CINTA SEORANG PANGERAN

Perjalanan



Perjalanan

0Alena sudah duduk manis disamping Nizam dalam pesawat menuju Amerika. Ada 6 Kursi first class yang dibooking langsung oleh Pengawalnya. Sehingga privacy Nizam dan Alena terjaga. Pukul sepuluh tepat pesawat sudah tinggal landas terbang menuju Amerika. Alena masih merasakan sakit dikakinya walaupun sudah diurut oleh tukang urut. Alena menolak pergi ke rumah sakit. Apalagi kalau harus dironsen segala. Alena merasa kakinya tidak terlalu parah. Cuma sakit sedikit kalau dipakai berjalan. Ia berjalan dipapah Nizam.     
0

Dipesawat Nizam membawa beberapa buku untuk menemaninya selama perjalanan. Alena jelas merasa tersisih ketika Nizam malah Asyik membaca. Ia tiba-tiba mencabut buku yang dibaca Nizam. Sebelum mulut Nizam terbuka mau protes. Alena sudah melempar buku itu ke bawah.     

"Hey...apa yang Kamu lakukan? " Nizam terkejut. Ali yang duduk dibelakangnya segera beranjak dari duduknya untuk mengambilkan buku yang terjatuh tadi. Ali yang duduk dibelakang mereka, tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya sehingga Ia mengira buku itu terjatuh karena tidak sengaja.     

Tapi Ali kaget ketika tubuhnya sudah membungkuk hendak mengambil buku itu didengarnya Alena berteriak padanya.     

"Ali!!! Diam Kamu!! Jangan Kau ambil buku itu!!" Kata Alena pada Ali. Ali masih dalam posisi membungkuk menoleh pada Nizam meminta pendapat harus bagaimana. Nizam menggelengkan kepalanya pada Ali dan menyuruhnya duduk kembali melalui bahasa isyarat diwajahnya.     

Ali pun tidak jadi mengambil buku itu dan kembali duduk. Fuad yang duduk disamping Ali tersenyum penuh arti pada Ali. Akhirnya Ali juga tersenyum. Ia ingin tertawa melihat kekonyolan calon ratu mereka, tapi tentu saja tawa itu ditahannya. Memangnya mereka sudah bosan hidup sampai berani mentertawakan majikannya.     

Mereka sebenarnya senang melihat Pangeran Nizam yang biasanya bermuka datar, bersikap dingin dan berhati batu menjadi lebih melunak karena istrinya yang benar-benar punya tingkah ajaib.     

Alena merangkulkan tangannya pada leher Nizam dan berbisik. "Maukah Kau menciumku lagi?". kata Alena dengan suara manja. Bibirnya dibuka separuh memperlihatkan lidahnya yang merah.     

Hampir saja Nizam tersedak mendengar bisikan Alena. Ia lalu berusaha melepaskan tangan Alena dari lehernya. " Jangan konyol Alena. Dibelakang ada Ali dan Fuad." Nizam menghardik Alena tapi tetap dengan suara yang pelan. Ia takut kedua penjaganya mendengar.     

"Memang kenapa dengan dua orang itu, mereka menyebalkan. Selalu menempel padamu bagaikan bayangan."     

"Mereka adalah pengawalnya, tentu saja mereka harus ada di sampingku."     

"Sayangku..Aku siap menjadi pengawalmu. Aku akan mengekorimu kemanapun Kamu pergi. Aku akan menjagamu dari bahaya apapun. Jadi pecat saja mereka agar kita bisa lebih leluasa" Alena merayu suaminya dengan rayuan maut.     

Hampir tersembur tawa Nizam mendengar kata-kata Alena. Ia benar-benar merasa terhibur berada di samping Alena. Walau terkadang Ia sebal dengan tingkahnya yang kadang keterlaluan.     

"Bagaimana Kamu bisa menjagaku, kalau mandi saja kamu tergelincir sendiri"     

Alena manyun lalu berkata lagi. "Kenapa Kamu harus selalu dijaga? Apa Kamu tidak bisa ilmu beladiri? " Tanya Alena.     

"Aku pemegang sabuk hitam ilmu beladiri karate. Aku juga belajar ilmu beladiri Judo, memanah, menombak dan menembak. Aku mempelajari itu semua dari usia tiga tahun."     

"Kamu luar biasa. Tapi apa yang menyebabkan kamu impoten. Padahal kamu terlihat sangat jantan?" Alena berbisik pelan sekali ditelinga suaminya.     

Nizam mendorong wajah Alena agar menjauhinya.     

"Aku impoten karena Kamu terlalu agresif" Kata Nizam sambil tersenyum mentertawakan kekonyolan istrinya.     

