CINTA SEORANG PANGERAN

Ngamuk jilid Dua



Ngamuk jilid Dua

0Begitu Hatice dan Sanita keluar Kamar, Alena langsung meraih handphonenya. Dengan tangan kanannya Ia menyentuh no Nizam dan mulai menelponnya.     
0

Nizam baru sampai di kamarnya. Tengah berganti pakaian dibantu oleh dua orang pelayan wanita. Sementara itu Ali berdiri di sampingnya. Ada juga Arani asisten pribadinya serta tentu saja Fuad dan Ali. Dikelilingi orang banyak bagi Nizam adalah hal biasa. Melihat ada luka di bahu Nizam. Ali refleks mendekati dan bertanya. Ia heran melihat bekas gigitan dibahu Nizam yang begitu parah. Tadi perban yang dipasang Alena terlepas sewaktu Nizam melepas baju. Maklum saja perbannya Alena yang masang. Bukankah seumur hidupnya Alena belum pernah memasang perban.     

"Maaf Yang Mulia kalau boleh hamba tau...." Ali sengaja tidak melanjutkan kata-katanya. Ia tidak perlu berkata-kata banyak karena Nizam pasti tau apa yang akan Ia tanyakan. Nizam meringis merasakan nyeri di bahunya.     

"Apa perlu kau tanyakan itu, Ali? Aku lupa tidak menceritakan tentang Harem pada Alena.." Nizam mengeluh.     

Tanpa dapat dicegah Ali dan Fuad langsung membuang muka menahan tawa. Nizam langsung geram. Sementara itu Arani dan yang lainnya tidak paham apa yang dibicarakan oleh Pangeran dan pengawalnya     

"Kalau sampai terdengar tawa kalian olehku, Jangan harap Kalian bisa melihat mentari dipagi hari."     

"Hamba tidak mengira yang Mulia bisa amnesia hingga lupa bercerita tentang Harem pada Tuan Putri." Ali masih mesem-mesem.     

"Tutup mulutmu!!" Kata Nizam sambil menunjuk Handphonenya di meja tulisnya yang tiba-tiba berbunyi nyaring. Seorang pelayan langsung mengambilkan Handphone Nizam dan memberikannya pada Nizam.     

Nizam terbelalak melihat nama yang tertera dilayar Handphonenya. Haduuuh apalagi ini. Bukankah Ia tadi baru terlepas dari pertanyaan mengerikan Alena. Apakah Alena masih penasaran dengan jawabannya.     

"Ya..ya.. Assalamualaikum Sayang, ada apa?"     

"Cepat datang ke Kamarku segera!!" Terdengar suara Alena seperti sedang murka. Wajah Nizam langsung kembali pucat.     

"Kamar Kamu dimana?" Tanya Nizam lagi.     

"Kamu bilang Dimana?? Tentu saja dalam Harem. Aku tidak mau tahu segera ke sini. Kamu harus memberikan dulu penjelasan padaku. Aku tidak tenang.."     

"Apalagi? Tentang apalagi? Aku mau istirahat, nanti sore akan ada jumpa pers di aula kerajaan."     

"A..A..A..Aku tidak perduli. Cepat kemari!!" Alena menjerit sambil misruh-misruh. Nizam jadi panik     

"Ya...ya..Aku datang.." Nizam langsung tergesa mengancingkan kembali kemejanya yang baru dilepaskan oleh pelayannya. Ia tidak jadi hendak berganti pakaiannya. Tergesa Ia keluar dari kamarnya. Diikuti oleh dua orang pengawalnya. Langkahnya panjang-panjang menuju Harem. Ia tidak memperdulikan para pelayan yang berpapasan memberi hormat. Jeritan Alena sudah menunjukkan Ia sedang sangat kesal.     

Para penjaga Harem langsung membuka pintu. Ali dan Fuad tidak boleh ikut masuk. Begitulah peraturannya. Tidak boleh ada pria yang masuk kecuali pemilik Haremnya. Begitu kaki Nizam melangkah masuk inilah pertama kalinya Ia menginjakkan kakinya di Harem. Selama ini Harem ini adalah tempat yang kosong. Ia hanya tahu bangunannya dan tidak pernah sekalipun tahu tentang isinya. Harem baru terisi setelah Ia menikahi Putri Reina. Dan bukankah Nizam langsung pergi setelah beberapa hari Ia menikah.     

Seluruh Penghuni Harem langsung terperanjat melihat Siapa yang datang. Bahkan Sanita dan Hatice yang sedang mempersiapkan acara pengenalan Alena langsung menghentikan kegiatannya. Sangat jarang ada Pangeran atau raja yang mengunjungi harem. Karena kalau mereka menginginkan seorang wanita tinggal bilang pada Kasim atau pelayan pribadi. Nanti pelayan pribadi akan menghubungi pelayan orang yang jadi pemimpin Harem untuk menyiapkan wanita itu.     

