidak bersedia dibawa ke Azura kalau kau berterus terang. Sekarang Alena sudah di Azura. Mengapa Kamu terus membohonginya?"     

"Sebenarnya Aku tidak ingin mengatakan yang sesungguhnya karena Aku tidak ingin membuat Alena ketakutan. Aku ingin malam pertama kami dilalui dengan keindahan. Setidaknya untuk Alena. Apakah akan terasa indah ketika tahu bahwa Malam Pertamanya akan dilakukan bersama orang banyak. Jadi biarlah dia menikmati dalam ketidaktahuannya."     

"Hmmm... Baiklah kalau begitu. Alasanmu masuk di akal. Aku doakan semoga sukses.. Baiklah Nizam Aku rasa pembicaraan hari ini cukup. Aku sudah lelah ingin beristirahat. Lagipula Aku takut kalau Alena terbangun aku tidak ada disampingnya, Nanti dia tambah panik."     

"Cynthia.. berjanjilah padaku" Nizam menatap Cynthia     

"Apa?"     

"Kau tidak akan pernah membantu Alena untuk menghubungi Edward."     

"A.. aku?? Mengapa Kau jadi tidak percaya pada cinta Alena? "     

"Aku bukan tidak percaya, tapi Aku takut pada diriku sendiri. Aku takut tidak dapat membahagiakannya.     

"Kalau kau takut tidak dapat membahagiakannya. Maka lepaskanlah!" Cynthia balik menatap Nizam dengan tajam.     

"Aku tidak sanggup melepaskannya. Aku terlalu mencintainya."     

"Kamu egois, " Kata Cynthia sambil cemberut     

"Iya katakanlah Aku egois. Aku tidak akan melepaskan Alena untuk siapapun. Aku akan mempertahankannya disisiku, walaupun harus dengan kekerasan."     

"Hmmm... Perkataanmu ini menunjukkan Kau memang benar seorang Raja dan bukannya orang biasa seperti kami" Cynthia mengangkat bahunya. Nizam hanya terdiam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.