CINTA SEORANG PANGERAN

Siapa Menekan Siapa?



Siapa Menekan Siapa?

0Pangeran Thalal akhirnya tersenyum canggung. Ia meraih air putih didepannya lalu menenggaknya sekaligus sampai-sampai hampir tersedak.     
0

"Hati-hati Pangeran, Nanti celaka lagi" Kata Cynthia sambil tersenyum geli. Senang Ia melihat Pangeran Thalal yang sekarang kena batunya. Tiba-tiba Cynthia jadi punya ide.     

Sementara itu Pangeran Thalal sibuk dengan pikirannya. Perasaan kemarin sudah rapih amat sandiwaranya, Bahkan saking rapihnya Ia sampai terluka betulan. Tapi kenapa Cynthia sampai tahu. 'Hilang harga diri nih' Pangeran Thalal mengeluh dalam hati.     

"Yang Mulia kebohongan itu Ibarat orang menyimpan bangkai. Mau ditutupin serapat apapun pasti akan tercium" Kata Cynthia sambil memakan sarapannya dengan wajah yang begitu tenang     

"Cynthia...A..ku minta maaf" Kata Pangeran Thalal sambil gugup. Bagaimana Kalau Cynthia mengamuk.     

"Kau bagaimana bisa melakukan hal bodoh seperti itu?" Cynthia langsung menuduh Pangeran Thalal.     

"Ya..mmmm karena Aku sangat mencintaimu"     

"Kalau begitu, mari kita reschedule hidup Yang Mulia" Cynthia tiba-tiba mengajukan suatu usulan sebagaimana rakyat jelata mengajukan suatu petisi pada pemerintah     

"Maksudmu??" Pangeran Thalal mulai mencium ketidakberesan.     

"Kalau Yang Mulia sampai mau melakukan tindakan yang begitu membahayakan demi mendapatkanku, masa sekarang Yang Mulia tidak bisa menjadikan Aku satu-satunya dalam hidup Yang Mulia" Cynthia berkata sambil tetap tersenyum. Cynthia merasa Ia sedang memegang kartu As Pangeran Thalal.     

Pangeran Thalal terbelalak menyadari kalau Istrinya sedang menekannya. Tapi Pangeran Thalal tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. Ia malah memiliki cara untuk balas menekan Istrinya.     

"Tidak bisa Sayangku..." Katanya sambil mencubit pipi Cynthia dengan gemas. Senyumnya lebar malah seperti orang yang mendapatkan nyawanya kembali setelah tadi sempat hilang.     

"Tapi kenapa?" Cynthia sekarang menatapnya tajam. Para pangeran itu terkadang tidak bisa disiasati dengan mudah. Otak mereka seakan-akan penuh dengan seribu satu cara meloloskan diri dari keadaan tertekan     

"Karena Aku butuh seorang ibu yang lain untuk membimbing anak-anakku.." Jawaban Pangeran Thalal langsung menghempaskan Cynthia ke dasar jurang terdalam. Ia sudah bisa menebak ke arah mana maksud dari perkataan Pangeran Thalal. Tetapi Ia masih penasaran untuk meyakinkan dugaannya. Makanya Ia bertanya lagi.     

Mata Cynthia menjadi keruh. "Kenapa harus orang lain? Mengapa tidak bisa Aku?"     

"Maafkan Aku Cynthia, Maafkanlah atas keegoisanku. Aku menginginkan mu menjadi milikku tapi Aku tidak bisa menyerahkan anak-anakku kedalam tanganmu"     

Walaupun Cynthia sudah bisa menebak tapi mendengar Pangeran Thalal begitu berterus terang tak urung membuatnya jadi murka. Muka Cynthia merah padam Ia menjadi amat marah. "Mengapa Kamu berkata seperti itu?"     

"Apakah Kakak Nizam tidak mengatakan segalanya?" Tanya Pangeran Thalal dengan wajah lembut. Amarah tidak bisa dilawan dengan amarah. Ketika seseorang sedang meluapkan amarahnya maka yang terbaik adalah diam dengan tenang. Biarkan dia meluapkan emosinya sampai tuntas.     

Cynthia memutar ingatannya tentang perjanjian antara dirinya dengan Nizam. Dan Ia mengingat dengan jelas poin-poinnya.     

Cynthia langsung terduduk lemas.     

"Kau yang menekanku sekarang" Kata Cynthia sambil tertunduk lesu.     