Mereka langsung berdiri berjajar dan menundukkan kepalanya. Mata Nizam langsung mengawasi para gadis itu. Ia mencari Alena. Tapi tidak ada.     

"Yang Mulia, Mengapa harus datang kesini? Mengapa tidak meminta pada pelayan yang Mulia."     

Nizam mengangkat sebelah tangannya lalu berkata.     

"Aku mencari istriku"     

"Siapakah istri yang Mulia itu? Bukankah semua yang ada di sini adalah milik yang mulia?" Hatice berkata.     

"Sial..Aku salah bicara" Kata Nizam dalam hati.     

"Mmmm Aku mencari Alena" Kata Nizam sambil mengedarkan pandangannya mencari Alena.     

"Oh yang Mulia Alena..mari ke sebelah sini." Hatice memberikan jalan. Tapi baru saja Nizam melangkah. Tidak diduga ada sosok tubuh membungkuk memberi hormat.     

"Yang Mulia suamiku, Assalamualaikum" Sosok tubuh bergaun merah dengan suara yang sangat Ia kenal. Nizam terkejut dan langsung berdiri tegak.     

"Putri Reina, Bagaimana keadaanmu?" Nizam memaksakan tersenyum. Lalu mendekati Putri Reina. Putri Reina mencium tangan Nizam. Nizam mengecup keningnya. Bersamaan itu Alena keluar dari kamar. Dan langsung melihat adegan itu.     

Alena dan Putri Reina langsung saling pandang. Nizam perlahan melepaskan pegangannya dari bahu Putri Reina. Ia menoleh pada Alena tersenyum dengan terpaksa. Alena langsung melangkah mendekati Nizam. Ia langsung memegang tangan Nizam, lalu memutar tubuhnya berdiri di depan Nizam langsung berhadapan dengan Putri Reina.     

Begitulah dua orang istri saling pandang dengan sengit. Disaksikan seluruh penghuni Harem. Suasana sesaat hening. Dengan perlahan Nizam memberikan perintah.     

"Beri Hormat pada Putri Reina" Perintah Nizam. Sontak Alena mendelik pada Nizam. Nizam menatap Alena sambil memberi isyarat untuk mengendalikan diri.     

Walau dengan hati panas maka Alena mengikuti perintah Nizam. Ia mengambil tangan Putri Reina dan mengucapkan salam.     

Alena merasa wajahnya terasa panas. betapa cantiknya Putri Reina. Betapa sempurna wajahnya. Betapa Anggun caranya berdiri. Seumur hidupnya Ia belum pernah bertemu dengan wanita secantik Putri Reina     

Putri Reina tersenyum. "Inikah adik perempuan hamba yang Mulia? Betapa cantiknya." Kata Reina sambil tersenyum manis.     

Nizam menganggukkan kepalanya. "Putri Alena masih belum berpengalaman. Mohon Putri Reina tidak keberatan untuk membimbingnya"     

"Oh.. tentu saja Yang Mulia. Apakah Bimbingannya, termasuk perayaan kesucian?" Putri Reina berbicara dengan lembut dan manis. Kata-kata lembut Putri Reina mampu membuat hati Nizam jadi kacau. Putri Reina pasti sedang menyindirnya tentang bukti palsu pada saat perayaan kesucian Putri Reina. Nizam mengangkat alisnya. Para gadis tampak terpesona pada pemilik tubuh mereka. Mereka juga baru bertatapan muka langsung dengan Nizam.     

"Hamba juga berharap Yang Mulia tidak pernah lupa tentang luka dibawah lengan hamba" Putri Reina tetap berbicara dengan senyum manis. Bahkan pembicaraan dilakukan dalam bahasa Inggris agar Alena mengerti.     

Alena langsung menatap suaminya. "Lagi-lagi Perayaan kesucian. Apakah itu perayaan kesucian??"     

Mata Putri Reina terbelalak. "Apa yang Mulia pangeran belum pernah menjelaskan pada Adik, tentang perayaan kesucian." Putri Reina menatap suaminya. Wajah Pangeran Nizam menjadi tegang. Ia menggelengkan kepalanya kepada Putri Reina. Ia meminta kepada Putri Reina untuk tutup mulut. Nizam menyimpan jari telunjuk nya di atas bibir.     

"Tentu saja yang Mulia, Hamba akan memberikan penjelasan yang sebenarnya. dan sejelas-jelasnya sesuai keinginan yang Mulia asalkan malam ini Yang Mulia berkenan menghadiri jamuan makan malam untuk menyambut kedatangan Putri Alena."     

Nizam menggunakan kepalanya. Posisinya sedang tidak bagus. Apapun keinginan putri Reina akan Ia kabulkan. Asal jangan bicara apapun pada Alena tentang perayaan kesucian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.