"Aku agresif karena mencintaimu. Lagipula Akukan berniat untuk menyembuhkanmu."     

"Aku bilang Kamu tidak perlu repot-repot mengobatiku. Aku akan sembuh sendiri."     

"Tapi Aku tidak tahan" Alena mencoba merayu kembali.     

"Belajarlah menahan diri sampai kita di Azura. Aku melakukan ini semua demi kebaikanmu."     

"Kebaikan apa? Kau menyiksaku"     

"Lebih baik tersiksa selama 6 bulan daripada tersiksa seumur hidup."     

"Aku tidak mengerti"     

"Ssst.... sudahlah jangan bicara lagi. Ayo tidur sana" Nizam menyimpan telunjuknya dibibir. Ia sama sekali tidak berniat menceritakan kejadian yang sebenarnya. Bisa-bisa Alena mati berdiri karena ketakutan.     

Alena cemberut mendengar kata-kata Nizam tapi kemudian ia tersenyum licik. Kaki kanannya yang tidak merasa sakit Ia julurkan ke samping dan Ia mulai jahil. Ujung kakinya yang tidak bersepatu digesek-gesekkan dengan lembut pada kaki Nizam. Nizam merasa nyawanya hampir terbang saking kagetnya. Ia lalu menggeserkan kakinya menjauh. Alena malah menatap nakal. Nizam menjadi merinding.     

Gadis ini benar-benar tidak pernah putus asa menggodanya. Nizam mengomel-ngomel dalam hati. Bisa-bisa Ia ikutan gelap mata.     

"Alena, Jaga sikapmu!!" Nizam menatap tajam.     

"Sikap yang mana? yang ini?" Kata Alena sambil meraba paha Nizam, mengusap-usap nya lalu mulai menggeserkan tangannya dari paha ke tempat lain. Nizam bagai disengat kalajengking Ia langsung bangkit dari duduknya seketika. Ketika Nizam berdiri dari duduknya kedua pengawalnya yang duduk dibelakangnya refleks ikut berdiri.     

"Mau kemanakah yang Mulia?" Tanya Fuad.     

"Aku mau ke toilet " Kata Nizam dengan wajah merah padam. Ia melotot ke arah Alena yang pasang wajah tak berdosa pura-pura melihat ke luar jendela kapal.     

"Oh mari silahkan yang Mulia" Fuad berjalan di depan menuju Toilet. Nizam yang sebenarnya tidak ingin buang air terpaksa mengikutinya. Dalam hati Ia benar-benar mengumpat-ngumpat kelakuan Alena yang sudah membuatnya salah tingkah.     

Sebelum kembali ke tempat duduknya Nizam memerintahkan Fuad meminta tali ke pramugari.     

"Tali?? Buat apa yang Mulia??" Fuad bertanya dengan heran.     

"Tidak usah banyak bicara!! Bawakan saja tali dua untukku."     

Nizam berdiri di dekat toilet menunggu Fuad datang. Nizam menyeringai melihat Fuad datang sambil membawa tali tambang dari kain dua buah.     

"Sempurna.." Kata Nizam sambil tersenyum misterius. Fuad tidak berani bertanya apapun Ia kembali berjalan mengikuti Pangeran Nizam.     

Nizam duduk dikursinya lagi. Alena tersenyum dengan wajah liciknya. Tapi kali ini Nizam membalas senyuman Alena sambil mengangkat matanya mencurigakan.     

"Mana tanganmu? " Kata Nizam meminta istrinya mengulurkan kedua tangannya. Walaupun heran Alena mengulurkan kedua tangannya pada suaminya. Dan Ia terperanjat menyadari bahwa Nizam sudah mengikat tangannya secepat kilat. Alena mau berteriak tapi Nizam membungkamnya dengan tangannya.     

" Kalau Kamu bersuara maka Aku akan menutup mulutmu juga. " Kata Nizam berbisik ditelinga Alena. Alena menggelengkan kepala nya. Usai mengikat tangannya Nizam juga mengikat kedua kakinya tepat pada betisnya. Nizam tahu yang sakit adalah pergelangan kaki bukan betis. Ikatan itu tidak menyakiti Alena tapi berhasil membuat Alena tidak bergerak.     

"Kamu sungguh keterlaluan" Alena menahan marah.     

"Kamu yang memulainya" Nizam berkata sambil tersenyum penuh kemenangan. Ia lalu meraih selimut dan menyelimuti Alena hingga ikatan itu tidak terlihat.     

"Sekarang tidurlah, dan jangan menggangguku" Nizam memberikan perintah pada Alena. Alena merenggut sebal apalagi ketika Nizam lalu mengambil buku yang tadi Ia lemparkan ke bawah. dan mulai membaca kembali dengan penuh kepuasan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.