"Tidak sayang.. tapi karena inilah takdir kita. Aku juga tidak bisa memaksamu karena Kakak Nizam melarangnya. Bukankah Kakak Nizam berjanji padamu bahwa Ia akan menghormatimu seluruhnya" Sebenarnya Pangeran Thalal ingin meminta hal ini dari awal pada Cynthia tetapi kemudian Nizam yang memang lebih lama tinggal di Amerika menjadi lebih fleksibel. Nizam hanya bilang semua ada waktunya. Mungkin sekarang adalah waktunya.     

Dan Setelah beberapa saat terdiam, Cynthia lalu berkata pada Pangeran Thalal. "Ini bukanlah demi cintaku padamu. Ini karena Aku ingin merawat anak-anakku sendiri. Ini juga karena Aku beranggapan bahwa mungkin akan ada hal yang lebih baik yang menantiku. Jadi ajarilah Aku..."     

"Alhamdulillah..." Pangeran Thalal menyimpan tangannya di kepala Cynthia lalu berdoa sebagaimana doanya Seorang Suami pada seorang istri.     

Pangeran Thalal lalu memeluk Cyntia dengan erat. Ia berbisik, "Maafkanlah Aku Cynthia. Aku sama sekali tidak bermaksud memaksamu, tapi karena kita tidak bisa mengambil seluruh pilihan dengan kedua tangan kita."     

****     

Nizam mengambil mangkuk bubur ayam dengan tangannya. Ia lalu membuka penutup atasnya. Tampak uap panas menguap mengepul dari mangkuk. Alena hanya memperhatikan sambil menyenderkan tubuhnya ke sandaran tempat tidur.     

"Tambahin kecapnya..." Kata Alena.     

"Ini???" Tanya Nizam sambil menunjuk pada botol kecap yang sengaja Alena minta tadi ke perawat. Alena mengangguk. Ketika melihat Nizam menyendokan buburnya Pelayan yang disamping Alena segera berkata. Apakah tidak sebaiknya Hamba yang menyuapi Tuan putri?"     

Nizam melirik tajam dengan pandangan tidak suka. Arani langsung menarik pelayan agar menjauh dari Nizam. Dengan gugup Pelayan itu segera mundur.     

"Jikalau Yang Mulia tidak memerlukan Kami. Ijinkan Kami permisi Yang Mulia" Kata Arani. Nizam hanya mengguman sambil memberikan isyarat dengan kepalanya. Menyuruh mereka keluar dari kamar perawatan.     

Alena hanya tersenyum. Wajah suaminya benar-benar mirip balok es. Dingin, datar dan kaku dan membekukan bagi siapapun yang melihatnya. Sungguh sangat terbalik dengan adiknya. Kalau Pangeran Thalal sanggup melumerkan atau melelehkan semua yang membeku maka Nizam malah sebaliknya. Ia mampu membekukan semua yang meleleh.     

Setelah semuanya meninggalkan ruangan Nizam menghela nafas. "Lama-lama menyebalkan juga dikelilingi oleh pelayan-pelayan tidak berguna itu" Kata Nizam.     

Alena tertawa lepas. "Padahal Kau lahir dengan dikelilingi mereka. Apalagi Aku. Walaupun pembantu dirumahku banyak tapi Pelayan diistanamu seribu kali lebih banyak dan parah . Mereka bagaikan bayangan kita. Ngekor-ngekor terus kaya kucing minta makan" Alena ngomel-ngomel sambil ketawa.     

"Ayo buka mulutmu, makan dulu" Nizam menyuapkan bubur ayam ke mulut Alena. Alena mengunyahnya dengan malas. Walaupun pakai kecap tapi karena perutnya sedang mual tetap saja rasanya tidak enak. Untungnya bubur, jadi dia tidak terlalu lama mengunyahnya Alena langsung menelannya.     

Melihat Alena malas-malasan makannya Nizam jadi gusar. "Kenapa kelihatan tidak semangat. Ayolah dari kemarin Kau kan belum makan" Nizam menyodorkan kembali sendoknya.     

Alena menggelengkan kepalanya. "Aku mual"     

"Lantas Kau mau makan apa?" Tanya Nizam     

"Aku ingin makan Lontong balap"     

"Makanan apa itu?" Tanya Nizam terheran-heran.     

"Makanan Khas Surabaya"     

"Apa di Bali ada?"     

"Aku ingin makan langsung di Surabaya"     

"Kalau Kau sudah sehat nanti kita langsung ke Surabaya"     

"Benarkah?"     

"Asal Kau mau makan. Ke Ujung Dunia juga Aku antar"     

"Kenapa Kamu jadi lebay?"     

"Karena Aku merasa sangat bersalah padamu" Kata Nizam dengan penuh rasa sesal. setiap kali Ia mengingat kalau Ia hampir mencelakai Alena dan anak yang dikandungnya. Ia menjadi sedikit depresi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.